JAKARTA, KOMPAS.com - Tim Percepatan Reformasi Hukum diragukan dapat bekerja dengan efektif merumuskan kebijakan perbaikan di sektor hukum hanya dalam waktu enam bulan.
Berdasarkan data survei Litbang Kompas pada 19-21 Juni 2023, kesangsian itu tecermin dari tanggapan 41,7 responden. Jumlah ini nyaris mencapai setengah dari keseluruhan responden.
“Publik merasa tugas berat membenahi karut-marut hukum ini akan sulit dikerjakan dalam waktu singkat,” kata peneliti Litbang Kompas, Gianie, sebagaimana dikutip dari Kompas.id, Senin (26/5/2023).
Tim Percepatan Reformasi Hukum dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Nomor 63 Tahun 2023.
Baca juga: Menunggu Gebrakan Tim Reformasi Hukum
Diarahkan oleh Menko Polhukam Mahfud MD, Tim Percepatan Reformasi Hukum ini hanya memiliki waktu untuk bekerja hingga 31 Desember 2023.
Masa tugas mereka bisa diperpanjang jika memang dibutuhkan.
Meski diragukan bisa bekerja efektif dalam waktu yang singkat, mayoritas responden merespons pembentukan tim ini dengan positif. Pembentukan tim ini dinilai tepat.
“Hal itu disampaikan oleh 70,1 persen responden. Reformasi hukum harus selalu digulirkan,” ujar Gianie.
Baca juga: Mahfud: Kerja Tim Percepatan Reformasi Hukum sampai 31 Desember 2023
Adapun, Tim Percepatan Reformasi Hukum ini diketuai Deputi Bidang Koordinasi Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Kemenko Polhukam secaa ex officio.
Kemudian, wakil ketua tim diisi oleh mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif.
Tim yang diarahkan Mahfud ini terbagi menjadi empat kelompok kerja yakni, Tim Reformasi Lembaga Peradilan dan Penegakan Hukum, Reformasi Sektor Peraturan Perundang-undangan.
Kemudian, Reformasi Hukum Sektor Agraria dan Sumber Daya Alam serta Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi.
Menurut Gianie, responden menilai situasi kinerja pencegahan dan pemberantasan korupsi paling buruk di antara tiga kluster lainnya.
Sebanyak 40,9 persen responden memandang, kinerja pencegahan dan pemberantasan korupsi leh pemerintah kondisinya buruk an semakin buruk.
Sementara, penilaian negatif pada tiga kluster lainnya cenderung lebih rendah yakni sekitar 17-30 persen.