Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisruh Putusan PN Jakpus soal Pemilu Ditunda, Ini Aturan tentang Pemilihan 5 Tahunan

Kompas.com - 04/03/2023, 08:30 WIB
Fitria Chusna Farisa

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) soal penundaan Pemilu 2024 berujung polemik.

Dalam putusannya, Majelis Hakim PN Jakpus memerintahkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda tahapan Pemilu 2024 yang kini tengah berjalan.

"Menghukum Tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan Pemilihan Umum dari awal selama lebih kurang 2 (dua ) tahun 4 (empat) bulan 7 (tujuh) hari," bunyi diktum kelima amar putusan tersebut.

Baca juga: Kontroversi Putusan PN Jakpus, Prima Jelaskan Alasan Minta Tahapan Pemilu Diulang Selama 2 Tahun 4 Bulan

Perkara ini bermula dari gugatan yang dilayangkan Partai Rakyat Adil Makmur (Prima) ke PN Jakpus. Sebelumnya, Prima merasa dirugikan dalam tahapan pendaftaran dan verifikasi partai politik calon peserta Pemilu 2024.

Dalam tahapan verifikasi administrasi, partai pendatang baru tersebut dinyatakan tidak memenuhi syarat keanggotaan, sehingga tidak bisa berproses ke tahapan verifikasi faktual.

Namun, Prima merasa telah memenuhi syarat keanggotaan dan menganggap bahwa Sistem Informasi Partai Politik (Sipol) KPU bermasalah dan menjadi biang keladi tidak lolosnya mereka dalam tahapan verifikasi administrasi.

Sebelum menggugat ke PN Jakpus, perkara serupa sempat dilaporkan Prima ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI. Namun, Bawaslu lewat putusannya menyatakan KPU RI tidak terbukti melakukan pelanggaran dalam tahapan verifikasi administrasi Prima.

Putusan PN Jakpus ini pun banjir kritik. Ahli hukum hingga pegiat pemilu ramai-ramai menolak putusan yang memerintahkan penundaan pemilu tersebut.

Putusan itu dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, bahkan dianggap melawan konstitusi atau Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.

Lantas, bagaimana bunyi konstitusi dan undang-undang terkait penyelenggaraan pemilu?

Bunyi konstitusi

Pelaksanaan pemilu diatur dalam UUD 1945 khususnya Pasal 22E. Beleid tersebut menyatakan, pemilu digelar setiap lima tahun sekali.

"Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali," bunyi Pasal 22E Ayat (1) konstitusi.

Adapun menurut konstitusi, pemilu diselenggarakan untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden dan Wakil Presiden, serta Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Baca juga: Istana: Pemerintah Tetap Dukung Pemilu 2024 Sesuai Jadwal

Pemilu lanjutan dan susulan

UU Nomor 7 Tahun 2017 sedianya mengatur soal penundaan pemilu dan mekanisme pemilu lanjutan serta pemilu susulan. Namun, menurut UU, pemilu dapat ditunda hanya jika dalam kondisi tertentu.

Pasal 431 Ayat (1) UU tersebut berbunyi, "Dalam hal di sebagian atau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia terjadi kerusuhan, gangguan keamanan, bencana alam, atau gangguan lainnya yang mengakibatkan sebagian tahapan penyelenggaraan pemilu tidak dapat
dilaksanakan, dilakukan pemilu lanjutan".

Halaman Berikutnya
Halaman:


Terkini Lainnya

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

Nasional
Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

Nasional
UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

Nasional
Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com