Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Aznil Tan
Direktur Eksekutif Migrant Watch

Direktur Eksekutif Migrant Watch

Menyoal Praktik Skiming Online Para Pekerja Migran Indonesia

Kompas.com - 20/07/2023, 10:12 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Mereka mengincar para PMI bekerja di Taiwan, Hongkong, Singapura, Jepang dan Arab Saudi. Mereka juga digunakan memangsa orang-orang berada di wilayah Indonesia dan orang-orang dari berbagai negara-negara lainnya.

Mereka bekerja selama 12 jam. Mereka dibagi dua shift kerja, yakni pukul 09.30 sampai 21.30 dan 21.30 sampai 09.30. Mereka tidak ada hari libur, apalagi bisa keluar jalan-jalan selesai jam kerja.

Mereka ditampung di gedung yang berfungsi sebagai tempat kerja sekaligus tempat tinggal. Pada faktanya, rata-rata mereka menerima gaji Rp 12 juta per bulan.

Selama bekerja, mereka tidak mengetahui nama perusahaan dan pimpinannya. Paspor mereka ditahan oleh pihak perusahaan.

Mereka dikatakan telah punya visa kerja, tapi dipegang oleh perusahaan untuk jaminan. Namun mereka tidak pernah lihat visa tersebut.

Karena sudah masuk dunia kejahatan, tak hayal mereka mendapat tekanan dan penderitaan. Bahkan ada yang mengalami penyekapan seperti kejadian di Myanmar.

Hukuman itu berlaku bagi pekerja yang tidak mencapai target atau membuat video meminta tolong ke pemerintah Indonesia untuk dipulangkan.

Namun banyak juga PMI yang betah menjalankan pekerjaan tersebut. Mereka menyambung kontrak kerja kembali atau bekerja di perusahaan lain yang menjalankan kegiatan sama.

Skim Online dan TPPO

Tidak ada data yang pasti jumlah PMI dipekerjakan sebagai skimming online. Diestimasikan berjumlah sekitar 2.000 PMI dipekerjakan sebagai skim online yang tersebar di negara Kamboja, Myanmar, Filipina, Laos dan Thailand.

Fenomena PMI bekerja sebagai skim online sudah berlangsung sejak 10 tahun lalu. Perekrutan PMI mulai marak sejak 2020.

Namun, kasus ini baru terbongkar dan mencuat ke permukaan 2 tahun belakangan ini, terutama sejak peristiwa penyekapan PMI di Myanmar pada Mei 2023.

Kasus ini sangat sulit dikategorikan sebagai Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Tiga unsur TPPO dari proses, cara dan sampai eksploitasi sulit dibuktikan. Semua berjalan suka sama suka dan atas kesadaran.

Kecuali ada kasus penyekapan dan PMI yang bersangkutan menolak pekerjaan tersebut, maka kasus ini bisa masuk ke ranah TPPO.

Karena unsur proses dan caranya dilakukan dengan penipuan serta menggelapkan dokumen, maka pelakunya telah melakukan kerja paksa pada PMI untuk dieksploitasi.

Sayang dalam Undang-undang No. 21 Tahun 2007, kegiatan skim online tidak dimasukkan kegiatan TPPO. Undang-undang TPPO hanya memasukkan kegiatan perdagangan organ, sek komersial, dan kerja paksa pada anak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

DPR Sentil Kemendikbud yang Bilang Pendidikan Tinggi Tidak Wajib: Orang Miskin Dilarang Kuliah? Prihatin

DPR Sentil Kemendikbud yang Bilang Pendidikan Tinggi Tidak Wajib: Orang Miskin Dilarang Kuliah? Prihatin

Nasional
Respons Istana Soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P: Presiden Selalu Menghormati

Respons Istana Soal Jokowi Tak Diundang ke Rakernas PDI-P: Presiden Selalu Menghormati

Nasional
GASPOL! Hari Ini: Prabowo Ajak PKS atau PDI-P ke Dalam Koalisi?

GASPOL! Hari Ini: Prabowo Ajak PKS atau PDI-P ke Dalam Koalisi?

Nasional
Ngabalin: Revisi UU Kementerian Negara untuk Kebutuhan Masyarakat, Paten Itu Barang...

Ngabalin: Revisi UU Kementerian Negara untuk Kebutuhan Masyarakat, Paten Itu Barang...

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Golkar: Baleg Mewakili Partai-partai

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Golkar: Baleg Mewakili Partai-partai

Nasional
Soal RUU Penyiaran, KIP: UU Pers Bilang Wartawan Tak Boleh Dihalangi

Soal RUU Penyiaran, KIP: UU Pers Bilang Wartawan Tak Boleh Dihalangi

Nasional
Temui Gubernur Jenderal Australia David Hurley, Prabowo Kenang Masa Jadi Kadet

Temui Gubernur Jenderal Australia David Hurley, Prabowo Kenang Masa Jadi Kadet

Nasional
Jemaah Haji Bersiap Menuju Makkah, Ketua PPIH Arab Saudi Pastikan Hak Jemaah Terpenuhi

Jemaah Haji Bersiap Menuju Makkah, Ketua PPIH Arab Saudi Pastikan Hak Jemaah Terpenuhi

Nasional
Soal RUU Penyiaran, Setara Institute: DPR dan Pemerintah Harus Perluas Partisipasi Publik

Soal RUU Penyiaran, Setara Institute: DPR dan Pemerintah Harus Perluas Partisipasi Publik

Nasional
PDI-P Bakal Jemput Bola Kader untuk Maju di Pilkada Sumut

PDI-P Bakal Jemput Bola Kader untuk Maju di Pilkada Sumut

Nasional
Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen TNI AD, Dian Andriani Harap Kowad Lain Menyusul

Jadi Perempuan Pertama Berpangkat Mayjen TNI AD, Dian Andriani Harap Kowad Lain Menyusul

Nasional
Jokowi Bakal Tinjau Lokasi Banjir Lahar di Sumbar Pekan Depan

Jokowi Bakal Tinjau Lokasi Banjir Lahar di Sumbar Pekan Depan

Nasional
Nurul Ghufron Tak Hadir karena Belum Tuntas Siapkan Pembelaan, Dewas KPK Tunda Sidang Etik

Nurul Ghufron Tak Hadir karena Belum Tuntas Siapkan Pembelaan, Dewas KPK Tunda Sidang Etik

Nasional
PDI-P Tuding Jokowi Cawe-cawe Pilkada dengan Bansos Beras, Ngabalin: Segera Lah Move on

PDI-P Tuding Jokowi Cawe-cawe Pilkada dengan Bansos Beras, Ngabalin: Segera Lah Move on

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Ngabalin: Mudah-mudahan Cepat, Itu Arah Haluan Prabowo-Gibran

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Ngabalin: Mudah-mudahan Cepat, Itu Arah Haluan Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com