Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Komisi IX Minta Organisasi Profesi Jangan Sebar Hoaks karena Kepentingannya Tak Ada di UU Kesehatan

Kompas.com - 18/07/2023, 09:48 WIB
Fika Nurul Ulya,
Dani Prabowo

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Wakil Ketua Komisi IX DPR RI, Emanuel Melkiades Laka Lena, meminta organisasi profesi (OP) yang menolak Undang-Undang Kesehatan jangan menyebar berita bohong (hoaks) di luar hanya karena kepentingannya tidak terpenuhi.

Sebab, UU Kesehatan ini bertujuan memperbaiki dan mentransformasi sistem kesehatan di Indonesia, mulai dari layanan primer hingga layanan rujukan, serta meningkatkan kuantitas dan kualitas SDM Kesehatan.

Selama pembahasan pun, organisasi profesi telah banyak dilibatkan. Namun, hanya karena tidak semua masukannya mampu diakomodasi, ia meminta pihak yang menolak itu mampu berpikir lebih luas dan mampu menerima dengan baik.

Baca juga: Bantah Tak Transparan, DPR Nyatakan Sudah Undang Organisasi Profesi Bahas UU Kesehatan

"Teman-teman OP selalu saya katakan, tolong berpikir lebih besar sehingga jangan lagi membuat hoaks di luar, tidak diundang. Kadang-kadang kita merasa kok sayang sekali teman-teman OP yang harusnya bisa berpikir besar, (justru) berpikir sempit," kata Melki dalam diskusi daring FMB 9, dikutip pada Selasa (18/7/2023).

Melki lantas menyatakan, undangan diskusi bersama organisasi profesi tidak hanya diberikan satu kali. Ia mencatat, DPR RI mengundang organisasi profesi hingga beberapa kali.

Termasuk, kata dia, saat RUU Kesehatan masih berada di Badan Legislasi (Baleg) DPR RI.

"Cuma kan ini kan selalu disebar bahwa tidak pernah diundang, tidak pernah didengarkan. Jadi karena saya kenal baik dengan semua pimpinan OP-OP ini, saya merasa sayang saja, kalau saya cerita saya buka aib orang," kata Melki.

Baca juga: Saat UU Kesehatan Dinilai Muluskan Dokter Spesialis Asing Praktik di Indonesia...

Adapun salah satu masukan yang tidak bisa diterima oleh pemerintah dan DPR RI adalah soal organisasi tunggal untuk organisasi profesi.

Menurut Melki, hal ini tidak sesuai dengan UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap orang memiliki hak berserikat dan berkumpul.

Karena tidak lagi tunggal, pemerintah akan membuat regulasi untuk penataan OP.

"Jadi OP bisa lebih dari satu, nanti pemerintah buat regulasi bagaimana OP ini diatur, ditata, dalam jumlah yang cukup, yang memadai sesuai dengan kompetensi dan ukuran tertentu sehingga mereka bisa tetap bekerja. Tapi jangan melarang hak berserikat berkumpulnya," ucap Melki.

Pertimbangan ini, kata Melki, turut didasari oleh para tenaga medis dan tenaga kesehatan lain yang ingin agar OP tidak tunggal.

Baca juga: Komisi IX DPR RI Bantah UU Kesehatan Muluskan Dokter Asing: Tidak Ada Itu, Ada Screening Ketat

Beragamnya OP justru memberikan alternatif dan keleluasaan bagi tenaga medis dan nakes dalam menjalani pekerjaan profesionalnya.

"Mereka merasa kalau OP satu itu, mereka tidak punya alternatif untuk juga bisa melaksanakan keprofesionalan meraka dengan lebih bebas," ungkap Melki.

"Jadi saya sudah katakan berkali-kali jangan karena kepentingan kelompok itu terganggu, kemudian kita buat seolah UU ini tidak berpihak untuk kepentingan banyak orang," jelas Melki.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com