Mereka mengincar para PMI bekerja di Taiwan, Hongkong, Singapura, Jepang dan Arab Saudi. Mereka juga digunakan memangsa orang-orang berada di wilayah Indonesia dan orang-orang dari berbagai negara-negara lainnya.
Mereka bekerja selama 12 jam. Mereka dibagi dua shift kerja, yakni pukul 09.30 sampai 21.30 dan 21.30 sampai 09.30. Mereka tidak ada hari libur, apalagi bisa keluar jalan-jalan selesai jam kerja.
Mereka ditampung di gedung yang berfungsi sebagai tempat kerja sekaligus tempat tinggal. Pada faktanya, rata-rata mereka menerima gaji Rp 12 juta per bulan.
Selama bekerja, mereka tidak mengetahui nama perusahaan dan pimpinannya. Paspor mereka ditahan oleh pihak perusahaan.
Mereka dikatakan telah punya visa kerja, tapi dipegang oleh perusahaan untuk jaminan. Namun mereka tidak pernah lihat visa tersebut.
Karena sudah masuk dunia kejahatan, tak hayal mereka mendapat tekanan dan penderitaan. Bahkan ada yang mengalami penyekapan seperti kejadian di Myanmar.
Hukuman itu berlaku bagi pekerja yang tidak mencapai target atau membuat video meminta tolong ke pemerintah Indonesia untuk dipulangkan.
Namun banyak juga PMI yang betah menjalankan pekerjaan tersebut. Mereka menyambung kontrak kerja kembali atau bekerja di perusahaan lain yang menjalankan kegiatan sama.
Tidak ada data yang pasti jumlah PMI dipekerjakan sebagai skimming online. Diestimasikan berjumlah sekitar 2.000 PMI dipekerjakan sebagai skim online yang tersebar di negara Kamboja, Myanmar, Filipina, Laos dan Thailand.
Fenomena PMI bekerja sebagai skim online sudah berlangsung sejak 10 tahun lalu. Perekrutan PMI mulai marak sejak 2020.
Namun, kasus ini baru terbongkar dan mencuat ke permukaan 2 tahun belakangan ini, terutama sejak peristiwa penyekapan PMI di Myanmar pada Mei 2023.
Kasus ini sangat sulit dikategorikan sebagai Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO). Tiga unsur TPPO dari proses, cara dan sampai eksploitasi sulit dibuktikan. Semua berjalan suka sama suka dan atas kesadaran.
Kecuali ada kasus penyekapan dan PMI yang bersangkutan menolak pekerjaan tersebut, maka kasus ini bisa masuk ke ranah TPPO.
Karena unsur proses dan caranya dilakukan dengan penipuan serta menggelapkan dokumen, maka pelakunya telah melakukan kerja paksa pada PMI untuk dieksploitasi.
Sayang dalam Undang-undang No. 21 Tahun 2007, kegiatan skim online tidak dimasukkan kegiatan TPPO. Undang-undang TPPO hanya memasukkan kegiatan perdagangan organ, sek komersial, dan kerja paksa pada anak.