JAKARTA, KOMPAS.com - Alasan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Puan Maharani yang menyatakan naskah dan surat presiden (Surpres) Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset Tindak Pidana belum dibacakan karena menunggu antrean pembahasan RUU lainnya dinilai tidak masuk akal.
"Kalau Pimpinan DPR mengatakan proses pembahasan menunggu antrean, itu sih enggak masuk akal. Sesungguhnya proses pembahasan RUU Perampasan Aset di DPR yang terkatung-katung itu memang tanggungjawab Pimpinan DPR dengan Bamus (Badan Musyawarah) ya," kata peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus saat dihubungi pada Jumat (14/7/2023).
Menurut dia, alasan Puan yang menyatakan antrean pembahasan RUU panjang lebih disebabkan tata kelola pelaksanaan fungsi legislasi yang buruk di DPR.
Lucius mengatakan, seharusnya DPR bisa mengukur kekuatan dan kelemahannya sendiri sehingga tidak terjadi antrean pembahasan RUU.
Baca juga: Surpres RUU Perampasan Aset Tak Kunjung Dibacakan, Arsul: Masih Ada 3 RUU Dibahas di Komisi III
Selain itu, kata Lucius, adalah tugas Pimpinan DPR buat memastikan tata kelola pelaksanaan fungsi legislasi berjalan efektif, termasuk memastikan pembahasan RUU penting tak terkatung-katung.
"Kalau tahu antreannya panjang, kenapa DPR di awal tahun menetapkan target pembahasan 39 RUU termasuk perampasan aset?" ujar Lucius.
Lucius mengatakan, jika terdapat antrean pembahasan RUU pada alat kelengkapan dewan (AKD), seharusnya Pimpinan DPR membentuk panitia khusus (Pansus) buat membahas RUU Perampasan Aset.
"Jika pimpinan serius mau segera membahas RUU Perampasan Aset ini," ucap Lucius.
Baca juga: Soal RUU Perampasan Aset, Yasonna: Ya Kita Selesaikan Dong, Itu Prioritas
Di sisi lain, Lucius juga mempertanyakan niat DPR buat membahas RUU Perampasan Aset dalam masa sidang tahun ini. Apalagi saat ini tahapan pemilihan umum (Pemilu) sudah berjalan serta seluruh partai politik beserta para kadernya tengah berlomba-lomba melakukan kerja politik buat meraih dukungan masyarakat.
"Jadi saya kira, Pimpinan DPR ini hanya mencari-cari alasan saja. Juga DPR secara kelembagaan memang tak berniat untuk segera membahas RUU Perampasan Aset ini," kata Lucius.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sudah menyerahkan surat presiden (Surpres) dan naskah RUU itu pada 4 Mei 2023 lalu.
Sebenarnya pimpinan DPR diharapkan membacakan surpres dalam rapat paripurna pada Selasa (11/7/2023) lalu. Namun, momen yang ditunggu-tunggu ternyata tidak terwujud.
Menurut pemberitaan sebelumnya, Ketua DPR Puan Maharani membeberkan alasan mengapa surpres RUU Perampasan Aset belum juga dibacakan.
Baca juga: RUU Perampasan Aset Tak Kunjung Dibahas, Yasonna: Kami Tak Bisa Memerintah DPR
“Jadi seperti yang selalu saya sampaikan, DPR sekarang ini memfokuskan untuk bisa menyelesaikan rancangan undang-undang yang ada di setiap komisinya, setiap tahun maksimal dua sesuai dengan tata terbitnya,” ujar Puan di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa lalu.
Jika 2 RUU sudah diselesaikan, maka setiap komisi baru dipersilakan membahas RUU yang baru. Namun, jika target 2 RUU belum selesai dibahas, maka tidak akan berlanjut ke dalam pembahasan RUU lain.