JAKARTA, KOMPAS.com - Sosok pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun, Abdussalam Rasyidi Panji Gumilang, kini kembali disorot.
Ponpes Al Zaytun menjadi sorotan publik lantaran penuh kontroversi.
Ponpes itu menerapkan cara ibadah yang tidak biasa, misalnya saf shalat Idul Fitri 1444 Hijriah yang bercampur antara laki-laki dan perempuan.
Bahkan, ada satu orang perempuan sendiri berada di depan kerumunan laki-laki.
Karena kontroversi itu, pemerintah bakal menerapkan sanksi administrasi hingga sanksi pidana.
Baca juga: Polri Klaim Sudah Ngebut Tangani Kasus Pimpinan Ponpes Al Zaytun Panji Gumilang
Selain menerapkan cara beribadah yang berbeda, Panji juga disebut-sebut terkait dengan gerakan Negara Islam Indonesia Komandemen Wilayah 9 (NII KW 9).
Keberadaan kelompok NII KW 9 disebut-sebut sulit dibuktikan karena selalu bergerak di bawah tanah.
Akan tetapi, terdapat sebuah kesamaan pola dalam perekrutan anggotanya yakni mereka diwajibkan membayar iuran rutin buat disetorkan.
Menurut mantan aktivis NII, Sukanto, terdapat sejumlah kewajiban pendanaan atau iuran yang harus dipenuhi anggota NII KW 9.
Baca juga: Mengurai Jejak Panji Gumilang dan Al Zaytun dalam Jaringan NII
Kewajiban itu, kata Sukanto, mulai dari infak sebesar 25 dollar NII per bulan, dengan kurs dollar yang dipatok oleh NII berbeda dengan negara.
Selain itu terdapat kewajiban membayar uang fiskal kalau melintasi wilayah, sampai denda jika anggota merokok. Setiap anggota yang melanggar harus mendaftarkan dosanya dan mengakuinya kepada mahkamah.
"Misalnya, kita mengaku 4 hari yang lalu merokok dua batang dan 2 hari yang lalu memegang rambut seorang perempuan 100 kali," kata Sukanto seperti dikutip dari wawancara dalam surat kabar Kompas edisi 6 Mei 2011.
Buat membayar pendanaan itu, menurut Sukanto terdapat berbagai modus yang dikerjakan bersama anggota lainnya. Caranya mulai dari berdalih menghilangkan laptop teman sampai membuat proposal palsu dengan cap kampus palsu.
Baca juga: Temuan MUI Perkuat Dugaan Pesantren Al Zaytun Terafiliasi NII
Bahkan menurut Sukanto, dia menyaksikan langsung praktik pengumpulan dana oleh Panji Gumilang.
Hal itu terjadi dalam peringatan 1 Muharam pada 2008. Saat itu jemaah NII dari seluruh Indonesia datang dan diminta melempar jumrah.