JAKARTA, KOMPAS.com - Amnesty International Indonesia menilai pemenjaraan aktivis lingkungan Heri Budiawan atau Budi Pego sebagai tanda ruang sipil yang semakin sempit.
Hal itu disampaikan Direktur Eksekutif Amensty International Indoensia Usman Hamid menanggapi dieksekusinya Budi Pego dalam kasus cetak spanduk aksi demonstrasi berlambang palu arit.
"Penangkapan ini menunjukkan semakin sempitnya ruang sipil, termasuk mereka yang berusaha melindungi lingkungan," ujar Usman Hamid dalam keterangan tertulis, Senin (27/3/2023).
Usman mengatakan, Budi Pego bukan ditangkap karena tuduhan mencetak lambang palu arit di spanduk demonstrasi.
"Jelas sekali Budi Pego ditangkap hanya karena memiliki sikap yang kritis atas proyek tambang emas di lingkungannya," katanya.
Baca juga: Komnas HAM Akan Surati Jokowi, Minta Amnesti untuk Budi Pego
Menurut Usman, bukannya melindungi hak Budi Pego untuk berpendapat dan berekspresi damai, aparat penegak hukum justru membungkamnya.
"Ini juga mencederai wajah badan peradilan tertinggi, yaitu Mahkamah Agung yang merupakan benteng terakhir keadilan," ujarnya.
Kriminalisasi atas Budi Pego berawal ketika dirinya bersama puluhan warga Pesanggaran melakukan aksi pemasangan spanduk penolakan tambang emas Tumpang Pitu pada 4 April 2017.
Di tengah-tengah aksi pemasangan spanduk, ada spanduk sisipan berlogo palu arit yang tidak dibuat oleh warga yang melakukan aksi.
Baca juga: Pejuang Lingkungan Tak Bisa Dipidana, Komnas HAM Sebut Penangkapan Budi Pego Kriminalisasi
Penangkapan dan penahanan Budi Pego pada Jumat (24/3/2023) merupakan eksekusi atas putusan Mahkamah Agung melalui Putusan Nomor 1567 K/PidSus/2018 yang memvonisnya dengan hukuman penjara 4 tahun.
Budi Pego sebelumnya pernah ditahan 10 bulan usai vonis Pengadilan Tinggi Jawa Timur menguatkan vonis Pengadilan Negeri Banyuwangi.
Ia didakwa melanggar ketentuan Pasal 107a KUHP karena dianggap mengajarkan ajaran marxisme, komunisme, dan leninisme.
Menurut Komisioner Komnas HAM Hari Kurniawan, Budi Pego sendiri tidak memahami apa itu marxisme, komunisme, dan leninisme.
Bahkan, fakta di persidangan, spanduk tersebut tidak dibuat oleh warga dan barang buktinya hilang.
Baca juga: Kriminalisasi Berulang Budi Pego yang Tak Masuk Akal...
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.