Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Babak Baru Putusan Pemilu Ditunda: KPU Banding, Prima Tawarkan Kompromi

Kompas.com - 11/03/2023, 07:52 WIB
Vitorio Mantalean,
Dian Erika Nugraheny,
Diamanty Meiliana

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Sengketa antara Komisi Pemilihan Umum (KPU) dengan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) menemui babak baru.

Saat ini Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI resmi mengajukan memori banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) 757/Pdt.G/2022/PN.JKT.PST yang mengabulkan seluruh gugatan perdata Prima atas KPU.

Pengajuan banding itu dilakukan pada Jumat (10/3/2023).

Saat mengajukan banding, KPU RI diwakili oleh Kepala Biro Advokasi Hukum dan Penyelesaian Sengketa, Andi Krisna, sebagai pihak yang diberi kuasa oleh Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari.

Baca juga: KPU Enggan Kompromi dengan PRIMA agar Gugatan Dicabut

"Hari ini KPU sudah menyampaikan memori banding di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan kemudian tadi sudah kami sampaikan dokumen, dan sudah kita terima akta permohonan banding," kata Andi.

"Sehingga dengan demikian KPU sudah menyampaikan secara keseluruhan proses-proses atau substansi dokumen-dokumen banding tersebut. Batas akhir (pengajuan banding) sampai 16 Maret, hari ini kita sudah sampaikan lebih awal," lanjutnya.

Sebelumnya, PN Jakpus menghukum KPU "tidak melaksanakan sisa tahapan pemilu" dan "melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama 2 tahun 4 bulan dan 7 hari", yang berimbas pada penundaan pemilu.

Baca juga: Prima Siap Hadapi Banding KPU di Pengadilan Tinggi

Prima sebelumnya merasa dirugikan oleh KPU karena dinyatakan tidak memenuhi syarat verifikasi administrasi partai politik calon peserta Pemilu 2024, sehingga tak bisa ambil bagian dalam Pemilu 2024.

Selain itu, KPU RI juga dinyatakan telah melakukan perbuatan melawan hukum. Mereka pun dihukum membayar ganti rugi Rp 500 juta terhadap partai politik besutan eks aktivis, Agus Jabo Priyono itu.

Pertanyakan kompetensi PN Jakpus

Dalam kesempatan itu, Andi Krisna mengungkapkan garis besar memori banding yang secara resmi dilayangkan oleh KPU.

"Kurang lebih poin terkait dengan kompetensi absolut Pengadilan Negeri Jakarta Pusat," jelas Andi kepada wartawan.

"Kemudian desain penegakan hukum pemilu, dan juga yang penting adalah amar putusannya bahwa di antaranya tahapan pemilu dilaksanakan (ulang) 2 tahun 4 bulan 7 hari, yang ini KPU menganggap ini sebuah ada kekeliruan, kurang lebih seperti itu," imbuhnya.

Andi juga menyebutkan bahwa memori banding ini turut memuat argumentasi yang diperoleh dari hasil diskusi bersama para pakar hukum yang digelar pada Kamis (9/3/2023).

Baca juga: KPU Resmi Banding Putusan PN Jakpus Tunda Pemilu

Beberapa argumen banding yang disebutkan Andi tadi sebelumnya sudah pernah disampaikan KPU RI ke majelis hakim PN Jakpus, melalui eksepsi mereka.

Dalam eksepsi itu, KPU RI menegaskan bahwa desain penegakan hukum pemilu seharusnya bukan ranah perdata di peradilan umum, dalam hal ini PN Jakpus.

Sebab, merujuk Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, sudah diatur bahwa pelanggaran administrasi dan sengketa pemilu diproses oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Bukti keseriusan KPU

Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI resmi mengajukan memori banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) 757/Pdt.G/2022/PN.JKT.PST yang mengabulkan seluruh gugatan perdata Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) atas KPU. Pantauan Kompas.com, KPU RI diwakili oleh Kepala Biro Advokasi Hukum dan Penyelesaian Sengketa, Andi Krisna (kanan), sebagai pihak yang diberi kuasa oleh Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari.KOMPAS.com / VITORIO MANTALEAN Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI resmi mengajukan memori banding atas putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) 757/Pdt.G/2022/PN.JKT.PST yang mengabulkan seluruh gugatan perdata Partai Rakyat Adil Makmur (PRIMA) atas KPU. Pantauan Kompas.com, KPU RI diwakili oleh Kepala Biro Advokasi Hukum dan Penyelesaian Sengketa, Andi Krisna (kanan), sebagai pihak yang diberi kuasa oleh Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari.

Usai resmi melayangkan banding, KPU RI mengeklaim bahwa pengajuan itu merupakan bentuk keseriusan mereka menjalani proses hukum.

Sebab sebelumnya, anggapan mengenai ketidakseriusan KPU sempat mencuat.

"Banding yang dilakukan oleh KPU sebagai bentuk keseriusan KPU dalam menghadapi dan menyikapi gugatan yang diajukan oleh Prima (Partai Rakyat Adil Makmur)," ujar Koordinator Divisi Hukum dan Pengawasan KPU RI, Mochamad Afifuddin, kepada wartawan pada Jumat.

"Selanjutnya, KPU menunggu putusan dari hakim Pengadilan Tinggi Jakarta terhadap banding yang diajukan," lanjutnya.

Baca juga: Banding Putusan Pemilu Ditunda, KPU Pertanyakan Kompetensi Absolut PN Jakpus

Sebelumnya, KPU menuai kritik lantaran tidak mengirim saksi/ahli dalam rangkaian persidangan melawan Prima di PN Jakpus.

Saat itu KPU merasa menjadi pihak yang terlibat langsung dalam masalah yang dihadapi Prima.

Sementara itu, Prima mengirim dua saksi yang keterangannya dipertimbangkan majelis hakim.

Prima siap hadapi gugatan

Pihak Prima sendiri menyatakan siap menghadapi putusan Pengadilan Tinggi DKI Jakarta atas banding yang diajukan KPU RI.

Prima juga menyatakan siap apabila banding dinyatakan ditolak.

Tentu kami akan mempersiapkan segala sesuatunya terkait banding ini, seprti saat kami masukan gugatan awal," kata Wakil Ketua Umum Prima, Alif Kamal, kepada Kompas.com pada Jumat.

"Kami juga akan mempersiapkan segala sesuatunya apabila banding ditolak atupun diterima oleh majelis hakim pengadilan tinggi," tambahnya.

Alif mengaku bahwa pihaknya juga tak mempermasalahkan upaya banding yang ditempuh lembaga penyelenggara pemilu itu.

"Prinsipnya kami menghargai upaya KPU untuk melakukan banding. Sebagai salah satu upaya hukum yang sudah digariskan undang-undang, kami harus menghargai itu," ia menegaskan.

Baca juga: Mahfud: Penundaan Pemilu Akan Sebabkan Kekacauan Luar Biasa, Terjadi Kekosongan Kekuasaan

Di luar koridor hukum, Prima juga mengaku siap mencabut gugatan perdata mereka apabila diizinkan ikut serta dalam Pemilu 2024.

Prima mengeklaim, gugatan perdata itu semula dilakukan hanya demi terpenuhinya partisipasi mereka sebagai peserta Pemilu 2024.

Namun, saat ini isu tersebut dianggap telah melenceng dan bermuatan politis karena putusan menunda pemilu.

"Kalau KPU memberikan hak politik kami untuk ikut dalam Pemilu 2024, maka gugatan akan kami cabut," kata Alif.

Alif mengatakan bahwa Dewan Pimpinan Pusat Prima sedang mendiskusikan upaya terbaik untuk masalah ini.

Menurutnya, diskusi tersebut bertujuan agar proses hukum ini tidak berlarut-larut.

Baca juga: Yusril: Kecil Kemungkinan Pengadilan Tinggi Setujui Putusan PN Jakpus soal Tunda Pemilu

Pertimbangan untuk mencabut gugatan di PN Jakpus disebut merupakan bagian dari upaya terbaik tersebut.

"Kami juga sangat tidak ingin proses pemilu yang menjadi hajatan banyak orang tidak tercederai dengan keriuhan karena tendensi-tendensi politik tertentu. Karena sejatinya kami di DPP Prima mau ikut pemilu 2024," ungkapnya.

KPU tegaskan tak kompromi

Menanggapi hal itu, KPU RI menegaskan bahwa mereka hanya akan menempuh mekanisme hukum untuk meladeni gugatan Prima.

Mekanisme hukum dimaksud yakni sesuai Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.

"Ya kami sesuai dengan kompetensi yang diberikan undang-undang kepada kami," kata Koordinator Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu KPU RI Idham Holik kepada Kompas.com pada Jumat.

Idham juga memastikan bahwa tidak ada komunikasi dengan Prima di luar konteks hukum.

"Komunikasi kami, dalam konteks gugatan ini, semua komunikasi hukum. Komunikasi itu saat persidangan," ia menambahkan.

Baca juga: Yusril: Parpol-parpol Bisa Ajukan Verzet jika Putusan PN Jakpus Tunda Pemilu Dieksekusi

Idham menjelaskan, pada 14 Desember 2022, KPU telah menetapkan 23 partai politik tingkat nasional sebagai peserta Pemilu 2024 lewat Keputusan KPU RI Nomor 518 Tahun 2022.

Lalu pada 30 Desember 2022, KPU menetapkan Partai Ummat sebagai partai politik ke-24 peserta Pemilu 2024 lewat Keputusan KPU RI Nomor 551 Tahun 2022, setelah proses mediasi sengketa kedua belah pihak disepakati oleh Bawaslu RI.

Idham menegaskan, daftar partai politik peserta Pemilu 2024 yang sudah ditetapkan melalui Keputusan KPU tak akan mungkin berubah tanpa perintah lembaga yang berwenang untuk itu.

Menurut Pasal 467 dan 471 UU Pemilu, lembaga-lembaga tersebut yaitu Bawaslu serta PTUN.

Baca juga: Diputus PTUN Tak Berhak Ikut Pemilu 2024, Prima Layangkan Peninjauan Kembali ke MA

Ditanya apakah mungkin KPU RI bersedia berkompromi di luar koridor hukum agar Prima mencabut gugatan dan Prima ikut Pemilu 2024, Idham menegaskan bahwa hal itu tidak diatur dalam UU Pemilu.

Oleh karenanya, hal ini tak dapat dilakukan. Sementara itu, mekanisme hukum yang dimungkinkan oleh UU Pemilu semuanya sudah ditempuh Prima.

Di Bawaslu RI, mereka dinyatakan menang sengketa atas KPU pada 4 November 2022 dan diberikan kesempatan unggah data perbaikan verifikasi administrasi.

Namun, pada kesempatan kedua ini, mereka tetap dinyatakan KPU RI tidak lolos verifikasi administrasi.

Di PTUN, Prima 2 kali menggugat KPU RI dan minta ditetapkan sebagai peserta Pemilu 2024.

Baca juga: Timbul Tenggelam Isu Penundaan Pemilu, Sikap Jokowi Dulu dan Kini

Gugatan yang dilayangkan pada 30 November 2022 oleh majelis hakim PTUN Jakarta dinyatakan tidak dapat diterima.

Sementara itu, gugatan per tanggal 26 Desember 2022 dinyatakan ditolak oleh majelis hakim PTUN Jakarta.

"Saya mau bertanya balik, dalam penyelesaian sengketa administrasi apakah ada mekanisme yang dimaksud (penyelesaian di luar hukum) yang diatur dalam UU Pemilu?" ucap eks Ketua KPU Kabupaten Bekasi itu.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 9 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Ganjar Kembali Tegaskan Tak Akan Gabung Pemerintahan Prabowo-Gibran

Nasional
Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Kultur Senioritas Sekolah Kedinasan Patut Disetop Buat Putus Rantai Kekerasan

Nasional
Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Kekerasan Berdalih Disiplin dan Pembinaan Fisik di Sekolah Kedinasan Dianggap Tak Relevan

Nasional
Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Kekerasan di STIP Wujud Transformasi Setengah Hati Sekolah Kedinasan

Nasional
Ganjar Bubarkan TPN

Ganjar Bubarkan TPN

Nasional
BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

BNPB: 13 Orang Meninggal akibat Banjir dan Longsor di Sulsel, 2 dalam Pencarian

Nasional
TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

TNI AU Siagakan Helikopter Caracal Bantu Korban Banjir dan Longsor di Luwu

Nasional
Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong 'Presidential Club'

Prabowo Diharapkan Beri Solusi Kuliah Mahal dan Harga Beras daripada Dorong "Presidential Club"

Nasional
Ide 'Presidential Club' Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Ide "Presidential Club" Dianggap Sulit Satukan Semua Presiden

Nasional
Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Halal Bihalal, Ganjar-Mahfud dan Elite TPN Kumpul di Posko Teuku Umar

Nasional
Pro-Kontra 'Presidential Club', Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Pro-Kontra "Presidential Club", Gagasan Prabowo yang Dinilai Cemerlang, tapi Tumpang Tindih

Nasional
Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Evaluasi Mudik, Pembayaran Tol Nirsentuh Disiapkan untuk Hindari Kemacetan

Nasional
Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Polri: Fredy Pratama Masih Gencar Suplai Bahan Narkoba Karena Kehabisan Modal

Nasional
SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

SYL Ungkit Kementan Dapat Penghargaan dari KPK Empat Kali di Depan Hakim

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com