JAKARTA, KOMPAS.com - Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Benny Irwan mengatakan, anak yang lahir dari perkawinan beda agama bisa mendapatkan dokumen resmi negara yaitu akta anak seorang ibu.
Akta tersebut bisa digunakan sebagai dasar pengakuan terhadap status anak yang lahir dari perkawinan beda agama.
Penjelasan Benny tersebut menanggapi soal status hukum anak yang lahir dari perkawinan beda agama setelah adanya Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023 yang melarang pencatatan nikah beda agama.
"Berkenaan dengan pengakuan terhadap status anak dan lain sebagainya, jika kedua orang tua tidak bisa menunjukkan akta perkawinan mereka, maka akan disiapkan akta anak seorang ibu," ujar Benny saat dikonfirmasi Kompas.com, Senin (24/7/2023).
Baca juga: Wapres Minta MA Beri Penjelasan Soal Nasib Anak Hasil Nikah Beda Agama
Selain itu, akta anak seorang ibu juga berfungsi sama seperti akta kelahiran anak biasa. Yakni bisa untuk kepentingan, pekerjaan dan sebagainya.
"Akta itu juga berguna untuk pemenuhan kepentingan anak lainnya. Baik pendidikan, maupun pekerjaan. Sama halnya dengan akta kelahiran biasa," tuturnya.
Benny melanjutkan, keberadaan SEMA Nomor 2 Tahun 2023 yang tidak mempengaruhi pelayanan pencatatan perkawinan.
Kemendagri tidak akan pernah mencatatkan perkawinan beda agama pada Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil) yang tanpa ketetapan pengadilan.
"Dalam arti tidak akan pernah ada pencatatan perkawinan beda agama pada Dinas Dukcapil sepanjang pengadilan tidak mengabulkan permohonan perkawinan beda agama dan sepanjang tidak ada penetapan pengadilan," tegas Benny.
Baca juga: SEMA Nikah Beda Agama, Politikus PPP Sebut MA Hanya Selaraskan Hukum dan Agama
Lebih lanjut, Benny mengungkapkan, pihaknya tidak ada persiapan khusus dalam menyikapi SEMA terkait pencatatan perkawinan beda agama.
Sebab, kata dia, dalam Undang-Undang (UU) Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Pasal 35 huruf a dengan penjelasan menyatakan bahwa Pencatatan Perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 berlaku pula bagi perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan.
Kemudian, pada penjelasan Pasal 35 huruf a, yang dimaksud dengan "Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan" adalah perkawinan yang dilakukan antar-umat yang berbeda agama.
"Artinya perkawinan beda agama tidak dapat dicatatkan kecuali ada penetapan pengadilan," tegas Benny.
Baca juga: Komnas HAM Akan Buat Kajian soal Larangan Pengadilan Kabulkan Nikah Beda Agama
Sebelumnya, Wakil Presiden Ma'ruf Amin meminta MA untuk memberi penjelasan mengenai nasib anak-anak yang lahir dari orangtua yang menikah beda agama.
Menurut Ma'ruf, penjelasan ini diperlukan demi memberi kepastian hukum setelah MA mengeluarkan larangan bagi hakim untuk mengabulkan pencatatan pernikahan beda agama.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.