Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kesaksian Ngalimun Saat Glodok Porak-poranda Dibakar Massa pada Kerusuhan 1998

Kompas.com - 19/05/2023, 07:31 WIB
Miska Ithra Syahirah,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

Ketika para perusuh melempar batu ke ruko yang ia maksud, Ngalimun bersama temannya berada di dekat ruko tersebut. Tak sengaja, entah siapa pelempar batu tersebut, betis kaki kirinya terkena pantulan batu dengan sangat keras.

"Oh waktu itu pas saya sama temen saya, waktu itu timpuk-timpukan ya, nimpuk (ruko) ini. Enggak kena karena ada anak kecil kayaknya. Terus kena saya, batu mental, kena saya," katanya sambil menunjuk betis kirinya.

Sudah 25 tahun tragedi kelam itu berlalu, Ngalimun menyebut masih banyak para pedagang dengan etnis Tionghoa, yang dulu menjadi korban penjarahan dan amukan massa, saat ini masih menjual barang dan jasanya di kawasan Glodok.

"Tuh, sebelah situ berderet semua tuh yang pedagang lama. Jualan lagi," katanya seraya menunjuk deretan ruko yang dimaksud.

Tetangga bantu lindungi etnis Tionghoa

Mengingat tragedi mengerikan itu, Ngalimun mengaku sangat bersyukur karena ia dan keluarganya diberikan rasa aman. Jelambar yang bertempat di Jakarta Barat menjadi lokasi rumahnya saat itu. Ia juga bertetangga dan berdampingan dengan masyarakat keturunan Tionghoa.

Saat kerusuhan, warga pribumi tempat ia tinggal berbondong-bondong membantu mereka yang terancam. Namun memang, daerah Jelambar tidak menjadi pusat kerusuhan karena sasaran amukan massa saat itu ialah pertokoan yang dimiliki oleh etnis Tionghoa.

"Jadi enggak usah minta bantuan, tetangga-tetangga sudah pada saling bantu, ngelindungin. Tapi kebetulan kalau di wilayah permukiman enggak ada kerusuhan. Justru kan targetnya pertokoan ini," katanya.

Perlu diketahui, pada tanggal 13 Mei hingga 15 Mei 1998, terjadi kerusuhan di Jakarta yang dikenal dengan Kerusuhan Mei 1998.

Gapura China Town Jakarta di Kawasan Glodok Pancoran, Tamansari, Jakarta Barat.Kompas.com/MITA AMALIA HAPSARI Gapura China Town Jakarta di Kawasan Glodok Pancoran, Tamansari, Jakarta Barat.

Penyebab pertama yang memicu terjadinya Kerusuhan Mei 1998 adalah krisis finansial Asia yang terjadi sejak tahun 1997.

Saat itu, banyak perusahaan yang bangkrut, jutaan orang dipecat, 16 bank dilikuidasi, dan berbagai proyek besar juga dihentikan.

Krisis ekonomi yang tengah terjadi kemudian memicu rangkaian aksi unjuk rasa di sejumlah wilayah di Indonesia.

Dalam unjuk rasa tersebut, ada empat korban jiwa yang tewas tertembak. Mereka adalah mahasiswa Universitas Trisakti.

Tewasnya keempat mahasiswa tersebut pun menambah kemarahan masyarakat yang saat itu sudah terbebani dengan krisis ekonomi.

Aksi tersebut menyebar dengan kerusuhan yang terjadi di kota-kota lainnya dan menyebabkan penjarahan dan pembakaran.

Seminggu setelah aksi itu tak kunjung berhenti, tepatnya 21 Mei 1998, Presiden Soeharto memutuskan untuk mengundurkan diri dan mengalihkan kekuasaan kepada Wakil Presiden saat itu, BJ Habibie.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang


Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com