Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Fahri Hamzah, Manusia Kampung dari NTB di Tengah Gerakan Reformasi Mei 1998

Kompas.com - 24/05/2023, 09:35 WIB
Singgih Wiryono,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ada yang jarang diketahui tentang Fahri Hamzah dan peristiwa reformasi 1998. Kata Fahri, meski peristiwa itu sudah berlalu seperempat abad, tapi tidak banyak yang tahu "nyali" yang berapi-api dari dalam dirinya berasal dari sebuah kampung di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

"Itu orang yang mungkin jarang tahu tentang saya, bahwa kita ini kalau dibilang orang kampung, kampungnya itu kampung beneran. Bukan kampung kota, kampung betul-kampung kampung, kampung yang jauh dari kota, bahkan tidak ada kota di Pulau Sumbawa saat itu, yang ada kabupaten," kata Fahri dalam wawancara khusus bersama Kompas.com di Taliwang Heritage, Depok, Jawa Barat, Rabu (17/5/2023).

Fahri berasal dari Kecamatan Utan, Sumbawa, pulau terbesar di Provinsi Nusa Tenggara Barat. Tapi layaknya daerah timur di masa orde baru, NTB "begitu-begitu saja" di masa muda Fahri.

Niatnya merantau ke pusat kota pun sebenarnya bukan Jakarta. Tujuan utamanya adalah Bandung, Intitut Teknologi Bandung adalah kampus impiannya.

Baca juga: Naskah Pidato 21 Mei 1998, Yusril Ungkap Alasan Soeharto Pilih “Berhenti” ketimbang “Mundur”

"Nah, ingin kuliah di Bandung, karena saya mengidolakan ITB terutama karena saya suka membaca buku-buku terbitan dari Pustaka Salman di Bandung, sejak SMA saya baca buku-buku mereka," imbuh dia.

Tapi sebagai anak pelosok, mimpi awalnya dibangun bukan langsung di tanah Jawa, dia merantau ke Pulau Lombok. Dia kemudian menjadi mahasiswa Universitas Mataram selama dua tahun sebelum akhirnya mencoba peruntungan di Jakarta.

Fahri Hamzah, saat masih menjadi aktivis mahasiswa 1998.Twitter Fahri Hamzah Fahri Hamzah, saat masih menjadi aktivis mahasiswa 1998.

Empat bulan menjalani bimbingan belajar, Fahri diterima di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Baca juga: Fransisca, Gadis Cilik Korban Pemerkosaan Mei 1998 dan Cerita yang Kian Terkubur

"Masuk UI itu kita minoritas benar-benar, yang namanya orang NTB di UI itu hampir enggak ada. Ada 1 di atas saya, ada 1 di bawah saya, enggak ada (yang lain)," imbuh dia.

Terbalik dengan kebiasaan orang-orang kota, Fahri justru bisa percaya diri karena merasa sendiri.

Ia mulai bertemu dengan tokoh-tokoh nasional berkat jaket almamater kuningnya. Nongkrong di rumah sastrawan WS Rendra adalah rutinitas, jadi santri Gus Dur (Abdurrahman Wahid) di Ciganjur juga dia lakoni, berguru pada Nurcholis Majid juga Fahri tekuni.

Baca juga: 25 Tahun Reformasi: Saat Soeharto Kembali dari Mesir, Jakarta seperti Lautan Api dari Atas Pesawat

Dari situ, Fahri membangun jaringan, mulai membentuk gerakan-gerakan mahasiswa Islam yang akhirnya menelurkan organisasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).

Saat reformasi, dia menjadi salah satu orator yang berapi-api, meminta Presiden Soeharto lengser dari kursi. Dari mana nyali itu muncul? Fahri menyebut nyalinya adalah nyali orang kampung.

Baca juga: Kisah Fahri Hamzah Minta Amien Rais Komandoi Aksi Mahasiswa, Soeharto Turun Jadi Harga Mati

"Kalo nyali ya nyali orang kampung, ya kan. Orang kampung hidup di alam. Prinsipnya kita selalu nggak merasa aman, kalau orang kota kan umumnya cari aman karena hidupnya di antara hutan-hutan beton, air conditioner dan sebagainya hahaha," kelakar Fahri.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang


Terkini Lainnya

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Biaya Ibadah Umrah dan Kurban SYL pun Hasil Memeras Pejabat Kementan

Nasional
SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

SYL Sebut Perjalanan Dinas Atas Perintah Presiden untuk Kepentingan 280 Juta Penduduk

Nasional
DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

DKPP Sebut Anggarannya Turun saat Kebanjiran Kasus Pelanggaran Etik

Nasional
Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Lima Direktorat di Kementan Patungan Rp 1 Miliar Bayari Umrah SYL

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik, Diprediksi Terus Bertambah Jelang Pilkada

Nasional
KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait 'Food Estate' Ke Kementan

KPK Bakal Usut Dugaan Oknum BPK Minta Rp 12 Miliar Terkait "Food Estate" Ke Kementan

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Sewa 'Private Jet' SYL Rp 1 Miliar

Pejabat Kementan Tanggung Sewa "Private Jet" SYL Rp 1 Miliar

Nasional
Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Pejabat Kementan Tanggung Kebutuhan SYL di Brasil, AS, dan Arab Saudi

Nasional
Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Gubernur Maluku Utara Akan Didakwa Terima Suap dan Gratifikasi Rp 106,2 Miliar

Nasional
MK Jadwalkan Putusan 'Dismissal' Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

MK Jadwalkan Putusan "Dismissal" Sengketa Pileg pada 21-22 Mei 2024

Nasional
Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Mahfud Ungkap Jumlah Kementerian Sudah Diminta Dipangkas Sejak 2019

Nasional
Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Tanggapi Ide Tambah Kementerian, Mahfud: Kolusinya Meluas, Rusak Negara

Nasional
[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

[POPULER NASIONAL] Perbandingan Jumlah Kementerian Masa Megawati sampai Jokowi | Indonesia Kecam Serangan Israel ke Rafah

Nasional
Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 12 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 11 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com