JAKARTA, KOMPAS.com - Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengklaim Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan Omnibus Law mampu memperbaiki sistem ketahanan kesehatan di Indonesia, yakni perwujudan kemandirian obat dan alat kesehatan (alkes).
Dengan kemandirian obat dan alkes, Indonesia disebut tidak lagi terlalu bergantung pada bahan baku obat dan alat kesehatan impor.
"Kita menghadapi permasalahan utama di Indonesia, industri kesehatan di dalam negeri masih tergantung pada bahan baku obat dan alkes impor," kata Direktur Jenderal Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Kementerian Kesehatan, Lucia Rizka Andalucia dalam sosialisasi RUU Kesehatan yang disiarkan secara daring, Senin (27/3/2023).
"Oleh karena itu, solusi yang ditawarkan dalam RUU, kita akan mendorong penggunaan bahan baku dan produk dalam negeri serta memberi insentif bagi produsen obat dalam negeri," ujarnya lagi.
Baca juga: Menkes Tegaskan RUU Kesehatan Bukan untuk Dokter atau Rumah Sakit, tapi untuk Masyarakat
Rizka mengatakan, saat ini sebanyak 90 persen bahan aktif farmasi (active pharmaceutical ingredient/API) untuk produksi farmasi lokal masih diimpor dari luar negeri.
Kemudian, 88 persen transaksi alat kesehatan tahun 2019-2020 di e-katalog merupakan produk impor.
Selanjutnya, anggaran penelitian dan pengembangan di Indonesia masih rendah, yakni hanya 0,2 persen dari total PDB. Angka ini jauh lebih rendah jika dibandingkan dengan Amerika Serikat (2,8 persen), bahkan Singapura (1.9 persen).
Pelaksanaan uji klinik di Indonesia pun baru 7,6 persen dari total uji klinik di negara ASEAN.
Sementara itu, jumlah uji klinik yang dilakukan di Indonesia berjumlah 787, lebih rendah dari Thailand sebesar 3.053 uji klinik dan Singapura sebesar 2.893 uji klinik.
"Untuk itu, kita susun agenda transformasi ketahanan kefarmasian dan alat kesehatan, di mana ketahanan kefarmasian dan alkes adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan sediaan farmasi dan alkes bagi negara sampai dengan perseorangan termasuk dalam kondisi kedaruratan kesehatan," katanya.
Baca juga: RUU Kesehatan Tak Lagi Dibahas Baleg, Diserahkan ke Komisi IX DPR RI
Lebih lanjut, Rizka mengingat-ingat kesulitan yang dihadapi Indonesia saat pandemi Covid-19 mulai menyebar di tahun 2020.
Kala itu, sistem ketahanan kesehatan Indonesia belum siap sehingga perlu melobi-lobi dunia internasional untuk mendapatkan vaksin Covid-19.
Indonesia juga harus mengimpor obat-obatan dan alat kesehatan dari luar negeri.
Di sisi lain, negara maju mampu dengan cepat melakukan pengembangan vaksin karena telah menguasai teknologi-teknologi pengembangan vaksin dengan baik.
"Kita harus memiliki sistem ketahanan for the next pandemi, (supaya) kita sudah siap jika terjadi pandemi lagi. Seandainya terjadi pandemi kita sudah lebih siap mengatasi masalah-masalah kesehatan khususnya di bidang kefarmasian dan alkes," ujarnya.
Sebagai informasi, RUU Kesehatan disetujui menjadi RUU inisiatif DPR RI dalam rapat paripurna DPR yang digelar di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, pada 14 Februari 2023.
Saat ini, Kemenkes tengah menyusun daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU dan melakukan sosialisasi di berbagai tempat dengan beberapa stakeholder terkait.
Baca juga: Proses RUU Kesehatan, Pemerintah Mulai Susun Daftar Isian Masalah
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.