Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Anwar Saragih
Peneliti

Kandidat Doktor Ilmu Politik yang suka membaca dan menulis

Kendali Politik Megawati

Kompas.com - 10/05/2023, 14:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

RASA-rasanya dalam sejarah politik Indonesia sejak Proklamasi Kemerdekaan Indonesia dibacakan oleh Presiden Sukarno pada 17 Agustus 1945, tidak ada tokoh perempuan yang lebih berpengaruh daripada Megawati Soekarnoputri hingga saat ini.

Mega lahir pada 23 Januari 1947, ketika ayahnya Sukarno sedang bersiap untuk berjuang mempertahankan Indonesia dari Agresi Militer Belanda yang ingin kembali menguasai tanah air.

Kelahirannya ditandai dengan datangnya hujan badai. Sukarno lalu meminta sahabatnya Biju Patnaik, seorang pejuang kemerdekaan Negara India yang kebetulan sedang berkunjung ke Ibu kota Negara Yogyakarta untuk bersedia memberi nama bayi perempuannya itu.

Biju Patnaik dengan senang hati menuruti permintaan Sukarno lalu memberi nama bayi itu Megawati yang berarti "dewi awan".

Perjalanan hidup Mega tidaklah mudah. Ayahnya berkuasa selama 21 tahun sebelum dilengserkan oleh Presiden Soeharto.

Pada masa Orde Baru, ia dipaksa keluar dari kampusnya di Fakultas Pertanian Universitas Padjadjaran Bandung. Keluarga besarnya sempat dilarang berpolitik oleh otoritarianisme pemerintahan Orde Baru.

Takdir sejarah kemudian membawa Mega nekat masuk ke politik pada tahun 1986. Meski pun keputusannya untuk terjun ke politik ditentang oleh keluarga besarnya.

Utamanya oleh adiknya (alm) Rachmawati yang menganggap bahwa Partai Demokrasi Indonesia (PDI) yang menjadi tujuan kakaknya itu adalah design Orde Baru hasil fusi partai tahun 1970.

Mega bergeming. Cita-cita politiknya hanyalah ingin mengembalikan nama baik Sukarno yang pada masa itu digembosi oleh pemerintahan Orde Baru.

Pun Mega punya keyakinan bahwa suatu saat marwah Sukarno sebagai Pemimpin Besar Revolusi Indonesia akan come back di waktu dan momen yang tepat.

Pada Pemilu 1996, Mega terpilih menjadi anggota DPR RI dari fraksi PDI. Kemudian 6 (enam) tahun sesudahnya, pada tahun 1993, ia terpilih menjadi Ketua Umum PDI hasil Kongres Surabaya.

Tampilnya Mega di pucuk pimpinan PDI ternyata meresahkan rezim berkuasa saat itu. Sehingga, satu tahun sebelum Pemilu, tahun 1996, Mega dikudeta melalui Kongres Luar Biasa PDI di Medan dengan Soerjadi sebagai ketua umumnya.

Ketika itu, Mega mengetahui ada “settingan” dari pemerintah untuk melengserkannya dari posisi ketua umum.

Mega memilih melakukan konsolidasi internal bagi para pendukungnya dengan tetap menduduki Kantor DPP PDI di Jalan Diponegoro, Jakarta. Sikap Mega itu kemudian menyulut kemarahan pemerintah.

Puncaknya terjadi penyerangan ke kantor DPP PDI pada 27 Juli 1996, atau dikenal dengan peristiwa Kerusuhan Duapuluh Tujuh Juli (Kudatuli).

Mega dikucilkan. Ia banyak mendapatkan serangan verbal dan fisik dari oknum yang berafiliasi dengan pemerintahan Orde Baru.

Selanjutnya terdapat 5 orang meninggal dunia, 149 orang luka-luka, dan 23 orang hilang dalam peristiwa Kudatuli tersebut.

Dalam riview yang ditulis oleh Douglas A Borer dalam bukunya Edward Aspinall (2005) yang berjudul Opposing Suharto: Compromise, Resistance, and Regime Change in Indonesia. History: Reviews of New Books menjelaskan bahwa ketika Rezim Orde Baru mendukung penyelenggaran KLB PDI di Medan.

Mega sangat kebingungan dan gusar karena keterlibatan ABRI. Karena merasa memiliki tanggung jawab sebagai seorang ketua umum PDI yang sah, Mega akhirnya memutuskan untuk memboikot Pemilu 1997.

Mega meminta kepada seluruh simpatisan dan pengurus PDI menolak berpartisipasi pada Pemilu 1997.

Pada konteks kampanye boikot Pemilu ala Mega tentu berbeda pemahamannya dengan Golput yang kita kenal saat ini.

Adapun Golput adalah posisi tidak memilih, namun masih menerima apapun hasil Pemilu. Sementara boikot berarti mendelegitimasi keabsahan hasil Pemilu 1997.

Keberanian Mega dalam memboikot Pemilu menjadi trigger utama tumbuhnya simpati rakyat padanya. Megawati pada akhirnya menjadi simbol perjuangan perlawanan terhadap Rezim Orde Baru.

Era Reformasi

Pasca-Presiden Soeharto mundur dari jabatannya pada 21 Mei 1998, Indonesia memasuki masa reformasi.

Pemilu kemudian dipercepat pelaksanaannya. Mega dan loyalisnya mengganti nama PDI menjadi PDI Perjuangan untuk Pemilu 1999.

Partainya Mega, PDI Perjuangan kemudian ditasbihkan memenangi Pemilu dengan perolehan suara sekitar 33 persen. Angka fantastis mengingat terdapat 48 partai yang menjadi peserta Pemilu 1999.

Secara kalkulasi politik, harusnya tahun 1999, Mega-lah yang menjadi Presiden. Selain alasan Mega adalah simbol perlawanan terhadap rezim Orde Baru, waktu itu tidak ada tokoh sebesar nama Mega di masa reformasi.

Selain itu, PDI Perjuangan adalah partai yang paling banyak kursinya di DPR. Akan tetapi, pada sidang Pemilihan Presiden di MPR, Mega kalah dari Gus Dur yang menggalang kekuatan lewat poros tengah.

Meski demikian, Mega tetap terpilih menjadi Wakil Presiden untuk mendampingi Gus Dur.

Dua tahun setelahnya, terjadi dinamika politik yang mengharuskan Gus Dur mundur dari jabatannya. Lewat sidang MPR, Mega secara otomatis naik ke tahta presiden yang membuatnya menjadi presiden wanita pertama dan satu-satunya di negara berpenduduk mayoritas Muslim.

Belajar dari kesalahan soal demokrasi di parlemen, pada masa pemerintahannya, Mega kemudian menggagas Pilpres langsung pertama kali, yaitu di Pemilu 2004. Megawati kalah dua kali dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yaitu Pilpres 2004 dan Pilpres 2009.

Meksi kalah, Mega tidak pernah menyesali pilihannya menggagas Pilpres langsung karena pada akhirnya rakyat mendapatkan kedaulatannya untuk memilih langsung presiden dan wakil presidennya.

Setelah kekalahan di dua Pilpres langsung, Mega justru semakin kuat sebagai seorang tokoh politik. Ia menjadi Queen Maker politik paling menentukan di Indonesia.

Keteguhannya pada ideologi pemikiran Bung Karno menjadikannya sebagai politisi perempuan yang mampu bertahan selama hampir empat dekade di tengah maskulinitas politik.

Kemampuannya membaca arah politik dengan memajukan Capres lewat perenungan mendalam membuat Mega selalu menjadi rujukan utama ketika Pilpres akan berlangsung.

Keterpilihan Jokowi yang diusung PDI Perjuangan sebagai Presiden Republik Indonesia dua periode, yaitu 2014-2019 dan 2019-2024 adalah bukti kematangan politik seorang Megawati.

Meski nama Mega menjadi salah satu Capres terkuat 2014 lalu, ia merelakan tiket tersebut dipakai Jokowi demi memajukan Indonesia untuk lebih baik.

Pun ketika wacana presiden tiga periode muncul ke publik, Mega adalah sosok negarawan pertama yang menentang ide tersebut dengan pijakan argumen konstitusi bahwa masa bakti Presiden Indonesia dibatasi hanya dua periode.

Wacana tersebut perlahan hilang dari perdebatan publik setelah Mega menyampaikan sikapnya untuk menolak ide Presiden tiga periode.

Pencapresan Ganjar

PDI Perjuangan adalah partai politik parlemen terakhir yang mengumumkan Capresnya untuk Pemilu 2024. Adapun Partai Nasdem, Partai Demokrat, dan PKS sejak berbulan-bulan lalu telah membentuk koalisi bernama Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) untuk mengusung Anies Baswedan sebagai Capres.

Demikian juga, Partai Gerindra dan PKB, pada 23 Januari 2023 lalu sudah membentuk sekretariat bersama Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (KKIR) untuk mengusung Prabowo sebagai Capres.

Tidak hanya itu, Partai Golkar, PAN dan PPP melalui masing-masing ketua umum dan pengurusnya pada 13 Mei 2022, telah membentuk koalisi dengan nama Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) meskipun belum secara langsung memunculkan nama yang akan diusung baik dalam kapasitas bakal Capres maupun Cawapres.

Pilihan Mega mengumumkan pencapresan Ganjar di Istana Batu Tulis Bogor, Jawa Barat, pada 21 April 2023 lalu merupakan langkah cerdas mengingat berita pencapresan Ganjar akan menjadi topik hangat saat halalbihalal di saat Lebaran.

Pun mengingat pengumuman pencapresan Ganjar itu bertepatan dengan satu hari sebelum Lebaran tentu sudah banyak masyarakat yang mudik ke kampung halamannya.

Termasuk salah satu kader utama PDI Perjuangan yang saat ini menjabat sebagai Presiden Republik Indonesia Joko Widodo telah mudik ke Solo, Jawa Tengah.

Sebagai salah satu kader dari PDI Perjuangan, Jokowi kemudian diminta menghadiri pengumuman Pencapresan Ganjar.

Kedatangan Jokowi ke Istana Batu Tulis secara semiotika menegaskan bahwa Mega sebagai ketua umum PDI Perjuangan akan mengambil alih kendali politik setelah dinamika yang terjadi selama berbulan-bulan terakhir.

Juga sebagai ketua umum, Mega mendapatkan mandat dan amanat dari hasil Kongres PDI Perjuangan memiliki hak prerogatif menentukan Capres.

Ganjar adalah petugas partai, Jokowi adalah petugas partai, dan Megawati adalah petugas partai.

Adapun terminologi petugas partai adalah identitas seorang kader partai dalam berjuang melahirkan kader dan massa yang ideologis.

Mega memiliki pemahaman yang kuat terhadap identitas partai (party-ID) untuk menjadikan PDI Perjuangan sebagai partai pelopor harus bisa merangsang kemauan massa dari onbewust (belum sadar) menjadi kemauan massa yang bewust (sadar) melalui kader-kader partai yang siap bergerak bila ditugaskan dalam memperjuangkan nilai dan ideologi partai untuk kesejahteraan rakyat.

Pilihan Mega terhadap sosok Ganjar daripada putrinya Puan Maharani sebagai kandidat yang diusung oleh PDI Perjuangan dalam Pilpres 2024, sekali lagi menegaskan sosok Mega sebagai politisi yang ideologis tapi juga profesional dalam menjalankan kepentingan partai melampaui urusan relasi keluarga.

Mega selalu mampu menempatkan diri, di mana urusan partai dan di mana pula urusan menyangkut anak.

Sifat ini pula membuatnya menjadi politisi yang disegani sekaligus disayangi oleh lawan maupun kawan politiknya. Mega selalu punya sikap yang tidak tergoyahkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Usul Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Sinyal Kepemimpinan Lemah

Nasional
Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Dubes Palestina Sindir Joe Biden yang Bersimpati Dekat Pemilu

Nasional
Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Di Hadapan Relawan, Ganjar: Politik Itu Ada Moral, Fatsun dan Etika

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Ide Prabowo Tambah Kementerian Dianggap Tak Sejalan dengan Pemerintahan Efisien

Nasional
Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Chappy Hakim: Kita Belum Punya Konsep Besar Sistem Pertahanan Indonesia, Gimana Bicara Pengembangan Drone?

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com