JAKARTA, KOMPAS.com - Tenaga Ahli Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Syahrial mengatakan, dua dari tujuh pimpinan LPSK meminta agar perlindungan kepada Richard Eliezer tetap dilanjutkan.
Perbedaan pandangan pimpinan LPSK tersebut, kata Syahrial, terjadi dalam pengambilan keputusan penghentian perlindungan Richard karena diwawancara Kompas TV.
"Dalam proses pengambilan keputusan dimaksud terdapat dua dari tujuh pimpinan LPSK menyampaikan pendapat berbeda atau dissenting opinion. (Yaitu) yakin tetap mempertahankan perlindungan terhadap saudara RE," ujar Syahrial dalam konferensi pers di Kantor LPSK, Ciracas, Jakarta Timur, Jumat (10/3/2023).
Baca juga: LPSK Hanya Hentikan Perlindungan terhadap Richard Eliezer, Tak Hapus Hak Justice Collaborator
Namun demikian, Syahrial tidak menjelaskan dua pimpinan LPSK yang tak keberatan dengan penayangan wawancara itu.
Syarial menjelaskan, keputusan untuk mencabut perlindungan LPSK dilakukan setelah wawancara Richard di Kompas TV ditayangkan pada Kamis (9/3/2023) malam.
Padahal, pihak Kompas TV sudah diberikan surat peringatan karena dinilai belum mengirimkan surat permohonan persetujuan kepada LPSK.
"Maka Kamis, 9 Maret 2023 LPSK telah melaksanakan sidang Mahkamah Pimpinan LPSK dengan keputusan menghentikan perlindungan kepada saudara RE," imbuh dia.
Pemimpin Redaksi Kompas TV Rosianna Silalahi menerangkan bahwa sebelum melakukan wawancara, pihaknya telah mengantongi izin pihak-pihak terkait.
"Semua proses izin sudah dilakukan. Narasumber bersedia, pengacara oke, keluarga juga izinkan," kata Rosi dalam keterangannya.
Baca juga: Alasan LPSK Cabut Perlindungan Richard Eliezer
Menurut Rosi, izin wawancara Richard di Rutan Bareskrim juga sudah diterbitkan oleh Menteri Hukum dan HAM (Menkumham), serta Direktorat Jenderal Pemasyarakatan. Bahkan, sebelum wawancara dilakukan, tim telah mengantongi izin Kapolri.
"LPSK juga sudah mendapat tembusan surat untuk perizinan," terang Rosi.
"Ketika LPSK memutuskan status Richard, maka ini tindakan mengkambinghitamkan media, gara-gara Kompas TV status perlindungan Richard dicabut, padahal H-1 wawancara, pengacara Richard dan LPSK sudah berkomunikasi dan tidak ada masalah," tuturnya.
Adapun Richard merupakan saksi pelaku atau justice collaborator (JC) dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J. Statusnya sebagai JC itu menjadi salah satu pertimbangan hakim menjatuhkan vonis ringan berupa satu tahun enam bulan penjara terhadap Richard. Selama menjadi JC, Richard mendapatkan pendampingan dan perlindungan dari LPSK.
Dibanding empat terdakwa lainnya, vonis Richard menjadi yang paling ringan, jauh di bawah tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) yang memintanya dihukum pidana penjara 12 tahun.
Jaksa pun menyatakan tidak banding atas putusan Richard. Artinya, vonis tersebut sudah inkrah atau berkekuatan hukum tetap.
Baca juga: LPSK Hentikan Perlindungan Fisik terhadap Richard Eliezer
Dalam perkara yang sama, hakim menjatuhkan vonis mati terhadap Ferdy Sambo. Vonis ini lebih berat dari tuntutan jaksa yang meminta supaya mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri itu dihukum penjara seumur hidup.
Hakim juga telah menjatuhkan vonis terhadap Putri Candrawathi berupa pidana penjara 20 tahun. Vonis ini juga lebih berat dari tuntutan jaksa yang meminta agar istri Ferdy Sambo tersebut dipenjara 8 tahun.
Terdakwa lain yakni Kuat Ma'ruf divonis 15 tahun penjara. Hukuman ART Ferdy Sambo itu lebih berat dari tuntutan jaksa, yakni delapan tahun penjara.
Kemudian, vonis 13 tahun pidana penjara dijatuhkan terhadap Ricky Rizal. Sebelumnya, jaksa meminta hakim menjatuhkan hukuman delapan tahun penjara terhadap mantan ajudan Ferdy Sambo tersebut.
Keempat terdakwa yakni Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Ma'ruf, dan Ricky Rizal mengajukan banding atas vonis masing-masing.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.