JAKARTA, KOMPAS.com - Jumlah harta kekayaan pejabat Kementerian Sekretariat Negara Esha Rahmansah Abrar ternyata belum bisa diketahui masyarakat karena belum tercatat di dalam data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Esha menjadi sorotan masyarakat setelah gaya hidup sang istri yang memamerkan barang-barang mahal hingga kepemilikan rumah mewah di kawasan Pondok Gede dinilai tidak wajar.
Sementara itu, Presiden ke-5 Republik Indonesia Megawati Soekarnoputri mengkritik ribuan kepala desa yang menuntut penambahan penambahan anggaran dana desa.
1.Istri Pamer Harta, Ini Alasan LHKPN Pejabat Kemensetneg Esha Rahmansah Tak Bisa Ditelusuri
Dugaan kepemilikan harta mewah Kepala Sub Bagian (Kasubag) Administrasi Kendaraan Biro Umum Sekretariat Esha Rahmanshah Abrar menuai pertanyaan jika dibandingkan pendapatannya.
Akan tetapi, ternyata jumlah harta kekayaan Esha tidak bisa diakses melalui data Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) Komisi Pembe Korupsi (KPK).
Setelah ditelusuri, ternyata Esha belum menjadi golongan pejabat negara yang diwajibkan melaporkan harta kekayaannya.
Menurut situs Sekretariat Negara, mulanya Esha disebut menjabat Kepala Subbagian Administrasi Bangunan, Bagian Bangunan, Biro Umum, Sekretariat Kementerian dengan pangkat golongan III/c.
Akan tetapi, setelah kepemilikan harta mewah itu terbongkar di media sosial, jabatan Esha di Sekretariat Negara tercatat sebagai Kasubag Administrasi Kendaraan Biro Umum Kementerian Sekretariat Negara dengan golongan IV/a.
Menurut data tentang pendapatan aparatur sipil negara, pegawai golongan IV/a mengantongi gaji pokok sebesar Rp 3.044.300 sampai Rp 5.000.000. Jumlah gaji pokok itu di luar tunjangan yang diterima Esha.
Mengacu kepada Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih, terdapat sejumlah golongan pejabat yang diwajibkan melaporkan harta kekayaannya kepada KPK secara berkala.
Para pejabat negara yang diwajibkan melaporkan harta kekayaannya kepada KPK menurut UU 28/1999 adalah:
Sedangkan menurut Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK, golongan pejabat yang wajib melaporkan harta kekayaannya diperluas menjadi:
Maka dari itu, karena Esha belum termasuk dalam golongan pejabat yang diwajibkan melaporkan harta kekayaannya, maka untuk saat ini masyarakat tidak bisa mengetahui LHKPN miliknya.
Pada 31 Agustus 2021 silam, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
Merujuk pada Pasal 4 huruf e peraturan tersebut, tertulis bahwa PNS wajib melaporkan harta kekayaan kepada pejabat yang berwenang.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Surtawijaya menyatakan, alokasi anggaran 10 persen dari APBN untuk dana desa merupakan harga mati.
Pemerintah semestinya tidak hanya gencar melakukan pembangunan di kota. Desa semestinya tidak dimarjinalkan sehingga masyarakat tidak bermigrasi ke kota untuk mencari penghidupan.
"Semua itu jawabannya adalah dana desa. Sepakat? Jadi 10 persen ke depan harga mati dana desa dari APBN. Setuju?” kata Surta dijawab setuju oleh peserta yang hadir dalam peringatan HUT Undang-Undang Desa di GBK, Jakarta Pusat, Minggu (19/3/2023).
Peringatan tersebut ia tujukan kepada partai politik yang saat ini sedang duduk di parlemen.
"Partai-partai yang tidak mendukung 10 persen (APBN untuk) dana desa, kami mau bilang semua kepala desa enggak usah pada di sini lagi," tuturnya.
"Dengan dana 10 persen terealisasi akan terjawab di situ, akan membuat percepatan pembangunan," kata Surta.
Akan tetapi, Megawati mengingatkan para kepala desa harus memikirkan kondisi keuangan negara.
"Negara bangsa ini milik kalian, tapi harus mikir seberapa sih kita ini (memikirkan) yang namanya dari sisi keuangan," ujar Megawati.
Megawati bahkan menegur ribuan kepala desa karena meminta bagian jumbo dari APBN, yakni setara Rp 300 triliun.
"Kalau kalian hanya bicara, mesti dibagi duitnya segini, mesti gini. Kerja dulu!” tegur Megawati.
https://nasional.kompas.com/read/2023/03/21/06220231/populer-nasional-alasan-lhkpn-pejabat-kemensetneg-esha-rahmansah-tak-bisa