JAKARTA, KOMPAS.com - Penetapan Kepala Basarnas Marsekal Madya Henri Alfiandi dan anak buahnya Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka dugaan suap oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memicu pro dan kontra.
Pasalnya, penetapan tersangka terhadap abituren Akademi Angkatan Udara (AAU) 1988 itu dinilai tepat lantaran Henri diduga mengakali sistem lelang di lingkungan Basarnas.
Di sisi lain, KPK juga dinilai salah prosedur dalam menetapkan Henri dan Afri sebagai tersangka. Sebab, keduanya ditetapkan tersangka ketika masih aktif sebagai personel TNI.
Atas penetapan ini, Mabes TNI langsung bereaksi. Mabes TNI menegaskan KPK tak berhak menetapkan Henri dan Afri sebagai tersangka.
KPK menetapkan Henri sebagai tersangka dugaan suap terkait pengadaan barang dan jasa di lingkungan Basarnas 2021-2023 senilai Rp 88,3 miliar.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan, perkara ini berawal dari operasi tangkap tangan (OTT) terhadap 11 orang di Jakarta dan Bekasi pada Selasa (25/7/2023).
Setelah dilakukan penyidikan, KPK menetapkan lima orang tersangka. Salah satunya adalah Henri yang merupakan perwira tinggi penerbang tempur TNI AU.
Baca juga: Puspom TNI Merasa Tidak Dilibatkan dalam Penetapan Tersangka Kepala Basarnas
Adapun penetapan tersangka ini dilakukan setelah KPK melakukan pemeriksaan dan gelar perkara bersama Pusat Polisi Militer (POM) TNI.
"KPK kemudian menemukan kecukupan alat bukti mengenai adanya dugaan perbuatan pidana lain dan ditindaklanjuti ke tahap penyidikan dengan menetapkan dan mengumumkan tersangka," kata Alex dalam konferensi pers di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Rabu (26/7/2023).
Selain Henri, KPK juga menetapkan Koordinator Administrasi (Koorsmin) Kabasarnas Letkol Afri Budi Cahyanto sebagai tersangka.
KPK juga menetapkan tiga orang dari pihak swasta atau sipil sebagai tersangka. Mereka adalah MG Komisaris Utama PT MGCS, MR Direktur Utama PT IGK, dan RA Direktur Utama PT KAU.
Menteri koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud MD memuji KPK yang mengungkap kasus dugaan korupsi yang melibatkan Henri.
Mahfud menilai, KPK mampu mencermati praktik korupsi yang diduga dilakukan Henri dengan mengakali sistem lelang pengadaan barang dan jasa.
"Ya makanya ditangkap, kalau mengakali lelang makanya ditangkap, tanggapannya itu. Bagus KPK bisa mencermati itu bahwa semua yang melanggar aturan dan merugikan keuangan negara itu korupsi," kata Mahfud di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Kamis (27/7/2023).
Mahfud yakin KPK bakal terus membongkar modus-modus korupsi yang dilakukan dalam kasus ini.
Baca juga: Kepala Basarnas Nilai Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Sesuai Prosedur
Meski Henri diduga mengakali sistem lelang pengadaan barang dan jasa, Mahfud menilai tidak ada yang perlu dievaluasi dari sistem lelang secara elektronik.
Menurut dia, yang penting dilakukan adalah memastikan pengawasan terhadap proses lelang tersebut.
"Aturannya sudah bagus, evaluasinya tinggal pengawasannya. Kalau aturan dibuat terus nanti malah enggak selesai-selesai, tinggal pengawasannya," kata Mahfud.
Terpisah, Henri menyatakan penetapan dirinya sebagai tersangka dugaan suap oleh KPK tidak sesuai prosedur.
Meski mempersoalkan prosedur penetapan tersebut, Henri tetap bersikap menerima status hukum yang disematkan KPK.
"Ya diterima saja (status tersangka), hanya kok enggak lewat prosedur ya, kan saya militer," kata Henri Alfiandi saat dihubungi, Kamis.
Sementara itu, Komandan Pusat Polisi Militer (Danpuspom) TNI Marsekal Muda R Agung Handoko menegaskan, KPK tidak berhak menetapkan Henri dan Afri sebagai tersangka.
Agung menyatakan, yang bisa menentukan status tersangka personel TNI adalah penyidik Puspom TNI.
"Penyidik itu kalau polisi, enggak semua polisi bisa, hanya penyidik polisi (yang bisa menetapkan tersangka). KPK juga begitu, enggak semua pegawai KPK bisa, hanya penyidik," tutur Agung saat dihubungi.
"Di militer juga begitu, sama. Nah untuk militer, yang bisa menetapkan tersangka itu ya penyidiknya militer, dalam hal ini polisi militer," sambung dia.
Agung menilai bahwa prosedur penetapan tersangka terhadap Henri dan Afri tidak tepat karena menyalahi aturan.
Apalagi, kata dia, Puspom TNI sebelumnya hanya diberitahu KPK soal penanganan hukum Henri dan Afri statusnya naik dari penyelidikan ke penyidikan, bukan terkait penetapan tersangka.
"Kalau pada saat itu dikatakan sudah koordinasi dengan POM TNI, itu benar, kami ada di situ (saat penangkapan). Tapi tadi, hanya peningkatan penyelidikan menjadi penyidikan," ucap Agung.
(Penulis: Nirmala Maulana Achmad, Ardito Ramadhan, Syakirun Ni'am | Editor: Novianti Setungingsih, Dani Prabowo)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.