Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sabtu Kelabu 27 Juli 1996, Saat Konflik PDI Berujung Kerusuhan yang Telan Rp 100 Miliar...

Kompas.com - 27/07/2023, 11:40 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Hari ini, 27 tahun lalu, Indonesia mencatatkan sejarah kelam perpolitikan. Tepat Sabtu, 27 Juli 1996, konflik internal partai membesar menjadi kerusuhan yang mengacaukan kawasan Menteng, Salemba, Kramat, Matraman, dan sekitarnya.

Bermula dari aksi saling lempar di kawasan kantor Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia (PDI) di Jalan Diponegoro Nomor 58, Menteng, Jakarta Pusat, bentrok massa meluas di jalanan.

Massa yang terus membengkak jumlahnya bahkan membakar bus-bus bus kota hingga sejumlah gedung di wilayah Jalan Salemba. Gedung-gedung pun hancur, berikut kendaraan dan fasilitas umum.

Tak heran jika pascakerusuhan tersebut, pemerintah Provinsi DKI Jakarta mencatatkan kerugian material mencapai lebih dari Rp 100 miliar. Demikian disampaikan Gubernur DKI Jakarta saat itu, Surjadi Soedirdja, dalam pemberitaan Harian Kompas edisi 3 Agustus 1996.

Baca juga: Mengenang Peristiwa Kudatuli: Saat Konflik Partai Berujung Kerusuhan Mencekam

Saking kacaunya situasi ketika itu, Gubernur DKI bahkan harus berulang kali mengingatkan warga Ibu Kota untuk tidak mudah terprovokasi. Jika ada yang menemukan selebaran gelap bernada menghasut, warga diminta segera membakarnya.

"Jangan malah difotokopi atau diperbanyak, karena itu akan memperkeruh suasana," kata Surjadi Soedirdja dalam kunjungan kerjanya ke Kelurahan Guntur, Kecamatan Setiabudi, Jakarta Selatan, 2 Agustus 1996.

Surjadi juga meminta warga Jakarta mewaspadai taktik para perusuh seperti teror lewat telepon, selebaran gelap, hasutan untuk melawan pemerintah, yang semuanya bertujuan membuat panik masyarakat.

"Jadi kalau ada warga Jakarta yang menemukan selebaran gelap, hendaknya segera dibakar saja. Tidak perlu diperbanyak atau disebarluaskan lagi," katanya.

"Kalau masyarakat mengetahui pelaku-pelaku kerusuhan, termasuk para penelepon gelap, diminta segera melaporkannya ke aparat terdekat," tandas mantan Pangdam Jaya tersebut.

Baca juga: Perebutan Kepemimpinan Parpol Pasca-kudatuli, dari PKB hingga Demokrat

Peristiwa ini kini dicatat sebagai Kerusuhan 27 Juli 1996 atau Kudatuli, sejarah pahit yang tidak hanya menyebabkan kerugian harta benda, tetapi juga menelan korban jiwa.

Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencatat, sedikitnya 5 orang tewas, 149 luka, dan 23 orang dilaporkan hilang akibat huru-hara tersebut.

Menurut laporan Komnas HAM, kelima korban tewas adalah Asmayadi Soleh dan Slamet yang meninggal akibat kekerasan benda tumpul, lalu, Suganda Siagian karena luka bakar, Uju bin Asep diduga karena sakit jantung, dan Sariwan karena kena tembakan. Penyebab kematian lima orang tersebut berdasarkan hasil visum dan keterangan dokter.

Masih menurut laporan Komnas HAM, sebanyak 149 korban luka-luka berasal dari kalangan sipil dan militer.

Kronologi

Kerusuhan yang terjadi pada 27 Juli 1996 memang tak main-main. Konflik tersebut bermula dari dualisme kepemimpinan di tubuh Partai Demokrasi Indonesia (PDI), menghadapkan kubu Megawati Soekarnoputri dengan kubu Soerjadi.

Jauh sebelum Kudatuli terjadi, Megawati bergabung dengan PDI pada 1987. Saat itu, partai tersebut dipimpin oleh Soerjadi.

Halaman:


Terkini Lainnya

KPK Diharapkan Tetap Ada meski Dilanda Isu Negatif

KPK Diharapkan Tetap Ada meski Dilanda Isu Negatif

Nasional
Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Tren Pemberantasan Korupsi Buruk, Jokowi Diwanti-wanti soal Komposisi Pansel Capim KPK

Nasional
Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Burhanuddin Muhtadi: KPK Ibarat Anak Tak Diharapkan, Maka Butuh Dukungan Publik

Nasional
Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

Gerindra Kaji Sejumlah Nama untuk Dijadikan Bacagub Sumut, Termasuk Bobby Nasution

Nasional
Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Presiden Jokowi Bertolak ke Sultra, Resmikan Inpres Jalan Daerah dan Bendungan Ameroro

Nasional
Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Jokowi Bersepeda di CFD Sudirman-Thamrin sambil Menyapa Warga Jakarta

Nasional
KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

KPK Kantongi Data Kerugian Ratusan Miliar dalam Kasus PT Taspen, tapi Masih Tunggu BPK dan BPKP

Nasional
4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

4 Kapal Perang Angkut Puluhan Rantis Lapis Baja demi Pengamanan WWF ke-10 di Bali

Nasional
Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Prabowo Pilih Rahmat Mirzani Djausal sebagai Bacagub Lampung

Nasional
KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

KPK Masih Telusuri Pemberi Suap Izin Tambang Gubernur Maluku Utara

Nasional
Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Menhub Budi Karya Diminta Jangan Cuma Bicara soal Sekolah Kedinasan Tanggalkan Atribut Militer

Nasional
Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Potret 'Rumah Anyo' Tempat Singgah Para Anak Pejuang Kanker yang Miliki Fasilitas Bak Hotel

Nasional
Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Logo dan Moto Kunjungan Paus Fransiskus Dirilis, Ini Maknanya

Nasional
Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Viral Pengiriman Peti Jenazah Dipungut Bea Masuk, Ini Klarifikasi Bea Cukai

Nasional
Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Pemilihan Calon Pimpinan KPK yang Berintegritas Jadi Kesempatan Jokowi Tinggalkan Warisan Terakhir

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com