Senada dengan hal tersebut dalam pandangan Aristoteles, politisi yang bermartabat adalah politisi yang berupaya mengubah rakyat dari sekadar ”hidup belaka” (bare life) menjadi ”hidup yang baik” (good life).
Ketiga, pentingnya asketisme politik sebagai laku para aktor. Asketisme politik dipahami sebagai upaya menjalankan aktivitas berpolitik berdasarkan prinsip kesederhanaan dan etika serta memproyeksikan tindakannya demi kemaslahatan rakyat banyak.
Berpolitik tidak hanya untuk mengejar kekuasaan melainkan demi kemaslahatan bangsa dan negara.
Artinya, asketisme politik diarahkan untuk meningkatkan “kesalehan” berpolitik baik di tingkat pribadi maupun institusional.
Keempat, pentingnya penerapan komunikasi politik yang beretika mencakup semua elemen komunikasi, yaitu aktor (para politikus), pesan, media, dan masyarakat.
Kelima, pemurnian niat. Kalau politisi senantiasa menyibukkan dirinya dengan pertanyaan 3 W + 1 H, maka seorang negarawan cukup pada satu hal yang penting, yaitu WHY, pertanyaan yang berfokus ke dalam.
Seorang politisi dan calon politisi akan melakukan pertanyaan Why secara terus-menerus terkait dengan pemurniat niat dan motivasi terbaiknya untuk menjadi politisi.
Hendricks dan Ludeman, dalam bukunya berjudul The Power of Intention memberi pesan kepada seorang pemimpin untuk melakukan pemurnian niat. Tanpa niat yang benar, seorang pemimpin akan berkubang dalam kesulitan bahkan kehinaan.
Saya kira, hal yang sama perlu dimiliki oleh seorang calon politisi yang negarawan untuk senantiasa memiliki niat dan komiten terbaik bagi bangsa dan negaranya. Semoga!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.