Mega meminta kepada seluruh simpatisan dan pengurus PDI menolak berpartisipasi pada Pemilu 1997.
Pada konteks kampanye boikot Pemilu ala Mega tentu berbeda pemahamannya dengan Golput yang kita kenal saat ini.
Adapun Golput adalah posisi tidak memilih, namun masih menerima apapun hasil Pemilu. Sementara boikot berarti mendelegitimasi keabsahan hasil Pemilu 1997.
Keberanian Mega dalam memboikot Pemilu menjadi trigger utama tumbuhnya simpati rakyat padanya. Megawati pada akhirnya menjadi simbol perjuangan perlawanan terhadap Rezim Orde Baru.
Pasca-Presiden Soeharto mundur dari jabatannya pada 21 Mei 1998, Indonesia memasuki masa reformasi.
Pemilu kemudian dipercepat pelaksanaannya. Mega dan loyalisnya mengganti nama PDI menjadi PDI Perjuangan untuk Pemilu 1999.
Partainya Mega, PDI Perjuangan kemudian ditasbihkan memenangi Pemilu dengan perolehan suara sekitar 33 persen. Angka fantastis mengingat terdapat 48 partai yang menjadi peserta Pemilu 1999.
Secara kalkulasi politik, harusnya tahun 1999, Mega-lah yang menjadi Presiden. Selain alasan Mega adalah simbol perlawanan terhadap rezim Orde Baru, waktu itu tidak ada tokoh sebesar nama Mega di masa reformasi.
Selain itu, PDI Perjuangan adalah partai yang paling banyak kursinya di DPR. Akan tetapi, pada sidang Pemilihan Presiden di MPR, Mega kalah dari Gus Dur yang menggalang kekuatan lewat poros tengah.
Meski demikian, Mega tetap terpilih menjadi Wakil Presiden untuk mendampingi Gus Dur.
Dua tahun setelahnya, terjadi dinamika politik yang mengharuskan Gus Dur mundur dari jabatannya. Lewat sidang MPR, Mega secara otomatis naik ke tahta presiden yang membuatnya menjadi presiden wanita pertama dan satu-satunya di negara berpenduduk mayoritas Muslim.
Belajar dari kesalahan soal demokrasi di parlemen, pada masa pemerintahannya, Mega kemudian menggagas Pilpres langsung pertama kali, yaitu di Pemilu 2004. Megawati kalah dua kali dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yaitu Pilpres 2004 dan Pilpres 2009.
Meksi kalah, Mega tidak pernah menyesali pilihannya menggagas Pilpres langsung karena pada akhirnya rakyat mendapatkan kedaulatannya untuk memilih langsung presiden dan wakil presidennya.
Setelah kekalahan di dua Pilpres langsung, Mega justru semakin kuat sebagai seorang tokoh politik. Ia menjadi Queen Maker politik paling menentukan di Indonesia.
Keteguhannya pada ideologi pemikiran Bung Karno menjadikannya sebagai politisi perempuan yang mampu bertahan selama hampir empat dekade di tengah maskulinitas politik.
Kemampuannya membaca arah politik dengan memajukan Capres lewat perenungan mendalam membuat Mega selalu menjadi rujukan utama ketika Pilpres akan berlangsung.
Keterpilihan Jokowi yang diusung PDI Perjuangan sebagai Presiden Republik Indonesia dua periode, yaitu 2014-2019 dan 2019-2024 adalah bukti kematangan politik seorang Megawati.
Meski nama Mega menjadi salah satu Capres terkuat 2014 lalu, ia merelakan tiket tersebut dipakai Jokowi demi memajukan Indonesia untuk lebih baik.
Pun ketika wacana presiden tiga periode muncul ke publik, Mega adalah sosok negarawan pertama yang menentang ide tersebut dengan pijakan argumen konstitusi bahwa masa bakti Presiden Indonesia dibatasi hanya dua periode.