JAKARTA, KOMPAS.com - Kasus kekerasan seksual yang melibatkan anak berusia 16 tahun berinisial RO dengan 11 pria termasuk kepala desa, guru sekolah dasar, hingga anggota Brimob di Kabupaten Parigi Mountong, Sulawesi Tengah, menemui titik baru.
Terkini, Kepolisian daerah (Polda) Sulawesi Tengah menyebut kasus tersebut bukan kasus pemerkosaan, melainkan kasus persetubuhan di bawah umur. Polisi menggunakan dalih persetujuan karena adanya iming-iming atau hubungan bersifat transaksional.
Adapun kasus terungkap setelah korban yang masih remaja melapor ke Polres Parigi Moutong pada Januari 2023. Saat melapor, RO didampingi oleh ibu kandungnya.
Korban melapor ke setelah mengalami sakit pada bagian perut. Korban juga menyampaikan tindakan para tersangka dilakukan di tempat yang berbeda-beda selama 10 bulan.
Baca juga: Pakar Sebut Persetubuhan ABG di Sulteng Pemerkosaan, Singgung Pola Relasi
Sementara itu, pernyataan bahwa kasus ini adalah kasus persetubuhan di bawah umur dinyatakan langsung oleh Kapolda Sulteng Irjen Pol Agus Nugroho.
"Ini bukan kasus pemerkosaan, tetapi kasus persetubuhan anak di bawah umur," kata Kapolda Sulteng Irjen Pol Agus Nugroho, dikutip dari Antara.
Kesimpulan polisi lantas dikritik banyak pihak. Para pemerhati anak hingga pakar menilai kesimpulan ini "blunder" lantaran korbannya merupakan anak yang sangat rentan dieksploitasi.
Mereka ramai-ramai bersuara mengkritik kesimpulan yang diumumkan kepolisian atas kasus kekerasan seksual ini.
Kritik atas pernyataan polisi disampaikan oleh Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fickar Hadjar. Ia menyentil Kapolda Sulteng kurang piknik, lantaran memberikan statement yang tidak tepat.
Sebagai aparat penegak hukum, polisi seharusnya melengkapi pengetahuannya dengan ilmu penunjang lain, seperti sosiologi dan antropologi.
Dengan begitu, polisi akan memiliki banyak perspektif saat memeriksa kasus yang sama dengan kasus-kasus ini.
"Ya betul (pemerkosaan). Pak kapolda 'kurang piknik'," ujar Fickar saat dimintai konfirmasi, Jumat (2/6/2023).
Fickar menekankan kasus yang melibatkan anak di bawah umur tetap kasus pemerkosaan. Pasalnya di sini terjadi pola relasi yang tidak seimbang antara korban dengan pelaku.
Tidak mungkin tidak ada paksaan kepada korban. Meski bukan dalam bentuk fisik, bisa jadi paksaan yang diberikan menyerang psikis.
Baca juga: Ahli Sebut Para Pelaku Pemerkosaan ABG di Sulteng Bisa Dihukum Mati
Korban yang merupakan anak di bawah umur dan tanpa dampingan orang tua, belum dewasa dan belum mampu mengukur untung rugi atas apa yang dikerjakan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.