Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pilot Susi Air Belum Juga Dibebaskan, Kini KKB Sandera 4 Pekerja BTS

Kompas.com - 14/05/2023, 09:39 WIB
Nirmala Maulana Achmad,
Icha Rastika

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Kelompok kriminal bersenjata atau KKB menyandera empat pekerja base transceiver station (BTS) atau menara telekomunikasi Bakti Kominfo di Distrik Okbab, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, Jumat (12/5/2023).

Para pekerja BTS itu berasal dari PT Inti Bangun Sejahtera (PT IBS).

Penyanderaan oleh KKB terjadi lagi di saat kasus penyanderaan pilot Susi Air, Philips Mark Methrtens belum selesai.

Philips yang merupakan warga Selandia Baru itu disandera KKB pimpinan Egianus Kogoya setelah pesawat yang dipilotinya dibakar di Bandara Paro, Nduga, Papua Pegunungan, pada 7 Februari 2023.

Baca juga: 1 Korban Penyerangan dan Penyanderaan KKB di Pegunungan Bintang Dievakuasi ke Jayapura

Saat itu, pesawat tersebut mengangkut lima penumpang yang merupakan orang asli Papua (OAP). Philips dan kelima OAP disebut sempat melarikan diri ke arah yang berbeda.

Kelima OAP telah kembali ke rumah masing-masing. Sementara itu, Philips masih disandera hingga saat ini.

Kronologi penyanderaan pekerja BTS

Kepala Bidang Humas Polda Papua Komisaris Besar (Kombes) Ignatius Benny Ady Prabowo menyampaikan, penyanderaan bermula ketika enam pekerja BTS yang dipimpin oleh Kepala Dinas Informasi dan Komunikasi Kabupaten Pegunungan Bintang Alverus Sanuari berangkat dari Oksibil menuju Distrik Okbab menggunakan pesawat Elang Air pada Jumat (12/5/2023), pukul 08.30 WIT.

Saat tiba di Lapangan Terbang Okbab, rombongan itu langsung diadang lima orang yang mengaku sebagai anggota KKB.

"Kelompok tersebut menggunakan senjata tajam, seperti parang dan melakukan kekerasan fisik terhadap tiga orang pekerja," ujar Benny melalui keterangan tertulis, Sabtu (13/5/2023).

KKB lalu melepaskan Alverus Sanuari dan salah satu korban luka bernama Benyamin Sembiring untuk kembali ke Distrik Oksibil.

Baca juga: Sandera 4 Pekerja BTS di Papua, KKB Minta Tebusan Rp 500 Juta

Alverus dan Benyamin tiba di Bandara Oksibil pukul 11.00 WIT dan langsung dilarikan ke RS Oksibil untuk mendapatkan perawatan medis.

"Namun, hingga saat ini, masih terdapat empat orang yang disandera oleh kelompok tersebut. Dua di antaranya mengalami luka akibat penganiayaan," kata Benny.

Adapun pekerja yang masih disandera oleh KKB, antara lain Asmar (staf PT IBS) yang mengalamii luka di bahu kanan, Peas Kulka (staf Distrik Okbab), Senus Lepitalem (pemuda dari Distrik Borme) dan Fery (staf PT IBS) yang mengalami luka di bahu kiri.

Benny mengatakan, berdasarkan keterangan dari saksi yang sudah berada di Oksibil, KKB meminta tebusan sejumlah uang agar empat korban dibebaskan.

"Diketahui KKB mengajukan tuntutan tebusan sebesar Rp 500 juta sebagai syarat pembebasan para sandera. Tuntutan ini menjadi perhatian serius bagi pihak berwenang dan langkah-langkah sedang diambil untuk menangani situasi ini dengan cepat dan mengamankan keselamatan para sandera," kata dia.

Menyandera tanpa senpi

Di sisi lain, Kepala Operasi Damai Cartenz 2023 Kombes Faizal Ramadhani mengatakan bahwa para penyandera tidak memegang senjata api (senpi) saat melancarkan aksi mereka.

Faizal menyebutkan, KKB menyerang serta mengancam menggunakan senjata tajam.

Baca juga: Kepala Operasi Cartenz: KKB Sandera 4 Pekerja BTS Tanpa Senjata Api

Ia mengaku belum mengetahui secara pasti apa yang diminta oleh para penyandera.

"Untuk detailnya, saya masih menunggu dari Kapolres Pegunungan Bintang," kata Faizal, Sabtu kemarin.

Indikasi kegagalan skenario keamanan di Papua

Sementara itu, Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan, kasus penyanderaan oleh KKB yang berulang ini menandakan gagalnya skenario keamanan di Papua.

“Berulangnya aksi penyanderaan mengindikasikan kegagalan aparat dan skenario keamanan di Papua,” kata Fahmi dalam keterangannya kepada Kompas.com, Sabtu (13/5/2023) petang.

Menurut Fahmi, pemerintah dan TNI-Polri harus mengevaluasi dan melakukan pembenahan secara cepat.

Hal ini terutama berkaitan dengan distribusi peran yang jelas dalam perbantuan TNI untuk tugas-tugas Polri.

“Polri saya kira perlu lebih fokus pada tugas utamanya yaitu melindungi masyarakat dan memelihara keamanan, selain menegakkan hukum,” kata Fahmi.

“Sementara TNI dalam kerangka OMSP (operasi militer selain perang) dan perbantuan untuk kepolisian di Papua, mestinya juga tetap tidak melupakan tugas pokoknya sebagai penjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah negara,” tutur Fahmi.

Fahmi mengatakan, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono seharusnya bisa lebih tegas dan selektif dalam menentukan personel dan pasukan yang akan ditugaskan di Papua.

“Misalnya yang menyangkut kesiapan mental dan fisik, tingkat capaian dalam latihan persiapan, hingga tingkat loyalitas maupun integritasnya,” kata dia.

Dengan demikian, ucap Fahmi, kegagalan operasi dan skenario akan sangat mungkin dihindari.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Galang Dukungan di Forum Parlemen WWF Ke-10, DPR Minta Israel Jangan Jadikan Air Sebagai Senjata Konflik

Galang Dukungan di Forum Parlemen WWF Ke-10, DPR Minta Israel Jangan Jadikan Air Sebagai Senjata Konflik

Nasional
Alasan PDI-P Tak Undang Jokowi Saat Rakernas: Yang Diundang yang Punya Spirit Demokrasi Hukum

Alasan PDI-P Tak Undang Jokowi Saat Rakernas: Yang Diundang yang Punya Spirit Demokrasi Hukum

Nasional
Waketum Golkar Kaget Bobby Gabung Gerindra, Ungkit Jadi Parpol Pertama yang Mau Usung di Pilkada

Waketum Golkar Kaget Bobby Gabung Gerindra, Ungkit Jadi Parpol Pertama yang Mau Usung di Pilkada

Nasional
Pj Ketum PBB Sebut Yusril Cocok Jadi Menko Polhukam di Kabinet Prabowo

Pj Ketum PBB Sebut Yusril Cocok Jadi Menko Polhukam di Kabinet Prabowo

Nasional
Penerbangan Haji Bermasalah, Kemenag Sebut Manajemen Garuda Indonesia Gagal

Penerbangan Haji Bermasalah, Kemenag Sebut Manajemen Garuda Indonesia Gagal

Nasional
DKPP Didesak Pecat Ketua KPU dengan Tidak Hormat

DKPP Didesak Pecat Ketua KPU dengan Tidak Hormat

Nasional
JK Nilai Negara Harus Punya Rencana Jangka Panjang sebagai Bentuk Kontrol Kekuasaan

JK Nilai Negara Harus Punya Rencana Jangka Panjang sebagai Bentuk Kontrol Kekuasaan

Nasional
JK Respons Jokowi yang Tak Diundang Rakernas: Kan Bukan Lagi Keluarga PDI-P

JK Respons Jokowi yang Tak Diundang Rakernas: Kan Bukan Lagi Keluarga PDI-P

Nasional
Istri hingga Cucu SYL Bakal Jadi Saksi di Persidangan Pekan Depan

Istri hingga Cucu SYL Bakal Jadi Saksi di Persidangan Pekan Depan

Nasional
KPK Akan Hadirkan Sahroni jadi Saksi Sidang SYL Pekan Depan

KPK Akan Hadirkan Sahroni jadi Saksi Sidang SYL Pekan Depan

Nasional
Projo Sarankan Jokowi Gabung Parpol yang Nasionalis Merakyat

Projo Sarankan Jokowi Gabung Parpol yang Nasionalis Merakyat

Nasional
Soal Potensi PAN Usung Anies di Jakarta, Zulhas: Kami kan Koalisi Indonesia Maju

Soal Potensi PAN Usung Anies di Jakarta, Zulhas: Kami kan Koalisi Indonesia Maju

Nasional
Sukanti 25 Tahun Kerja di Malaysia Demi Hajikan Ayah yang Tunanetra

Sukanti 25 Tahun Kerja di Malaysia Demi Hajikan Ayah yang Tunanetra

Nasional
Zulhas Sebut 3 Nama Kader untuk Pilkada DKI Jakarta, Ada Eko Patrio, Zita Anjani, dan Pasha Ungu

Zulhas Sebut 3 Nama Kader untuk Pilkada DKI Jakarta, Ada Eko Patrio, Zita Anjani, dan Pasha Ungu

Nasional
Biaya Kuliah Mahal, Wapres: Pemerintah Belum Bisa Tanggung Seluruhnya

Biaya Kuliah Mahal, Wapres: Pemerintah Belum Bisa Tanggung Seluruhnya

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com