JAKARTA, KOMPAS.com - Telepon dan pager milik Ita Fatia Nadia tak henti-hentinya berbunyi di saat ibu kota Jakarta tengah dilanda kerusuhan pada Mei 1998. Kondisi ketika itu serba mencekam, gedung dan pertokoan dibakar dan dijarah.
Penyerangan terhadap kelompok etnis Tionghoa pun terjadi. Di antara kondisi yang serba kaos saat itu, Ita menerima kabar tak mengenakan. Ada seorang perempuan di kawasan Pluit, Jakarta Utara yang diperkosa di sebuah apartemen.
Tak beberapa lama kemudian, pager Ita kembali bergetar. Kali ini, informasi menyebutkan pemerkosaan ada di kawasan Glodok, Jakarta Barat. Korbannya, tiga orang perempuan Tionghoa.
Tak hanya dua itu, sore menjelang malam hari sekitar tanggal 14 Mei 1998, Ita yang kala itu menjabat sebagai salah satu petinggi lembaga pemerhati perempuan Kalyanamitra, tak henti-hentinya menerima kabar bahwa aksi pemerkosaan terjadi di sana-sini.
Baca juga: Cerita Kelam Tragedi 1998: Dering Telepon Tak Henti Berbunyi Terima Laporan Rudapaksa Massal
Masyarakat melaporkan dan meminta pertolongan kepada Ita dan teman-temannya.
Ita pun menyusuri satu per satu laporan yang diterimanya bersama teman-teman. Ada tiga orang perempuan dengan pakaian compang-camping dan muka ketakutan tampak dikerumuni sejumlah pria dekat pertokoan Glodok.
Ita di hari yang sama menemui seorang "Pak Haji" yang menyelamatkan perempuan Tionghoa. Perempuan itu juga telah diperkosa oleh orang tak dikenal.
Banyak sekali cerita pilu yang ditemukan Ita di hari-hari setelah itu. Ita menyaksikan dengan matanya sendiri betapa kerusuhan telah menggelapkan mata hati manusia.
Baca juga: Trauma Maria Sanu akibat Kerusuhan Mei 1998, Menangis Setiap Kali Lewat Mal Klender...
Dia melihat perempuan-perempuan Tionghoa tak hanya diperkosa tetapi juga dianiaya bahkan alat kelaminnya sengaja dirusak oleh pelaku.
Dari sekian banyak laporan pemerkosaan massal yang diterima Ita, ada satu cerita yang disebutnya masih terus melekat dalam ingatan.
Kepada Kompas.com, Ita bercerita akan sosok Fransisca, gadis cilik berusia 11 tahun yang turut menjadi korban pemerkosaan pada Mei 1998.
Pada 14 Mei 1998 malam, Ita mendapat telepon. Dia diminta segera mendatangi klinik, ada seorang anak perempuan yang menjadi korban pemerkosaan di kawasan Kota Lama, Tangerang. Di sanalah dia melihat Fransisca pertama kali.
"Kakak dan ibunya telah lebih dulu meninggal karena kasus yang sama. Ibunya diperkosa, kakaknya juga diperkosa hingga meninggal, tersisa Fransisca, dia diperkosa tapi masih bertahan hidup," kenang Ita.
Saat ditemui, Ita melihat seorang gadis cilik yang cantik. Namun, kondisi Fransisca saat itu memprihatinkan. Dia mengalami pendarahan hebat di kemaluannya.
Baca juga: 25 Tahun Reformasi: Kisah Mahasiswa Kedokteran UKI Ubah Identitas Pasien untuk Kelabui Intel
"Saya datang di sebuah klinik, anak ini masih kecil, cantik. Tapi bleeding (pendaharan) sudah enggak karuan. Jadi dia diperkosa dengan sebuah botol, dan kemudian dipecahkan di dalam," kata Ita dalam wawancara melalui daring, Rabu (17/5/2023) malam.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.