Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Irwan P Ratu Bangsawan
Penulis dan Pamong Budaya di Disdikbud Banyuasin

Mahasiswa PJJ Hukum Universitas Siber Muhammadiyah, Yogyakarta

Dilema Menghadapi Anak yang Berkonflik dengan Hukum

Kompas.com - 19/03/2023, 08:48 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

AKHIR-akhir ini pemberitaan tentang anak-anak yang melakukan tindak pidana seperti penganiayaan, perundungan (bullying), hingga pembunuhan semakin marak. Ini berarti semakin banyak anak yang berkonflik dengan hukum.

Undang-Undang No 23 Tahun 2002 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak mendefinisikan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum adalah anak yang telah berumur 12 tahun, tetapi belum berumur 18 tahun yang diduga melakukan tindak pidana.

Anak yang berkonflik dengan hukum adalah salah satu masalah serius yang dihadapi oleh masyarakat kita saat ini.

Anak-anak yang melakukan tindak pidana tidak hanya merugikan dirinya sendiri, tetapi juga merugikan orang lain dan masyarakat pada umumnya.

Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak menegaskan bahwa anak yang berkonflik dengan hukum harus diperlakukan secara khusus dan berbeda dengan orang dewasa.

Anak-anak yang melakukan tindak pidana harus ditangani oleh sistem peradilan pidana khusus untuk anak-anak yang memiliki prinsip-prinsip dan tujuan yang berbeda dengan sistem peradilan pidana untuk orang dewasa.

Tujuan dari sistem peradilan pidana khusus untuk anak-anak adalah memperbaiki perilaku anak dan menghindari terjadinya tindak pidana di masa depan.

Namun, masih banyak masalah yang dihadapi dalam penerapan Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak di Indonesia.

Masalah tersebut antara lain kesulitan mendapatkan data dan informasi mengenai anak yang berkonflik dengan hukum, kurangnya jumlah lembaga perlindungan anak yang memadai, serta minimnya anggaran yang disediakan untuk menjalankan sistem peradilan pidana khusus anak-anak.

Dilema

Dalam masyarakat kita, anak-anak yang terlibat dalam tindak pidana seringkali dianggap sebagai pengganggu ketertiban sosial dan potensial menjadi ancaman bagi masyarakat.

Namun di sisi lain, anak-anak yang berkonflik dengan hukum sebenarnya menghadapi dilema yang kompleks.

Mereka terjebak antara memahami konsekuensi dari tindakan mereka dan memikul tanggung jawab atas perbuatannya, dengan situasi yang kadang-kadang memaksa mereka untuk melakukan tindakan yang salah.

Di satu sisi, anak-anak yang berkonflik dengan hukum masih dalam masa pertumbuhan dan perkembangan, dan masih memerlukan bimbingan dan perlindungan dari orang dewasa. Namun, di sisi lain, mereka juga harus menghadapi hukuman atas perbuatannya.

Hukuman ini dapat mencakup pengalaman yang tidak menyenangkan, seperti dijebloskan ke dalam penjara atau pusat pemasyarakatan.

Dalam situasi seperti ini, anak-anak seringkali mengalami dilema dalam memahami perbuatannya dan konsekuensinya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com