Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Serangan" Tajam AHY ke Pemerintahan Jokowi Usai Demokrat Mesra dengan PDI-P...

Kompas.com - 17/07/2023, 05:15 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

Bisnis pejabat

Terakhir, AHY bicara soal etika pejabat negara dalam tata pemerintahan. Dia menyinggung keterlibatan para pejabat dalam kegiatan bisnis di lingkungan pemerintahan atau lembaga negara.

“Menjadi tidak etis jika menteri atau pejabat negara menjalankan bisnis, sementara ia berada dalam lingkaran pembuatan kebijakan dan regulasi yang terkait langsung dengan bisnis itu. Jelas ada konflik kepentingan,” kata dia.

Lebih tidak etis lagi jika wilayah bisnis itu menggunakan anggaran negara, di mana pejabat tersebut terlibat dalam penyusunan anggaran pendapatan dan belana negara (APBN). Menurut AHY, praktik-praktik bisnis yang demikian harus segera disudahi.

“Ini namanya jeruk makan jeruk atau berburu di kebun binatang. Karenanya, Demokrat berpendapat, bisnis pejabat model begini harus dicegah dan dihentikan,” ujarnya.

AHY mengatakan, Undang-Undang Dasar 1945 mengatur kewenangan setiap lembaga negara, termasuk presiden dan jajaran pemerintahannya. Konstitusi mengamanatkan bahwa semangat dan prinsip keseimbangan serta kesetaraan antarlembaga negara harus dijaga, agar Indonesia tidak kembali lagi ke era otoritarian.

Sementara, kata AHY, saat ini, ada tanda-tanda yang menunjukkan terganggunya kesetaraan dan keseimbangan antarlembaga negara.

“Kalangan pemerhati konstitusi dan tata negara, mulai melihat tendensi kembalinya konsentrasi kekuasaan di tangan presiden, meski tidak sedalam di era otoritarian dulu,” katanya.

Genjot elektabilitas

Direktur Lembaga Kajian Politik Nusakom Pratama, Ari Junaedi, menilai, serangan-serangan AHY terhadap pemerintahan Jokowi tak lepas dari upaya meningkatkan elektabilitas.

Memang, AHY tengah membutuhkan elektoral yang tinggi mengingat dirinya ngebet jadi bakal calon wakil presiden pendamping bakal calon presiden Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Anies Baswedan.

Oleh karena Anies tak kunjung mengumumkan nama cawapres, kata Ari, AHY memperbesar frekuensi serangan terhadap rezim Jokowi yang merepresentasikan kekuatan dua pilar kubu capres yang akan menjadi rival Anies, yakni Prabowo dan Ganjar.

“Frekuensi AHY tentu harus identik dengan frekuensi Anies yang memang antipati dengan pola kebijakan yang ditempuh Jokowi,” kata Ari kepada Kompas.com, Minggu (16/7/2023).

Baca juga: Soal Rekonsiliasi Hubungan SBY-Megawati, AHY: Tidak Bisa Dipaksakan, Biarkan Mengalir

Ari mengatakan, AHY sadar bahwa dirinya harus mengerahkan segala sumber daya yang ada, termasuk mengkritik pemerintah lewat pidatonya yang ditayangkan di sejumlah stasiun televisi swasta.

“AHY sadar kesempatannya tidak semakin banyak, dia harus atraktif menarik atensi Anies dan Nasdem serta PKS karena memang harapan terbesarnya dan yang maksimal teraih adalah posisi calon RI-2,” ujar Ari.

Sementara, ihwal kedekatan AHY dengan Puan baru-baru ini, lanjut Ari, itu bisa jadi bonus politik yang dimanfaatkan untuk menaikkan nilai jualnya.

AHY dan Demokrat dinilai sedang memainkan politik di semua arah agar peluangnya terbuka ke semua koalisi.

“Belum adanya bakal capres yang mendefinitifkan bakal cawapres membuat semua aktor politik yang berpeluang menjadi bakal cawapres memaksimalkan segala upaya, termasuk apa yang dilakukan AHY,” tutur dosen Universitas Indonesia itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Prabowo Janji Rekam Jejak di Militer Tak Jadi Hambatan saat Memerintah

Prabowo Janji Rekam Jejak di Militer Tak Jadi Hambatan saat Memerintah

Nasional
Laksma TNI Effendy Maruapey Dilantik Jadi Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung

Laksma TNI Effendy Maruapey Dilantik Jadi Direktur Penindakan Jampidmil Kejagung

Nasional
Prabowo Klaim Bakal Tepati Janji Kampanye dan Tak Risau Dikritik

Prabowo Klaim Bakal Tepati Janji Kampanye dan Tak Risau Dikritik

Nasional
Pengacara Gus Muhdlor Sebut Akan Kembali Ajukan Gugatan Praperadilan Usai Mencabut

Pengacara Gus Muhdlor Sebut Akan Kembali Ajukan Gugatan Praperadilan Usai Mencabut

Nasional
Prabowo Akui Demokrasi Indonesia Melelahkan tetapi Diinginkan Rakyat

Prabowo Akui Demokrasi Indonesia Melelahkan tetapi Diinginkan Rakyat

Nasional
Tanggapi Wacana Penambahan Kementerian, PDI-P: Setiap Presiden Punya Kebijakan Sendiri

Tanggapi Wacana Penambahan Kementerian, PDI-P: Setiap Presiden Punya Kebijakan Sendiri

Nasional
BNPB: Total 43 Orang Meninggal akibat Banjir di Sumatera Barat

BNPB: Total 43 Orang Meninggal akibat Banjir di Sumatera Barat

Nasional
Megawati Kunjungi Pameran Butet, Patung Pria Kurus Hidung Panjang Jadi Perhatian

Megawati Kunjungi Pameran Butet, Patung Pria Kurus Hidung Panjang Jadi Perhatian

Nasional
PDI-P Bentuk Komisi Bahas Posisi Partai terhadap Pemerintahan Prabowo

PDI-P Bentuk Komisi Bahas Posisi Partai terhadap Pemerintahan Prabowo

Nasional
Pengacara Tuding Jaksa KPK Tak Berwenang Tuntut Hakim Agung Gazalba Saleh

Pengacara Tuding Jaksa KPK Tak Berwenang Tuntut Hakim Agung Gazalba Saleh

Nasional
Sekjen PDI-P: Bung Karno Tidak Hanya Milik Rakyat Indonesia, tapi Bangsa Dunia

Sekjen PDI-P: Bung Karno Tidak Hanya Milik Rakyat Indonesia, tapi Bangsa Dunia

Nasional
Pejabat Kementan Mengaku Terpaksa “Rogoh Kocek” Pribadi untuk Renovasi Kamar Anak SYL

Pejabat Kementan Mengaku Terpaksa “Rogoh Kocek” Pribadi untuk Renovasi Kamar Anak SYL

Nasional
Sebut Ada 8 Nama untuk Pilkada Jakarta, Sekjen PDI-P: Sudah di Kantongnya Megawati

Sebut Ada 8 Nama untuk Pilkada Jakarta, Sekjen PDI-P: Sudah di Kantongnya Megawati

Nasional
Gus Muhdlor Cabut Gugatan Praperadilan untuk Revisi

Gus Muhdlor Cabut Gugatan Praperadilan untuk Revisi

Nasional
KPU Sebut Faktor Kesiapan Bikin Calon Independen Batal Daftar Pilkada 2024

KPU Sebut Faktor Kesiapan Bikin Calon Independen Batal Daftar Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com