Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Cerita Mantan Petinggi Bongkar Cara NII Rekrut Anggota dan Raup Dana

Kompas.com - 26/06/2023, 17:38 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Nama Pondok Pesantren Al Zaytun kembali menjadi perbincangan setelah pimpinannya, Panji Gumilang, diduga memberikan pemahaman Islam yang berbeda.

Yang menarik perhatian masyarakat adalah ketika sejumlah santri di pondok pesantren itu melantunkan lagu Shalom Aleichem yang merupakan kidung religi umat Yahudi, serta salat dengan saf sejajar antara lelaki dan perempuan.

Selain itu, Panji dan sejumlah orang di pondok pesantren itu diduga terafiliasi dengan kelompok Negara Islam Indonesia Komandemen Wilayah 9 (NII KW 9).

Kelompok NII diduga merupakan kelanjutan dari gerakan yang digagas Sekarmadji Maridjan Kartosuwiryo, yakni mendirikan Negara Islam Indonesia pada 7 Agustus 1949.

Setelah Kartosuwiryo tertangkap dan dieksekusi pada 1962, gerakan itu pecah menjadi 2 kelompok.

Baca juga: Komnas HAM Minta Dugaan Pelanggaran Al Zaytun Diselesaikan Lewat Jalur Hukum

Pertama adalah NII Fillah yang merapat kepada rezim Orde Baru dan dibina oleh tokoh intelijen Ali Moertopo.

Kelompok NII Fillah digunakan oleh Orde Baru untuk melakukan kampanye anti-komunisme dan merebut suara umat Islam buat mendukung pemerintah dalam setiap pemilihan umum.

Sedangkan kelompok NII Sabilillah masih berupaya melanjutkan pemikiran Kartosuwiryo dengan mengupayakan mendirikan negara Islam.

Kelompok NII Sabilillah kemudian berkembang menjadi 9 faksi atau komandemen wilayah (KW) yang Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, Kalimantan, Sulawesi, Aceh, Lampung, dan Jakarta.

Di antara faksi NII Sabilillah, faksi NII KW9 yang dipimpin Panji Gumilang disebut menyimpang jauh dari misi dan falsafah awal gerakan NII.

Baca juga: Moeldoko Ungkap Saat Kunjungi Ponpes Al Zaytun Nilai Kebangsaan dan Pancasila Selalu Dibicarakan

Kelompok itu disebut memperbolehkan anggota tidak salat, serta melakukan hal yang dilarang agama dengan membayar sejumlah uang sebagai hukuman pengganti.

Bahkan orang-orang yang terpapar doktrin NII KW9 disebut-sebut diperbolehkan melawan orang tua, mencuri, atau pun meninggalkan salat.

Tak hanya itu, para anggotanya pun diwajibkan membayar iuran bulanan dalam jumlah ratusan ribu hingga jutaan rupiah.

Akibatnya, tak jarang para anggota yang kebanyakan mahasiswa, harus berutang ke sana ke mari atau bahkan mencuri demi tuntutan membayar iuran itu.

Doktrin itu juga diyakini merusak ikatan kekeluargaan dan sosial kemasyarakatan antara sesama umat Islam.

Baca juga: Usut Dugaan Penistaan Agama, Polri Akan Panggil Saksi dari Kemenag, MUI, dan Pengurus Ponpes Al Zaytun

 

Kampus dan baiat

Seorang mantan aktivis NII, Imam Sukanto, sempat membagikan pengalamannya berkecimpung dengan kelompok itu antara 1996 sampai 2001.

Sukanto mengatakan, cita-cita NII masih tetap sama yakni mendirikan negara Islam.

Dia mengatakan, NII bermetamorfosis beberapa kali di bawah kepemimpinan Adah Djaelani dan Ajengan Masduki. Adah Djaelani membentuk KW 8 di Lampung dan KW 9 di Jakarta, Bekasi, Tangerang, dan Banten.

Pada 1996 Adah Djaelani menyerahkan posisi imam kepada Abu Toto alias Panji Gumilang.

Ini mendapat tentangan dari KW lain karena ajaran NII yang diusung Panji Gumilang dianggap salah. Sejak itu, untuk membedakan dengan KW lain, kelompok yang dipimpin Panji Gumilang disebut NII KW 9.

Baca juga: Bantah Jadi Beking Al Zaytun, Moeldoko: Emang Preman?

NII KW 9 memiliki program sendiri. Pada 2005-2009 targetnya mewujudkan hukum Islam yang berlaku secara de jure dan de facto di wilayah.

Struktur NII KW 9 ialah negara, lengkap dengan majelis permusyawaratan rakyat, presiden, dan menteri. NII KW 9 memiliki program teritorial yang tugas utamanya mengumpulkan orang dan dana. Setiap struktur memiliki kode.

Ada dua akar NII, yaitu perekrutan dan pengumpulan dana. Prinsipnya, untuk hijrah dari posisi sebagai warga negara Indonesia menjadi warga NII harus ada sedekah untuk mencuci diri.

Ada berbagai macam alur perekrutan. Untuk mahasiswa, didekati dengan mahasiswa lain yang mulai dengan idealisme tentang kebesaran sejarah ilmu Islam.

Pada prinsipya, kata Sukanto, mahasiswa ini diisolasi pergaulannya sehingga mudah diindoktrinasi.

Baca juga: Moeldoko Akui Dua Kali ke Ponpes Al Zaytun, Diundang Beri Ceramah Kebangsaan

"Kalau sudah dibaiat, bisa setiap hari ditelepon pada jam 22.00-03.00," kata Sukanto seperti dikutip dari surat kabar Kompas edisi 9 Mei 2011.

Sukanto mengatakan, NII kerap mencari "mangsa" di kalangan kampus. Harapannya supaya para mahasiswa itu bisa mempengaruhi rekan-rekannya yang masih dalam fase mencari jati diri, serta merekrut anggota baru di kalangan kampus atau bahkan ketika sudah memasuki dunia profesional.

Cara perekrutan yang dilakukan pun beragam. Mulai dari diskusi, pelatihan, hingga memberikan kursus gratis di kalangan mahasiswa.

Buat bisa bergabung menjadi warga NII, seseorang harus melalui 4 tahap perekrutan yang disebut pencorakan. Tahapan itu adalah P1 hingga P4. Setelah itu setiap calon anggota juga wajib melalui tiga tahap baiat atau sumpah setia.

Baca juga: Polemik Al Zaytun Ditangani Pemerintah Pusat, Ridwan Kamil: Tugas Tim Investigasi Selesai

Sukanto mengatakan, orang yang sudah dibaiat dan resmi menjadi anggota NII KW 9 kemudian akan dikenakan kewajiban iuran untuk pendanaan.

Jenisnya mulai dari infak yang jumlahnya bervariasi per bulan, uang fiskal kalau melintasi wilayah, sampai denda kalau merokok.

Setiap anggota NII yang melakukan "dosa" harus mendaftarkan kesalahannya dan mengakuinya kepada mahkamah.

"Misalnya, kita mengaku 4 hari yang lalu merokok dua batang dan 2 hari yang lalu memegang rambut seorang perempuan 100 kali," kata Sukanto.

Sukanto melanjutkan, buat membayar kewajiban iuran itu para anggota NII melakukan berbagai modus yang dikerjakan mandiri atau bersama.

Baca juga: Polemik Ponpes Al Zaytun Masih Didalami, Jokowi Minta Publik Sabar

Contohnya mulai dari menghilangkan laptop teman sampai membuat proposal palsu dengan cap kampus palsu.

Menurut Sukanto, praktik pengumpulan dana itu diduga juga dipraktikkan oleh Panji Gumilang secara langsung.

Dia mencontohkan pada perayaan 1 Muharam 2008, jemaah dari seluruh Indonesia datang dan diminta melempar jumrah. Dalam waktu 1 jam, terkumpul sekitar Rp 4 miliar.

Namun demikian, Panji Gumilang membantah tudingan itu.

"Soal NII yang diributkan akhir-akhir ini, sebenarnya barangnya sudah tidak ada. NII sudah mati. Dalam sejarahnya, memang ada NII yang diproklamasikan tahun 1949 dan diperjuangkan sampai 1962. Setelah itu NII selesai. Bahkan, pendirinya sudah menganjurkan pengikutnya agar kembali ke bumi pertiwi Indonesia," kata Panji saat itu.

Baca juga: Kabareskrim: Dugaan Penistaan Agama di Ponpes Al Zaytun Akan Didalami

Temuan MUI

Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) Bidang Hukum dan HAM Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat Ichsan Abdullah menyatakan, Pondok Pesantren Al Zaytun terafiliasi gerakan Negara Islam Indonesia (NII).

Kesimpulan ini sudah disampaikan MUI pada 11 tahun lalu dalam laporan hasil penelitian yang dilakukan di tahun 2002.

"Hasil penelitian MUI sudah jelas bahwa itu (Al Zaytun) terindikasi atau terafiliasi dengan gerakan NII. Sudah sangat jelas," ujar Ichsan saat ditemui di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Rabu (21/6/2023).

Ichsan mengatakan, afiliasi tersebut bisa dilihat dari pola rekrutmen yang dilakukan Al Zaytun dari segi penghimpunan dan penarikan dana yang dilakukan ke anggota dan masyarakat.

Baca juga: Daftar Pejabat yang Pernah Sambangi Ponpes Al Zaytun

"Tidak terbantahkan, artinya penelitian MUI tahun 2002 itu sangat valid, dia (Al Zaytun) adalah penyimpangan dalam paham keagamaan, kemudian dari paham kenegaraan dia terafiliasi dengan gerakan NII," tutur dia.

Ichsan juga menilai, pemerintah wajib mengambil andil terkait penyimpangan paham kenegaraan Al Zaytun.

"Maka pemerintah dan MUI sangat ideal dalam rangka membenahi kembali Al Zaytun agar tidak lagi terpapar sebagai bibit radikal yang menjadi bom waktu bagi negara nanti," ujar Ichsan.

(Penulis : Singgih Wiryono | Editor : Icha Rastika)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Kementan Rutin Kirim Durian Musang King, SYL: Keluarga Saya Tak Suka, Demi Allah

Nasional
Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Jokowi-Puan Bertemu di WWF 2024, Pengamat: Tidak Akan Buat Megawati Oleng

Nasional
56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

56.750 Jemaah Haji Tiba di Madinah, 6 Orang Dikabarkan Wafat

Nasional
Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

Ingatkan Soal Kuota Haji Tambahan, Anggota DPR: Jangan Sampai Dipanggil KPK

Nasional
Laporkan Dewas ke Polisi, Nurul Ghufron Sebut Sejumlah Pegawai KPK Sudah Dimintai Keterangan

Laporkan Dewas ke Polisi, Nurul Ghufron Sebut Sejumlah Pegawai KPK Sudah Dimintai Keterangan

Nasional
Buka Forum Parlemen WWF Ke-10, Puan: Kelangkaan Air Perlebar Ketimpangan

Buka Forum Parlemen WWF Ke-10, Puan: Kelangkaan Air Perlebar Ketimpangan

Nasional
Lemhannas Kaji Dampak Meninggalnya Presiden Iran dalam Kecelakaan Helikopter

Lemhannas Kaji Dampak Meninggalnya Presiden Iran dalam Kecelakaan Helikopter

Nasional
Emil Dardak Sindir Batas Usia yang Halangi Anak Muda Maju saat Pemilu

Emil Dardak Sindir Batas Usia yang Halangi Anak Muda Maju saat Pemilu

Nasional
Masyarakat Sipil Minta DPR Batalkan Pembahasan Revisi UU TNI karena Bahayakan Demokrasi

Masyarakat Sipil Minta DPR Batalkan Pembahasan Revisi UU TNI karena Bahayakan Demokrasi

Nasional
Aksi Cepat Tanggap Kementerian KP Bantu Korban Banjir Bandang dan Longsor di Sumbar

Aksi Cepat Tanggap Kementerian KP Bantu Korban Banjir Bandang dan Longsor di Sumbar

Nasional
Bertemu PBB di Bali, Jokowi Tegaskan Akar Konflik Palestina-Israel Harus Diselesaikan

Bertemu PBB di Bali, Jokowi Tegaskan Akar Konflik Palestina-Israel Harus Diselesaikan

Nasional
Lemhannas: Transisi Kepemimpinan Jokowi ke Prabowo Relatif Mulus, Tak Akan Ada Gejolak

Lemhannas: Transisi Kepemimpinan Jokowi ke Prabowo Relatif Mulus, Tak Akan Ada Gejolak

Nasional
Jokowi Sampaikan Dukacita atas Meninggalnya Presiden Iran

Jokowi Sampaikan Dukacita atas Meninggalnya Presiden Iran

Nasional
Laporkan Dewas KPK yang Berusia Lanjut ke Bareskrim, Nurul Ghufron Tak Khawatir Dicap Negatif

Laporkan Dewas KPK yang Berusia Lanjut ke Bareskrim, Nurul Ghufron Tak Khawatir Dicap Negatif

Nasional
Bertemu Presiden Fiji di Bali, Jokowi Ajak Jaga Perdamaian di Kawasan Pasifik

Bertemu Presiden Fiji di Bali, Jokowi Ajak Jaga Perdamaian di Kawasan Pasifik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com