JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Indonesia Memanggil (IM) 57+ Institute, M Praswad Nugraha menilai, Dewan Pengawas (Dewas) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tumpul dalam menghadapi dugaan pelanggaran etik Ketua KPK Firli Bahuri.
Terakhir, kesimpulan Dewas soal dugaan kebocoran informasi penyelidikan di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang menguatkan anggapan tersebut.
Terkait kasus ini, Dewas menyimpulkan tidak cukup bukti untuk melanjutkan dugaan pelanggaran etik Firli ini ke sidang Dewas.
“Dugaan kami benar, untuk kesekian kalinya terbukti Dewas KPK seakan tumpul ketika berhadapan dengan perkara dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Firli Bahuri,” kata Praswad dalam keterangan tertulisnya kepada Kompas.com, Selasa (20/6/2023).
Baca juga: Kapolda Metro Buka Kemungkinan Periksa Firli soal Kebocoran Dokumen KPK
Mantan penyidik KPK itu mengaku tidak terkejut Dewas menyatakan dugaan pelanggaran etik Firli tidak cukup bukti.
Menurut dia, sejak awal, saat masyarakat sipil dan sejumlah mantan pimpinan KPK mendatangi Kantor Dewas untuk membuat laporan, mereka justru sibuk meyakinkan para pelapor bahwa kewenangannya terbatas.
“Di sisi lain, Dewas lebih menyoroti pelanggaran etik di Rutan KPK yang dilakukan oleh oknum di level staf atau pegawai di KPK,” ujar Praswad.
Adapun dugaan pelanggaran etik di rutan yang dimaksud yakni pungutan liar (pungli) yang mencapai Rp 4 miliar dalam kurun waktu setahun.
Praswad menyatakan, IM 57+ Institute, wadah mantan pegawai KPK yang dipecat karena tidak dinyatakan tidak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) mendukung pengusutan dugaan tindak pidana pungli di rutan.
Baca juga: Kala Dewas KPK Cetak Hattrick Nyatakan Firli Bahuri Tak Langgar Etik
Pungli itu diduga dilakukan oknum di tingkat staf atau pegawai KPK.
Namun demikian, ia menyayangkan Dewas tidak bersikap seperti itu saat mengusut dugaan pelanggaran etik pimpinan KPK.
“Maka wajar publik bertanya keseriusan Dewas dalam memproses penegakan etik,” ujar Praswad.
“Sekali lagi dipertontonkan secara terbuka pembuktian adagium ‘hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas’ di Gedung Merah Putih KPK,” kata dia.
Lebih lanjut, kata Praswad, kondisi Dewas ini menjadi mirip dengan KPK, yakni tidak menyasar korupsi yang dilakukan aktor strategis atau ‘pejabat tinggi’ seperti pimpinan depeartemen dan lembaga di tngkat nasional.
Ia juga memandang, kondisi ini mengakibatkan publik berhenti berharap kepada KPK dan Dewas.