Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Abraham Samad Sesalkan Lahirnya UU Baru Justru Preteli Kewenangan KPK

Kompas.com - 31/03/2023, 19:03 WIB
Nirmala Maulana Achmad,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Abraham Samad menilai, lahirnya Undang-Undang baru KPK, yakni UU Nomor 19 Tahun 2019, justru mempreteli lembaga antirasuah itu.

Abraham menyebutkan bahwa gerak KPK dibatasi, tidak seperti dulu lagi.

“Saya lebih menyesalkan lahirnya UU baru yang mempreteli kewenangan KPK yang ada di UU lama,” ujar Abraham dalam program GASPOL! Kompas.com, Kamis (30/3/2023).

Abraham menilai, ciri khas KPK dibanding dua lembaga penegakan hukum lain, Kejaksaan Agung dan Polri, hampir tidak ada bedanya.

 Baca juga: Abraham Samad: Saya dan Pak BW Disingkirkan dari KPK, Bukan Baper tetapi Kecewa

“Kewenangan KPK di rumpun eksekutif, karena di rumpun eksekutif, maka pegawainya harus ASN,” kata Abraham.

“Kalau misalnya KPK itu sudah seperti ASN, ya ngapain KPK ada? Kan ada polisi, ada jaksa. Berikan saja itu ke jaksa, polisi, kan sama saja,” ujar Ketua KPK periode 2011-2015 tersebut.

Abraham mengatakan, dulu KPK dibentuk agar lembaga antirasuah itu berbeda daripada lembaga penegakan hukum lain.

“Agar bisa menjadi mitra, sekaligus jadi trigger kedua institusi ini (Kejagung dan Polri), agar bisa mendorong percepatan pemberantasan korupsi,” kata Abraham.

Baca juga: Abraham Samad: Anas Harus Buktikan, Katanya kalau Korupsi Bakal Digantung di Monas? 

Namun kini, sebut Abraham, lahirnya UU baru menjadikan KPK lebih tidak baik dari sebelumnya.

“Saya sebenarnya bisa senang, bisa semringah, ketika UU baru itu lebih efektif, lebih bisa membawa pemberantasan korupsi yang lebih baik,” ujar Abraham.

Adapun sebelum UU Nomor 19 Tahun 2019 disahkan, gelombang penolakan disuarakan pegiat antikorupsi, termasuk oleh KPK sendiri.

Ketua KPK saat itu, Agus Rahardjo menegaskan, KPK menolak revisi undang-undang tersebut karena dinilai akan melemahkan KPK alih-alih menguatkan lembaga antirasuah itu.

"Kami tidak membutuhkan revisi undang-undang untuk menjalankan pemberantasan korupsi," kata Agus dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, 5 September 2019.

Sementara Laode M Syarif yang saat itu sebagai Wakil Ketua KPK, mengaku heran akan pembahasan revisi UU KPK yang berlangsung diam-diam.

Menurut dia, hal itu menunjukkan pemerintah dan DPR yang tidak mau mendengarkan aspirasi masyarakat.

Pendapat serupa disampaikan oleh Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) saat itu, Donal Fariz.

Donal Fariz menilai, revisi UU KPK merupakan upaya sistematis dalam melemahkan KPK.

Kendati demikian, revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK disahkan pada 17 September 2019.

Proses pembahasan hingga pengesahan berlangsung cepat. Terhitung hanya 12 hari revisi Undang-Undang KPK disahkan menjadi undang-undang.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Langkah Mahfud Membersamai Masyarakat Sipil

Nasional
5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

5 Smelter Terkait Kasus Korupsi Timah yang Disita Kejagung Akan Tetap Beroperasi

Nasional
Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com