Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Eki Baihaki
Dosen

Doktor Komunikasi Universitas Padjadjaran (Unpad); Dosen Pascasarjana Universitas Pasundan (Unpas). Ketua Citarum Institute; Pengurus ICMI Orwil Jawa Barat, Perhumas Bandung, ISKI Jabar, dan Aspikom Jabar.

Pemilu, Politisi, dan Negarawan

Kompas.com - 10/04/2023, 07:19 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

SAAT ini kegaduhan politik mulai terasa memasuki event kontestasi politik yang kurang dari setahun lagi. Kegaduhan ini berpotensi besar akan menguras energi bangsa.

Padahal, butuh kondusifitas dan kebersamaan dalam mengatasi beragam permasalahan bangsa. Kita juga belum sepenuhnya keluar dari pandemi Covid-19.

Pemilu akan dilaksanakan pada 14 Februari 2024 dan Pilkada serentak pada 27 November 2024. Namun, mekanisme rekrutmen politik yang ada lebih banyak melahirkan pemimpin berkarakter politisi, daripada negarawan.

Masih terlihat jelas gambaran buram dinamika Politik Indonesia, merujuk formula komunikasi yang dirumuskan Harold Laswell, yaitu: Who gets What, When, and How (3 W + 1 H), politik adalah siapa, mendapatkan apa, kapan, dan bagaimana caranya.

Realitas Indonesia pascareformasi memperlihatkan pemilihan umum legislatif dan eksekutif dari pusat hingga daerah yang pernah diselenggarakan sebagai perwujudan demokrasi masih langka melahirkan pemimpin yang negarawan untuk memimpin masyarakat dan bangsa menghadapi masa depan.

Indonesia hingga saat ini miskin pemimpin yang berjiwa negarawan, tapi surplus politisi.

Meski mekanisme demokrasi belum menghasilkan pemimpin yang diharapkan, setidaknya sedikit lebih baik daripada tidak ada mekanisme demokrasi.

Semoga seiring meningkatnya kualitas literasi politik masyarakat kedepan, diharapkan akan melahirkan politisi negarawan yang berkualitas.

Lemahnya etika politik

Praktik demokrasi Indonesia pascareformasi telah membuka ruang-ruang ekspresi, partisipasi dan konstestasi politik yang luas bagi masyarakat. Kontestasi politik yang juga menumbuh suburkan politik pencitraan.

Saat ini komunikasi politik bagaikan “sebuah salon pencitraan” yang mengurus make up, bedak dan gincu yang digunakan untuk merebut posisi kepemimpinan politik. Dan semuanya membutuhkan biaya politik yang besar.

Maraknya “politisi salon”, merupakan cermin menguatnya kerja-kerja sistem kapitalisme yang sejalan dengan demokrasi liberal.

Celakanya, sistem “demokrasi-kapitalistik” di negeri kita berjalan di tengah langkanya etika dan norma politik.

Sehingga aktualitas demokrasi politik Indonesia dirayakan dengan ekspresi dangkal dan saling menyerang, bagaikan pesta keramaian yang miskin substansi dan komitmen.

Dinamika politik kita dipadati tontonan hingar-bingar, bahkan agama sering dijadikan komodifikasi yang efektif dalam meningkatkan citra aktornya.

Ekspresi demokrasi dan kebangsaan yang dangkal dan menyerang seperti itulah yang dulu dikhawatirkan oleh Bung Karno.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

Nasional
Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

Nasional
Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Kabaharkam Siapkan Strategi Pengamanan Khusus di Akses Masuk Pelabuhan Jelang WWF ke-10 di Bali

Nasional
Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Ketua KPU Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada, Pakar: Jangan-jangan Pesanan...

Nasional
Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Sebut Caleg Terpilih Tak Wajib Mundur jika Maju Pilkada, Ketua KPU Dinilai Ingkari Aturan Sendiri

Nasional
Minta La Nyalla Kembali Pimpin DPD RI, Fahira Idris: Penguatan DPD RI Idealnya Dipimpin Sosok Pendobrak

Minta La Nyalla Kembali Pimpin DPD RI, Fahira Idris: Penguatan DPD RI Idealnya Dipimpin Sosok Pendobrak

Nasional
Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Sejumlah Bantuan Jokowi ke Prabowo Siapkan Pemerintahan ke Depan...

Nasional
Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Amankan World Water Forum 2024 di Bali, Korlantas Kirim 1.532 Polantas Gabungan

Nasional
Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Sudirman Said Angkat Bicara soal Isu Mau Maju Cagub Independen di Pilgub Jakarta

Nasional
Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Soal Revisi UU Kementerian Negara, Yusril Sebut Prabowo Bisa Keluarkan Perppu Usai Dilantik Jadi Presiden

Nasional
“Oposisi” Masyarakat Sipil

“Oposisi” Masyarakat Sipil

Nasional
Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Soal Pernyataan Prabowo, Pengamat: Ada Potensi 1-2 Partai Setia pada Jalur Oposisi

Nasional
Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Pakar Nilai Ide KPU soal Caleg Terpilih Dilantik Usai Kalah Pilkada Inkonstitusional

Nasional
Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Pakar Pertanyakan KPU, Mengapa Sebut Caleg Terpilih Tak Harus Mundur jika Maju Pilkada

Nasional
Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Prabowo Sebut Jangan Ganggu jika Ogah Kerja Sama, Gerindra: Upaya Rangkul Partai Lain Terus Dilakukan

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com