Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Pascal Wilmar Yehezkiel
Pemerhati Hukum

Mahasiswa Magister Hukum Kenegaraan FH UGM

Pilihan Sistem Pemilu dan Upaya Merawat Demokrasi Elite

Kompas.com - 13/06/2023, 05:43 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

MEMBAHAS mengenai sistem pemilihan umum merupakan diskursus yang tidak bisa dilepaskan dengan eksistensi partai politik sebagai peserta pemilihan umum legislatif sebagaimana yang ditetapkan dalam konstitusi.

Oleh sebab itu, kualitas demokrasi internal partai politik akan menentukan pelaksanaan pemilihan umum, apakah dapat mewujudkan suatu demokrasi politik secara substantif atau sebaliknya.

Allen Hicken menyebutkan, keberadaan partai politik menentukan sehat tidaknya kualitas representasi/perwakilan.

Sejalan dengan itu, Djayadi Hanan (2021) menekankan bahwa ketika partai politik bermasalah, maka akan menjadi hulu persoalan terhadap buruknya kualitas demokrasi dan pemerintahan.

Sistem pemilu merupakan metode untuk mengonversi suara yang didapat oleh peserta pemilu menjadi perolehan kursi di parlemen ataupun eksekutif.

Karena posisinya yang sangat strategis, pada saat pembahasan rancangan undang-undang pemilu di parlemen, sejumlah politisi berseloroh bahwa pengaturan soal sistem pemilu adalah soal hidup mati mereka dan partai politik tempat mereka bernaung (Titi Anggraini, 2023).

Tarik menarik kepentingan pragmatis-elitis parpol dalam penentuan kebijakan sistem pemilihan umum, merupakan konsekuensi logis dari realitas buruk internalisasi partai politik Indonesia saat ini yang di bawah kendali oligarki.

Praktik oligarkis parpol dapat dibuktikan dengan perlakuan istimewa (privilege) keluarga pimpinan parpol, baik dalam struktur internal parpol maupun pemerintahan seperti yang terjadi di PDIP, Golkar, Demokrat, Nasdem, Gerindra, Perindo, PAN dan lainnya.

Kemudian, nuansa oligarkis kedua, yakni perilaku koruptif partai politik, sebagaimana hasil temuan Transparency International Indonesia (2021) bahwa lembaga DPR RI yang berasal dari partai politik merupakan lembaga terkorup di Indonesia.

Hasil survei menunjukan sebanyak 51 persen responden mempersepsikan DPR RI sebagai lembaga terkorup diikuti pejabat pemerintah daerah 48 persen, kepolisian 33 persen, pebisnis 25 persen, pengadilan/hakim 24 persen, presiden/menteri 20 persen, LSM 19 persen, TNI 8 persen, pemuka agama 7 persen.

Nuansa oligarkis dalam internal partai politik disebabkan faktor kepemimpinan (leadership) yang pada umumnya masih mengedepankan semangat personifikasi, eksklusivisme, dan elitisme.

Kemunculan figur atau kelompok yang memiliki modalitas politik terkait faktor historis atau finansial atau keduanya kerap menjadi inner cirle yang sulit terbantahkan.

Selain itu beberapa partai dalam aturan mainnya yang ditetapkan dalam AD/ART juga memberikan peluang sentralisasi kekuasaan kepada figur atau kelompok tertentu dalam internal partai (Firman Noor,2021).

Pendidikan kader yang hanya dijadikan agenda formalitas membuat regenerasi kepemimpinan partai tidak objektif karena kultur dinasti politik dan oligarkis daripada menyiapkan kader yang ideologis dan berkualitas.

Implikasinya, kehidupan demokrasi internal tidak berkembang dan proses penentuan kebijakan internal ditentukan oleh segelintir elite saja.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Nasional
Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Nasional
Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Nasional
Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Nasional
PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

Nasional
KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

Nasional
Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Nasional
Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Nasional
Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Nasional
Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Nasional
Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Disambut Hatta Rajasa, Prabowo Hadiri Rakornas Pilkada PAN

Nasional
Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Tambah Dua Tanker Gas Raksasa, Pertamina International Shipping Jadi Top Tier Pengangkut LPG Asia Tenggara

Nasional
Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan 'Food Estate'

Jaksa KPK Diminta Hadirkan Auditor BPK yang Diduga Terima Suap Terkait Temuan "Food Estate"

Nasional
Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Kakorlantas Minta Personel Pengamanan WWF di Bali Jaga Etika

Nasional
KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

KPU Pastikan Verifikasi Data Dukungan Calon Perseorangan Pilkada 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com