Namun, gagasan Soekarno tersebut ditolak oleh Sukarni. Ia enggan kelompok pemuda disejajarkan dengan para anggota Badan Persiapan Kemerdekaan yang kala itu dia anggap bekerja sama dengan Jepang untuk mewujudkan kemerdekaan.
Sempat muncul usulan supaya semua yang hadir di ruangan memberikan tanda tangan. Namun, gagasan tersebut lagi-lagi ditolak oleh Sukarni.
“Ide ini tidak dapat diterima sama sekali! Mereka yang tidak punya dana apa-apa dalam mempersiapkan Proklamasi tidak berhak menandatangani,” kata Sukarni dengan nada tinggi.
Soebardjo menduga, ucapan Sukarni tersebut ditujukan buat para pemuda yang hadir saat itu, tetapi bukan dari kelompoknya.
Situasi menjadi kian kritis. Dikisahkan Soebardjo, jalan akhir permusan naskah Proklamasi seakan sudah buntu.
“Dalam lubuk hatinya mungkin Sukarni menghendaki agar hanya nama-nama yang tertulis dalam secarik kertas itu sajalah yang dicantumkan sebagai penandatanganan Proklamasi,” katanya.
Nama-nama itu adalah Chaerul Saleh, Adam Malik, Djawoto, Pandu Kartawiguna, Maruto Nitimihardjo, dan Sukarni.
Di tengah memanasnya situasi, Sayuti Melik tampil dengan usulnya supaya hanya Soekarno dan Hatta yang membubuhkan tanda tangan.
“Saya kira tidak ada yang akan menentang kalau Soekarno dan Hatta yang menandatangani Proklamasi atas nama Bangsa Indonesia,” katanya.
Rupanya, usul Sayuti itu diterima oleh semua pihak yang hadir di ruangan tersebut. Baik golongan tua maupun kelompok muda menyepakati gagasan Sayuti secara aklamasi. Mereka pun riuh bertepuk tangan.
Reputasinya sebagai patriot yang baik menyebabkan Sayuti mendapat kepercayaan dari pemimpin-pemimpin yang lebih tua, sekaligus dari golongan muda.
“Usul yang dikemukakan (Sayuti Melik) agaknya merupakan hasil lobinya dengan kedua kelompok itu,” tutur Soebardjo.
Maka, dibubuhkanlah tanda tangan Soekarno dan Hatta di teks Proklamasi untuk mewakili Bangsa Indonesia.
Selanjutnya, Sayuti mendapat kepercayaan untuk mengetik naskah tulisan tangan Soekarno tersebut, hasil pemikiran Bung Karno, Hatta, dan Soebardjo.
Baca juga: Kisah Naskah Proklamasi, Mesin Tik Pinjaman Perwira Nazi, dan Draf yang Terbuang