Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jejak Isu Penundaan Pemilu, Andil Menteri dan Ketum Parpol hingga Gugatan Partai Prima

Kompas.com - 08/03/2023, 19:54 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Editor

JAKARTA, KOMPAS.com - Wacana penundaan pemilihan umum (Pemilu) 2024 yang sempat meredup kembali mencuat.

Terbaru, Pengadilan Negeri atau PN Jakarta Pusat mengetok palu Pemilu 2024 ditunda hingga 2025. Keputusan tersebut tertuang dalam putusan perdata yang diajukan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) dengan tergugat Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memenangkan Prima atas gugatan perdata mereka terhadap KPU, Kamis (2/3/2022).

Dalam putusan atas gugatan 757/Pdt.G/2022 yang dilayangkan pada 8 Desember 2022, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat memerintahkan KPU menunda tahapan Pemilu 2024.

Baca juga: Banding Putusan Penundaan Pemilu, KPU Diingatkan Jangan sampai Masuk Angin

"Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," demikian bunyi diktum kelima amar putusan tersebut.

Adapun Prima melaporkan KPU karena merasa dirugikan dalam tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.

Dalam tahapan verifikasi administrasi, Prima dinyatakan tidak memenuhi syarat keanggotaan sehingga tidak bisa berproses ke tahapan verifikasi faktual.

Namun demikian, Prima merasa telah memenuhi syarat keanggotaan tersebut dan menganggap bahwa Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) KPU bermasalah dan menjadi biang keladi tidak lolosnya mereka dalam tahapan verifikasi administrasi.

Baca juga: Soal Putusan Penundaan Pemilu, Moeldoko: Presiden Tak Intervensi, Itu Urusan KPU

Berawal dari menteri dan Ketum Parpol

Isu itu pertama kali mencuat setelah pernyataan Menteri Investasi/ Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia Pada 9 Januari 2022 silam. Saat itu Bahlil mengeklaim sebagian pengusaha berharap pelaksanaan Pemilu 2024 diundur.

Alasan Bahlil menyampaikan gagasan tersebut karena mempertimbangkan pemulihan ekonomi nasional akibat pandemi Covid-19.

"Kenapa, karena mereka ini baru selesai babak belur dengan persoalan kesehatan. Ini dunia usaha baru naik, baru mau naik tiba-tiba mau ditimpa lagi dengan persoalan politik. Jadi itu hasil diskusi saya sama mereka," ujar Bahlil saat itu.

Pernyataan Bahlil kemudian menuai beragam pendapat baik yang mendukung maupun menolak.

Baca juga: Komnas HAM: Penundaan Pemilu Berpotensi Timbulkan Instabilitas Politik

Lantas pada 23 Februari, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar turut mengusulkan supaya Pemilu 2024 ditunda. Alasan yang diutarakan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) itu pun mirip dengan Bahlil, yakni demi pemulihan ekonomi di masa pandemi.

Menurut Cak Imin, sapaan Muhaimin, keriuhan dan persaingan politik menjelang Pemilu 2024 dikhawatirkan bisa mengganggu perkembangan perekonomian dalam negeri yang tengah berupaya bangkit di masa pandemi.

Sehari setelahnya giliran Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto yang ikut melontarkan wacana penundaan Pemilu. Dia menyampaikan hal itu saat berkunjung menemui petani sawit di Siak, Riau.

Airlangga yang merupakan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Indonesia mengeklaim hanya menampung aspirasi dari petani sawit supaya pelaksanaan Pemilu 2024 ditunda.

Baca juga: Komnas HAM Nilai Putusan Penundaan Pemilu Berpotensi Langgar Hak Konstitusi Warga Negara

Wacana yang sama juga digulirkan oleh Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan. Saat itu Zulkifli belum diangkat menjadi Menteri Perdagangan.

Zulkifli menyatakan sepakat dengan usul penundaan pemilu dengan beberapa alasan. Yaitu pandemi Covid-19 yang diperkirakan belum selesai pada 2024, menjaga pemulihan ekonomi dalam negeri, dan antisipasi dampak dari peperangan antara Rusia dan Ukraina.

Posisi PKB, Golkar, dan PAN merupakan partai pendukung atau koalisi pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Presiden Ma'ruf Amin.

Isu itu pun terus bergulir. Pada 15 Maret 2022, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Menko Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan mempunyai data analisis dari media sosial atau big data yang menghendaki Pemilu 2024 ditunda.

Menurut Luhut saat itu, dia mengantongi big data dari 110 juta pengguna media sosial yang menginginkan Pemilu 2024 ditunda. Pernyataan Luhut itu pun memicu perdebatan di kalangan politikus.

Baca juga: Soal Isu Penundaan Pemilu, BRIN: Persoalan Ini Jangan Dibuat Main-main

Bahkan sejumlah pakar media sosial turun tangan buat menelusuri big data sebesar 110 juta pengguna media sosial yang diklaim Luhut mendukung wacana penundaan Pemilu 2024.

Sejumlah pakar media sosial justru meragukan big data yang diklaim Luhut

Akan tetapi, Luhut justru menolak ketika diminta untuk membuka data yang dimiliki terkait klaim itu.

"Ya pasti adalah, masak bohong? Ya janganlah, buat apa dibuka?" kata Luhut selepas menghadiri rangkaian kegiatan menjelang MotoGP seri Indonesia di Hotel Grand Hyatt Jakarta, Selasa (15/3/2022).

Meski demikian, Presiden Joko Widodo menyatakan proses Pemilu 2024 tetap berjalan sesuai dengan agenda dan jadwal yang sudah disusun.

Baca juga: Kata Jubir PN Jakpus soal Rencana Pemanggilan Ketua PN Jakpus Terkait Putusan Penundaan Pemilu

Gugatan Prima

Setelah adanya putusan tersebut, Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD pun angkat bicara.

Mahfud menuding hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat bermain memutus tahapan Pemilu 2024 ditunda.

Menurut dia, tidak semestinya hakim yang bertugas di Pengadilan Negeri memutuskan perkara administrasi yang merupakan kewenangan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Ini kan ilmunya salah ini, sudah jelas Pemilu itu pengadilannya di sana (PTUN) kok dia yang mutus," ujar Mahfud dalam keterangan video di kanal YouTube Kemenkopolhukam, Sabtu (4/3/2023).

Prima mengeklaim tidak mengetahui Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak mempunyai wewenang untuk mengadili perkara sengketa pemilihan umum (Pemilu).

Baca juga: Bawas MA Telaah Putusan PN Jakarta Pusat Terkait Penundaan Pemilu

Akan tetapi, Prima mengajukan permohonan ke PN Jakpus atas dasar dugaan perbuatan melawan hukum yang diduga dilakukan Komisi Pemilihan Umum (KPU).

"Kami mengajukan permohonan perbuatan melawan hukum, yang dilakukan oleh KPU, karena KPU bertindak tidak profesional di dalam melaksanakan verifikasi administrasi terhadap partai kami," kata Ketua Umum Partai Prima Agus Jabo Priyono dalam diskusi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (8/3/2023).

Agus menyampaikan, Prima sudah mencoba mencari keadilan melalui lembaga-lembaga yang diatur oleh undang-undang dalam menangani sengketa pemilu, seperti Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). Namun, usaha Prima sia-sia.

Karena merasa lengkap secara dokumen, Partai Prima pun bergerak melakukan aksi hingga meminta KPU diaudit.

Baca juga: ICW dan Perludem Sebut Putusan Penundaan Pemilu Bukan Kewenangan PN Jakpus

"Usaha-usaha yang kita lakukan ya untuk mendapatkan keadilan itu sudah kami tempuh sesuai dengan undang-undang. Bahkan kemudian kita melakukan gerakan-gerakan massa, tetapi KPU diam, Bawaslu diam. Kita puasa berbicara tentang proses bagaimana mereka melakukan perbuatan melawan hukum dalam verifikasi administrasi, Itu sudah banyak yang kita sampaikan lewat media," tutur Agus yang juga pendiri Partai Rakyat Demokratik (PRD).

Agus juga menyayangkan berbagai pihak yang berprasangka buruk terkait putusan PN Jakpus yang memenangkan gugatan Prima. Dia merasa heran banyak pihak mempersoalkan ketika gugatan Prima dimenangkan oleh PN Jakpus.

"Kita hanya mencari hak sebagai warga negara yang ingin berpolitik, membangun partai politik supaya bisa ikut pemilu, hanya itu," ujar Agus.

Agus juga menyoroti sikap Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD yang dinilai reaktif terkait putusan PN Jakpus.

Baca juga: Soal Putusan Penundaan Pemilu, Mahfud MD: Kita Akan Lawan Habis-habisan

Agus menegaskan, Prima hanya ingin berjuang bisa mengikuti Pemilu 2024 setelah dinyatakan tidak lolos sebagai peserta pemilu oleh KPU.

"Saya perlu menegaskan kembali bahwa posisi politik Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) bahwa kami berjuang itu agar bisa ikut Pemilu 2024, bukan untuk menunda Pemilu 2024. Ini karena banyak disalahpahami," ujar Agus.

"Bahkan, sekelas Menko Polhukam saja, mungkin karena saking nafsunya, tidak meneliti apa yang kami mohonkan, sehingga sangat reaktif dan publik juga sangat reaktif," lanjut Agus.

(Penulis : Adhyasta Dirgantara | Editor : Icha Rastika)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang 'Toxic', Jokowi: Benar Dong

Luhut Ingatkan Prabowo Jangan Bawa Orang "Toxic", Jokowi: Benar Dong

Nasional
Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Ganjar Harap Buruknya Pilpres 2024 Tak Dikloning ke Pilkada

Nasional
Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Bea Cukai Jadi Sorotan Publik, Pengamat Intelijen: Masyarakat Harus Beri Dukungan untuk Perbaikan

Nasional
Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Hakim Agung Gazalba Saleh Didakwa Terima Rp 37 Miliar karena Kabulkan PK Eks Terpidana Megapungli di Pelabuhan Samarinda

Nasional
Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Ditanya soal Ikut Dorong Pertemuan Megawati-Prabowo, Jokowi Tersenyum lalu Tertawa

Nasional
Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Berhaji Tanpa Visa Haji, Risikonya Dilarang Masuk Arab Saudi Selama 10 Tahun

Nasional
Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Kuota Haji Terpenuhi, Kemenag Minta Masyarakat Tak Tertipu Tawaran Visa Non-haji

Nasional
Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Sengketa Pileg, Hakim MK Sindir MU Kalah Telak dari Crystal Palace

Nasional
Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Wakil Ketua MK Sindir Nasdem-PAN Berselisih di Pilpres, Rebutan Kursi di Pileg

Nasional
PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

PDI-P Berada di Dalam atau Luar Pemerintahan, Semua Pihak Harus Saling Menghormati

Nasional
Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Dua Kali Absen, Gus Muhdlor Akhirnya Penuhi Panggilan KPK

Nasional
Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Ganjar Tegaskan Tak Gabung Pemerintahan Prabowo, Hasto: Cermin Sikap PDI-P

Nasional
Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Kelakuan SYL Minta Dibayarkan Lukisan Sujiwo Tejo Rp 200 Juta, Bawahan Kebingungan

Nasional
Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Gibran Siap Berlabuh ke Partai Politik, Golkar Disebut Paling Berpeluang

Nasional
PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

PPDS Berbasis Rumah Sakit, Jurus Pemerintah Percepat Produksi Dokter Spesialis

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com