Salin Artikel

Kendali Politik Megawati

Mega lahir pada 23 Januari 1947, ketika ayahnya Sukarno sedang bersiap untuk berjuang mempertahankan Indonesia dari Agresi Militer Belanda yang ingin kembali menguasai tanah air.

Kelahirannya ditandai dengan datangnya hujan badai. Sukarno lalu meminta sahabatnya Biju Patnaik, seorang pejuang kemerdekaan Negara India yang kebetulan sedang berkunjung ke Ibu kota Negara Yogyakarta untuk bersedia memberi nama bayi perempuannya itu.

Biju Patnaik dengan senang hati menuruti permintaan Sukarno lalu memberi nama bayi itu Megawati yang berarti "dewi awan".

Perjalanan hidup Mega tidaklah mudah. Ayahnya berkuasa selama 21 tahun sebelum dilengserkan oleh Presiden Soeharto.

Pada masa Orde Baru, ia dipaksa keluar dari kampusnya di Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Bandung. Keluarga besarnya sempat dilarang berpolitik oleh otoritarianisme pemerintahan Orde Baru.

Takdir sejarah kemudian membawa Mega nekat masuk ke politik pada tahun 1986. Meski pun keputusannya untuk terjun ke politik ditentang oleh keluarga besarnya.

Utamanya oleh adiknya (alm) Rachmawati yang menganggap bahwa Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang menjadi tujuan kakaknya itu adalah design Orde Baru hasil fusi partai tahun 1970.

Mega bergeming. Cita-cita politiknya hanyalah ingin mengembalikan nama baik Sukarno yang pada masa itu digembosi oleh pemerintahan Orde Baru.

Pun Mega punya keyakinan bahwa suatu saat marwah Sukarno sebagai Pemimpin Besar Revolusi Indonesia akan come back di waktu dan momen yang tepat.

Pada Pemilu 1996, Mega terpilih menjadi anggota DPR RI dari fraksi PDI. Kemudian 6 (enam) tahun sesudahnya, pada tahun 1993, ia terpilih menjadi Ketua Umum PDI hasil Kongres Surabaya.

Tampilnya Mega di pucuk pimpinan PDI ternyata meresahkan rezim berkuasa saat itu. Sehingga, satu tahun sebelum Pemilu, tahun 1996, Mega dikudeta melalui Kongres Luar Biasa PDI di Medan dengan Soerjadi sebagai ketua umumnya.

Ketika itu, Mega mengetahui ada “settingan” dari pemerintah untuk melengserkannya dari posisi ketua umum.

Mega memilih melakukan konsolidasi internal bagi para pendukungnya dengan tetap menduduki Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta. Sikap Mega itu kemudian menyulut kemarahan pemerintah.

Puncaknya terjadi penyerangan ke kantor DPP PDI pada 27 Juli 1996, atau dikenal dengan peristiwa Kerusuhan Duapuluh Tujuh Juli (Kudatuli).

Mega dikucilkan. Ia banyak mendapatkan serangan verbal dan fisik dari oknum yang berafiliasi dengan pemerintahan Orde Baru.

Selanjutnya terdapat 5 orang meninggal dunia, 149 orang luka-luka, dan 23 orang hilang dalam peristiwa Kudatuli tersebut.

Dalam riview yang ditulis oleh Douglas A Borer dalam bukunya Edward Aspinall (2005) yang berjudul Opposing Suharto: Compromise, Resistance, and Regime Change in Indonesia. History: Reviews of New Books menjelaskan bahwa ketika Rezim Orde Baru mendukung penyelenggaran KLB PDI di Medan.

Mega sangat kebingungan dan gusar karena keterlibatan ABRI. Karena merasa memiliki tanggung jawab sebagai seorang ketua umum PDI yang sah, Mega akhirnya memutuskan untuk memboikot Pemilu 1997.

Mega meminta kepada seluruh simpatisan dan pengurus PDI menolak berpartisipasi pada Pemilu 1997.

Pada konteks kampanye boikot Pemilu ala Mega tentu berbeda pemahamannya dengan Golput yang kita kenal saat ini.

Adapun Golput adalah posisi tidak memilih, namun masih menerima apapun hasil Pemilu. Sementara boikot berarti mendelegitimasi keabsahan hasil Pemilu 1997.

Keberanian Mega dalam memboikot Pemilu menjadi trigger utama tumbuhnya simpati rakyat padanya. Megawati pada akhirnya menjadi simbol perjuangan perlawanan terhadap Rezim Orde Baru.

Era Reformasi

Pasca-Presiden Soeharto mundur dari jabatannya pada 21 Mei 1998, Indonesia memasuki masa reformasi.

Pemilu kemudian dipercepat pelaksanaannya. Mega dan loyalisnya mengganti nama PDI menjadi PDI Perjuangan untuk Pemilu 1999.

Partainya Mega, PDI Perjuangan kemudian ditasbihkan memenangi Pemilu dengan perolehan suara sekitar 33 persen. Angka fantastis mengingat terdapat 48 partai yang menjadi peserta Pemilu 1999.

Secara kalkulasi politik, harusnya tahun 1999, Mega-lah yang menjadi Presiden. Selain alasan Mega adalah simbol perlawanan terhadap rezim Orde Baru, waktu itu tidak ada tokoh sebesar nama Mega di masa reformasi.

Selain itu, PDI Perjuangan adalah partai yang paling banyak kursinya di DPR. Akan tetapi, pada sidang Pemilihan Presiden di MPR, Mega kalah dari Gus Dur yang menggalang kekuatan lewat poros tengah.

Meski demikian, Mega tetap terpilih menjadi Wakil Presiden untuk mendampingi Gus Dur.

Dua tahun setelahnya, terjadi dinamika politik yang mengharuskan Gus Dur mundur dari jabatannya. Lewat sidang MPR, Mega secara otomatis naik ke tahta presiden yang membuatnya menjadi presiden wanita pertama dan satu-satunya di negara berpenduduk mayoritas Muslim.

Belajar dari kesalahan soal demokrasi di parlemen, pada masa pemerintahannya, Mega kemudian menggagas Pilpres langsung pertama kali, yaitu di Pemilu 2004. Megawati kalah dua kali dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yaitu Pilpres 2004 dan Pilpres 2009.

Meksi kalah, Mega tidak pernah menyesali pilihannya menggagas Pilpres langsung karena pada akhirnya rakyat mendapatkan kedaulatannya untuk memilih langsung presiden dan wakil presidennya.

Setelah kekalahan di dua Pilpres langsung, Mega justru semakin kuat sebagai seorang tokoh politik. Ia menjadi Queen Maker politik paling menentukan di Indonesia.

Keteguhannya pada ideologi pemikiran Bung Karno menjadikannya sebagai politisi perempuan yang mampu bertahan selama hampir empat dekade di tengah maskulinitas politik.

Kemampuannya membaca arah politik dengan memajukan Capres lewat perenungan mendalam membuat Mega selalu menjadi rujukan utama ketika Pilpres akan berlangsung.

Keterpilihan Jokowi yang diusung PDI Perjuangan sebagai Presiden Republik Indonesia dua periode, yaitu 2014-2019 dan 2019-2024 adalah bukti kematangan politik seorang Megawati.

Meski nama Mega menjadi salah satu Capres terkuat 2014 lalu, ia merelakan tiket tersebut dipakai Jokowi demi memajukan Indonesia untuk lebih baik.

Pun ketika wacana presiden tiga periode muncul ke publik, Mega adalah sosok negarawan pertama yang menentang ide tersebut dengan pijakan argumen konstitusi bahwa masa bakti Presiden Indonesia dibatasi hanya dua periode.

Wacana tersebut perlahan hilang dari perdebatan publik setelah Mega menyampaikan sikapnya untuk menolak ide Presiden tiga periode.

Pencapresan Ganjar

PDI Perjuangan adalah partai politik parlemen terakhir yang mengumumkan Capresnya untuk Pemilu 2024. Adapun Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan PKS sejak berbulan-bulan lalu telah membentuk koalisi bernama Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) untuk mengusung Anies Baswedan sebagai Capres.

Demikian juga, Partai Gerindra dan PKB, pada 23 Januari 2023 lalu sudah membentuk sekretariat bersama Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) untuk mengusung Prabowo sebagai Capres.

Tidak hanya itu, Partai Golkar, PAN dan PPP melalui masing-masing ketua umum dan pengurusnya pada 13 Mei 2022, telah membentuk koalisi dengan nama Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) meskipun belum secara langsung memunculkan nama yang akan diusung baik dalam kapasitas bakal Capres maupun Cawapres.

Pilihan Mega mengumumkan pencapresan Ganjar di Istana Batu Tulis Bogor, Jawa Barat, pada 21 April 2023 lalu merupakan langkah cerdas mengingat berita pencapresan Ganjar akan menjadi topik hangat saat halalbihalal di saat Lebaran.

Pun mengingat pengumuman pencapresan Ganjar itu bertepatan dengan satu hari sebelum Lebaran tentu sudah banyak masyarakat yang mudik ke kampung halamannya.

Termasuk salah satu kader utama PDI Perjuangan yang saat ini menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia Joko Widodo telah mudik ke Solo, Jawa Tengah.

Sebagai salah satu kader dari PDI Perjuangan, Jokowi kemudian diminta menghadiri pengumuman Pencapresan Ganjar.

Kedatangan Jokowi ke Istana Batu Tulis secara semiotika menegaskan bahwa Mega sebagai ketua umum PDI Perjuangan akan mengambil alih kendali politik setelah dinamika yang terjadi selama berbulan-bulan terakhir.

Juga sebagai ketua umum, Mega mendapatkan mandat dan amanat dari hasil Kongres PDI Perjuangan memiliki hak prerogatif menentukan Capres.

Ganjar adalah petugas partai, Jokowi adalah petugas partai, dan Megawati adalah petugas partai.

Adapun terminologi petugas partai adalah identitas seorang kader partai dalam berjuang melahirkan kader dan massa yang ideologis.

Mega memiliki pemahaman yang kuat terhadap identitas partai (party-ID) untuk menjadikan PDI Perjuangan sebagai partai pelopor harus bisa merangsang kemauan massa dari onbewust (belum sadar) menjadi kemauan massa yang bewust (sadar) melalui kader-kader partai yang siap bergerak bila ditugaskan dalam memperjuangkan nilai dan ideologi partai untuk kesejahteraan rakyat.

Pilihan Mega terhadap sosok Ganjar daripada putrinya Puan Maharani sebagai kandidat yang diusung oleh PDI Perjuangan dalam Pilpres 2024, sekali lagi menegaskan sosok Mega sebagai politisi yang ideologis tapi juga profesional dalam menjalankan kepentingan partai melampaui urusan relasi keluarga.

Mega selalu mampu menempatkan diri, di mana urusan partai dan di mana pula urusan menyangkut anak.

Sifat ini pula membuatnya menjadi politisi yang disegani sekaligus disayangi oleh lawan maupun kawan politiknya. Mega selalu punya sikap yang tidak tergoyahkan.

https://nasional.kompas.com/read/2023/05/10/14002851/kendali-politik-megawati

Terkini Lainnya

Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

Nasional
Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

Nasional
Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

Nasional
Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

Nasional
[POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

[POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

Nasional
Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

Nasional
Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

Nasional
Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

Nasional
Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

Nasional
PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

Nasional
KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

Nasional
Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Zulhas: Banyak yang Salah Sangka Prabowo Menang karena Bansos, Keliru...

Nasional
Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Seluruh DPW PAN Dorong Zulhas Maju Jadi Ketua Umum Lagi

Nasional
Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Di Depan Prabowo, Politisi PAN Berdoa Jatah Menteri Lebih Banyak dari Perkiraan

Nasional
Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Ditjen Imigrasi Periksa 914 WNA, Amankan WN Tanzania dan Uganda karena Diduga Terlibat Prostitusi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke