Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

[POPULER NASIONAL] Alasan LHKPN Pejabat Kemensetneg Esha Rahmansah Tak Bisa Ditelusuri | Megawati Semprot Kades Minta Anggaran Dana Desa Ditambah

Kompas.com - 21/03/2023, 06:22 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Jumlah harta kekayaan pejabat Kementerian Sekretariat Negara Esha Rahmansah Abrar ternyata belum bisa diketahui masyarakat karena belum tercatat di dalam data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Esha menjadi sorotan masyarakat setelah gaya hidup sang istri yang memamerkan barang-barang mahal hingga kepemilikan rumah mewah di kawasan Pondok Gede dinilai tidak wajar.

Sementara itu, Presiden ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri mengkritik ribuan kepala desa yang menuntut penambahan penambahan anggaran dana desa.

Baca juga: Istri Kasubag Esha Rahmansah Pamer Kekayaan, Kemensetneg Minta Maaf

1.Istri Pamer Harta, Ini Alasan LHKPN Pejabat Kemensetneg Esha Rahmansah Tak Bisa Ditelusuri

Dugaan kepemilikan harta mewah Kepala Sub Bagian (Kasubag) Administrasi Kendaraan Biro Umum Sekretariat Esha Rahmanshah Abrar menuai pertanyaan jika dibandingkan pendapatannya.

Akan tetapi, ternyata jumlah harta kekayaan Esha tidak bisa diakses melalui data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Komisi Pembe Korupsi (KPK).

Setelah ditelusuri, ternyata Esha belum menjadi golongan pejabat negara yang diwajibkan melaporkan harta kekayaannya.

Menurut situs Sekretariat Negara, mulanya Esha disebut menjabat Kepala Subbagian Administrasi Bangunan, Bagian Bangunan, Biro Umum, Sekretariat Kementerian dengan pangkat golongan III/c.

Baca juga: Cek Harta Kasubag Esha Rahmansah, Kemensetneg Gandeng KPK-PPATK

Akan tetapi, setelah kepemilikan harta mewah itu terbongkar di media sosial, jabatan Esha di Sekretariat Negara tercatat sebagai Kasubag Administrasi Kendaraan Biro Umum Kementerian Sekretariat Negara dengan golongan IV/a.

Menurut data tentang pendapatan aparatur sipil negara, pegawai golongan IV/a mengantongi gaji pokok sebesar Rp 3.044.300 sampai Rp 5.000.000. Jumlah gaji pokok itu di luar tunjangan yang diterima Esha.

Mengacu kepada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih, terdapat sejumlah golongan pejabat yang diwajibkan melaporkan harta kekayaannya kepada KPK secara berkala.

Baca juga: Saat Netizen Bantu KPK Bongkar Pejabat yang Pamer Harta...

Para pejabat negara yang diwajibkan melaporkan harta kekayaannya kepada KPK menurut UU 28/1999 adalah:

  1. Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara,
  2. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara,
  3. Menteri,
  4. Gubernur,
  5. Hakim,
  6. Pejabat negara yang lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku,
  7. Pejabat lain yang memiliki fungsi strategis dalam kaitannya dengan perundang-undangan yang berlaku yang meliputi:
  1. Direksi, komisaris, dan pejabat struktural lainnya pada Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah,
  2. Pimpinan Bank Indonesia,
  3. Pimpinan Perguruan Tinggi,
  4. Pejabat Eselon I dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan sipil, militer, dan kepolisian Negara Republik Indonesia,
  5. Jaksa,
  6. Penyidik,
  7. Panitera Pengadilan,
  8. Pemimpin dan Bendaharawan Proyek.

Baca juga: Cek Harta Kasubag Esha Rahmansah, Kemensetneg Gandeng KPK-PPATK

Sedangkan menurut Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, golongan pejabat yang wajib melaporkan harta kekayaannya diperluas menjadi:

  1. Pejabat Eselon II dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan instansi pemerintah dan atau lembaga negara,
  2. Semua kepala kantor di lingkungan Departemen Keuangan,
  3. Pemeriksa Bea dan Cukai,
  4. Pemeriksa Pajak,
  5. Auditor,
  6. Pejabat yang mengeluarkan perijinan,
  7. Pejabat atau Kepala Unit Pelayanan Masyarakat,
  8. Pejabat pembuat regulasi.

Maka dari itu, karena Esha belum termasuk dalam golongan pejabat yang diwajibkan melaporkan harta kekayaannya, maka untuk saat ini masyarakat tidak bisa mengetahui LHKPN miliknya.

Baca juga: Besok, KPK Klarifikasi Kekayaan Kepala BPN Jaktim Sudarman Harjasaputra yang Istrinya Kerap Flexing Harta

Pada 31 Agustus 2021 silam, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

Merujuk pada Pasal 4 huruf e peraturan tersebut, tertulis bahwa PNS wajib melaporkan harta kekayaan kepada pejabat yang berwenang.

2. Kala Megawati Semprot Ribuan Kades yang Minta Anggaran Jumbo...

Para kepala desa serta Badan Pengawas Desa (BPD) meminta pemerintah buat mengalokasikan 10 persen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk dana desa. Dari Rp 3.061,2 triliun APBN 2023, jumlah itu setara sekitar Rp 300 triliun.

Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Surtawijaya menyatakan, alokasi anggaran 10 persen dari APBN untuk dana desa merupakan harga mati.

Pemerintah semestinya tidak hanya gencar melakukan pembangunan di kota. Desa semestinya tidak dimarjinalkan sehingga masyarakat tidak bermigrasi ke kota untuk mencari penghidupan.

Baca juga: Kelakar Megawati di Depan Kepala Desa: Badan Jokowi Makin Kurus Pusing Mikirin Negara

"Semua itu jawabannya adalah dana desa. Sepakat? Jadi 10 persen ke depan harga mati dana desa dari APBN. Setuju?” kata Surta dijawab setuju oleh peserta yang hadir dalam peringatan HUT Undang-Undang Desa di GBK, Jakarta Pusat, Minggu (19/3/2023).

Presiden Kelima, Megawati Soekarnoputri meminta para kepala desa memperhatikan Presiden Joko Widodo yang badannya menjadi kurus dan kering karena pusing memikirkan negara, Minggu (19/3/2023).KOMPAS.com/Syakirun Ni'am Presiden Kelima, Megawati Soekarnoputri meminta para kepala desa memperhatikan Presiden Joko Widodo yang badannya menjadi kurus dan kering karena pusing memikirkan negara, Minggu (19/3/2023).
Surta mengancam partai politik yang tidak mendukung usulan dana desa 10 persen dari APBN hengkang dari desa.

Peringatan tersebut ia tujukan kepada partai politik yang saat ini sedang duduk di parlemen.

"Partai-partai yang tidak mendukung 10 persen (APBN untuk) dana desa, kami mau bilang semua kepala desa enggak usah pada di sini lagi," tuturnya.

Ia mengklaim, anggaran jumbo untuk dana desa itu perlu dikucurkan agar pembangunan di tingkat desa bisa semakin cepat. Pembangunan tersebut meliputi, proyek infrastruktur, pendidikan, sumber daya manusia, hingga penanganan gizi buruk.

"Dengan dana 10 persen terealisasi akan terjawab di situ, akan membuat percepatan pembangunan," kata Surta.

Akan tetapi, Megawati mengingatkan para kepala desa harus memikirkan kondisi keuangan negara.

Baca juga: Tegur Ribuan Kepala Desa Minta Dana Desa 10 Persen, Megawati: Kerja Dulu!

"Negara bangsa ini milik kalian, tapi harus mikir seberapa sih kita ini (memikirkan) yang namanya dari sisi keuangan," ujar Megawati.

Megawati bahkan menegur ribuan kepala desa karena meminta bagian jumbo dari APBN, yakni setara Rp 300 triliun.

"Kalau kalian hanya bicara, mesti dibagi duitnya segini, mesti gini. Kerja dulu!” tegur Megawati.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Sempat Berkelakar Hanif Dhakiri Jadi Menteri, Muhaimin Bilang Belum Ada Pembicaraan dengan Prabowo

Nasional
PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

PKS Janji Fokus Jika Gabung ke Prabowo atau Jadi Oposisi

Nasional
Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Gerindra Ungkap Ajakan Prabowo Buat Membangun Bangsa, Bukan Ramai-ramai Masuk Pemerintahan

Nasional
PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

PKB Terima Pendaftaran Bakal Calon Kepala Daerah Kalimantan, Salah Satunya Isran Noor

Nasional
ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

ICW Sebut Alasan Nurul Ghufron Absen di Sidang Etik Dewas KPK Tak Bisa Diterima

Nasional
Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasdem Kaji Duet Anies-Sahroni di Pilkada Jakarta

Nasional
PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

PDI-P Tuding KPU Gelembungkan Perolehan Suara PAN di Dapil Kalsel II

Nasional
Demokrat Tak Ingin Ada 'Musuh dalam Selimut' di Periode Prabowo-Gibran

Demokrat Tak Ingin Ada "Musuh dalam Selimut" di Periode Prabowo-Gibran

Nasional
Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Maju di Pilkada Jakarta atau Jabar, Ridwan Kamil: 1-2 Bulan Lagi Kepastiannya

Nasional
Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Demokrat Harap Tak Semua Parpol Merapat ke Prabowo Supaya Ada Oposisi

Nasional
Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Bingung dengan Objek Gugatan PDI-P di PTUN, KPU Belum Tahu Mau Jawab Apa

Nasional
Gugat Dewas ke PTUN hingga 'Judicial Review' ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Gugat Dewas ke PTUN hingga "Judicial Review" ke MA, Wakil Ketua KPK: Bukan Perlawanan, tapi Bela Diri

Nasional
Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Sengketa Pileg, PPP Klaim Suara Pindah ke Partai Lain di 35 Dapil

Nasional
Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Pemerintah Akan Bangun Sekolah Aman Bencana di Tiga Lokasi

Nasional
KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

KPK Pertimbangkan Anggota DPR yang Diduga Terima THR dari Kementan jadi Saksi Sidang SYL

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com