JAKARTA, KOMPAS.com - Kelompok kriminal bersenjata atau KKB menyandera empat pekerja base transceiver station (BTS) atau menara telekomunikasi Bakti Kominfo di Distrik Okbab, Kabupaten Pegunungan Bintang, Papua, Jumat (12/5/2023).
Para pekerja BTS itu berasal dari PT Inti Bangun Sejahtera (PT IBS).
Penyanderaan oleh KKB terjadi lagi di saat kasus penyanderaan pilot Susi Air, Philips Mark Methrtens belum selesai.
Philips yang merupakan warga Selandia Baru itu disandera KKB pimpinan Egianus Kogoya setelah pesawat yang dipilotinya dibakar di Bandara Paro, Nduga, Papua Pegunungan, pada 7 Februari 2023.
Baca juga: 1 Korban Penyerangan dan Penyanderaan KKB di Pegunungan Bintang Dievakuasi ke Jayapura
Saat itu, pesawat tersebut mengangkut lima penumpang yang merupakan orang asli Papua (OAP). Philips dan kelima OAP disebut sempat melarikan diri ke arah yang berbeda.
Kelima OAP telah kembali ke rumah masing-masing. Sementara itu, Philips masih disandera hingga saat ini.
Kepala Bidang Humas Polda Papua Komisaris Besar (Kombes) Ignatius Benny Ady Prabowo menyampaikan, penyanderaan bermula ketika enam pekerja BTS yang dipimpin oleh Kepala Dinas Informasi dan Komunikasi Kabupaten Pegunungan Bintang Alverus Sanuari berangkat dari Oksibil menuju Distrik Okbab menggunakan pesawat Elang Air pada Jumat (12/5/2023), pukul 08.30 WIT.
Saat tiba di Lapangan Terbang Okbab, rombongan itu langsung diadang lima orang yang mengaku sebagai anggota KKB.
"Kelompok tersebut menggunakan senjata tajam, seperti parang dan melakukan kekerasan fisik terhadap tiga orang pekerja," ujar Benny melalui keterangan tertulis, Sabtu (13/5/2023).
KKB lalu melepaskan Alverus Sanuari dan salah satu korban luka bernama Benyamin Sembiring untuk kembali ke Distrik Oksibil.
Baca juga: Sandera 4 Pekerja BTS di Papua, KKB Minta Tebusan Rp 500 Juta
Alverus dan Benyamin tiba di Bandara Oksibil pukul 11.00 WIT dan langsung dilarikan ke RS Oksibil untuk mendapatkan perawatan medis.
"Namun, hingga saat ini, masih terdapat empat orang yang disandera oleh kelompok tersebut. Dua di antaranya mengalami luka akibat penganiayaan," kata Benny.
Adapun pekerja yang masih disandera oleh KKB, antara lain Asmar (staf PT IBS) yang mengalamii luka di bahu kanan, Peas Kulka (staf Distrik Okbab), Senus Lepitalem (pemuda dari Distrik Borme) dan Fery (staf PT IBS) yang mengalami luka di bahu kiri.
Benny mengatakan, berdasarkan keterangan dari saksi yang sudah berada di Oksibil, KKB meminta tebusan sejumlah uang agar empat korban dibebaskan.
"Diketahui KKB mengajukan tuntutan tebusan sebesar Rp 500 juta sebagai syarat pembebasan para sandera. Tuntutan ini menjadi perhatian serius bagi pihak berwenang dan langkah-langkah sedang diambil untuk menangani situasi ini dengan cepat dan mengamankan keselamatan para sandera," kata dia.
Di sisi lain, Kepala Operasi Damai Cartenz 2023 Kombes Faizal Ramadhani mengatakan bahwa para penyandera tidak memegang senjata api (senpi) saat melancarkan aksi mereka.
Faizal menyebutkan, KKB menyerang serta mengancam menggunakan senjata tajam.
Baca juga: Kepala Operasi Cartenz: KKB Sandera 4 Pekerja BTS Tanpa Senjata Api
Ia mengaku belum mengetahui secara pasti apa yang diminta oleh para penyandera.
"Untuk detailnya, saya masih menunggu dari Kapolres Pegunungan Bintang," kata Faizal, Sabtu kemarin.
Sementara itu, Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan, kasus penyanderaan oleh KKB yang berulang ini menandakan gagalnya skenario keamanan di Papua.
“Berulangnya aksi penyanderaan mengindikasikan kegagalan aparat dan skenario keamanan di Papua,” kata Fahmi dalam keterangannya kepada Kompas.com, Sabtu (13/5/2023) petang.
Menurut Fahmi, pemerintah dan TNI-Polri harus mengevaluasi dan melakukan pembenahan secara cepat.
Hal ini terutama berkaitan dengan distribusi peran yang jelas dalam perbantuan TNI untuk tugas-tugas Polri.
“Polri saya kira perlu lebih fokus pada tugas utamanya yaitu melindungi masyarakat dan memelihara keamanan, selain menegakkan hukum,” kata Fahmi.
“Sementara TNI dalam kerangka OMSP (operasi militer selain perang) dan perbantuan untuk kepolisian di Papua, mestinya juga tetap tidak melupakan tugas pokoknya sebagai penjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah negara,” tutur Fahmi.
Fahmi mengatakan, Panglima TNI Laksamana Yudo Margono seharusnya bisa lebih tegas dan selektif dalam menentukan personel dan pasukan yang akan ditugaskan di Papua.
“Misalnya yang menyangkut kesiapan mental dan fisik, tingkat capaian dalam latihan persiapan, hingga tingkat loyalitas maupun integritasnya,” kata dia.
Dengan demikian, ucap Fahmi, kegagalan operasi dan skenario akan sangat mungkin dihindari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.