Rupanya, kehadiran Megawati berhasil mendongkrak elektabilitas partai banteng. Popularitas Megawati yang terus memelesat pun membuat Soerjadi merasa terancam dan ketar-ketir.
Sedianya, 23 Juli 1993, tiga tahun sebelum peristiwa Kudatuli, Soerjadi kembali terpilih sebagai Ketua Umum PDI. Namun, jalan Soerjadi untuk kembali duduk di tahta tertinggi partai tersendat lantaran dia diterpa isu penculikan kader.
Atas dugaan itulah, PDI menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) di Surabaya. Dari KLB tersebut, Megawati terpilih sebagai Ketua Umum PDI, merebut kursi pimpinan partai dari Soerjadi.
Terpilihnya Megawati dikukuhkan dalam Musyawarah Nasional (Munas) yang digelar di Jakarta pada 22 Desember 1993. Megawati pun resmi menjabat Ketua Umum PDI periode 1993-1998.
Namun, baru 3 tahun kepemimpinan Mega berjalan, PDI menggelar Kongres di Medan. Lewat kongres yang digelar 22 Juni 1996 itu, Soerjadi dinyatakan sebagai ketua umum PDI masa jabatan 1996-1998.
Dari situlah, lahir dualisme kepemimpinan, menghadapkan Megawati dengan Soerjadi.
Baca juga: Sekjen PDI-P Minta Pemerintah dan Komnas HAM Ungkap Aktor Intelektual Peristiwa Kudatuli
Sementara, pemerintahan Presiden Soeharto saat itu hanya mengakui Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDI hasil Kongres Medan pimpinan Soerjadi. Praktis, hasil Munas Jakarta tak dianggap, kepemimpinan Megawati tidak diakui.
Akibat dinamika itu, gesekan antara kubu Megawati dan kubu Soerjadi pun terus membesar. Puncaknya, kerusuhan pecah pada 27 Juli 1996.
Harian Kompas edisi 29 Juli 1996 mencatatkan kronologi peristiwa Kudatuli sebagai berikut:
06.20 WIB: Massa pendukung Soerjadi mulai berdatangan menggunakan delapan kendaraan truk mini bercat kuning. Sempat terjadi dialog antara delegasi massa PDI pendukung Soerjadi dan massa PDI pendukung Megawati sekitar 15 menit. Massa kubu Megawati meminta agar kantor dinyatakan sebagai status quo, namun kesepakatan tidak tercapai.
06.35 WIB: Terjadi bentrokan antara kedua kubu. Massa pendukung Soerjadi yang mengenakan kaos warna merah bertuliskan "DPP PDI Pendukung Kongres Medan" serta mengenakan ikat kepala melempari kantor DPP PDI dengan batu dan paving block. Massa pendukung Megawati membalas dengan benda seadanya yang terdapat di sekitar halaman kantor. Massa pendukung Megawati sempat berlindung di dalam gedung sebelum kemudian diduduki massa pendukung Soerjadi.
Baca juga: Saat 5 Nyawa Melayang dan Ratusan Terluka akibat Kerusuhan 27 Juli 1996...
08.00 WIB: Aparat keamanan mengambil alih dan menguasai kantor DPP PDI sepenuhnya. Kantor DPP PDI lantas dinyatakan sebagai area tertutup. Polisi memberi tanda Police Line berwarna kuning hingga ruas Jl Diponegoro tidak dapat dilewati. Demikian pula dengan halaman kantor yang porak-poranda, dijaga ketat pasukan antihuru-hara.
8.45 WIB: Aparat keamanan mulai mengangkut sekitar 50 warga PDI pro Megawati yang tertahan di kantor itu dengan menggunakan tiga truk. Beberapa di antaranya mengalami luka-luka akibat perang batu antara kedua kelompok tersebut. Sembilan orang lain diangkut menggunakan dua mobil ambulans. Spanduk dan poster-poster di DPP PDI pun dibersihkan.
11.00 WIB: Massa yang memadati ruas Jalan Diponegoro dan sekitarnya terus membengkak jumlahnya menjadi ribuan. Sejumlah aktivis LSM dan mahasiswa menggelar aksi mimbar bebas di bawah jembatan layang kereta api, dekat Stasiun Cikini. Mimbar bebas ini kemudian beralih ke Jalan Diponegoro. Dengan cepat, aksi mimbar bebas berubah menjadi bentrokan terbuka antara massa dengan aparat keamanan.
13.00 WIB: Bentrokan terbuka antara massa dan aparat semakin meningkat, sehingga aparat menambah kekuatan. Tak lama, massa terdesak mundur ke arah Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan Jalan Salemba.
Baca juga: “Saya Tetap Ketua Umum”, Saat Megawati Melawan Dualisme Kepemimpinan PDI…