JAKARTA, KOMPAS.com - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Suhajar Diantoro mengatakan bahwa pemerintah tetap mempertahankan Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 (SKB 2 menteri) soal syarat pendirian rumah ibadah.
Sebab, dia mengatakan, SKB 2 menteri itu kerap ditafsirkan sebagai dasar untuk pelarangan penggunaan atau ibadah agama minoritas di Indonesia. Terlebih, Presiden Joko Widodo (Jokowi) juga telah mengingatkan para kepala daerah agar berhati-hati dalam mengambil keputusan untuk melarang pembangunan rumah ibadah.
"Jadi nanti kalau kita mengevaluasi sebuah regulasi, harus berbasis penciptaan ketertiban. Begitu. Hari ini kita belum sampai pada kesimpulan itu. Ya (pertahankan), itu yang kita tetap laksanakan," ujar Suhajar saat ditemui di Hotel Novotel, Tangerang, Selasa (28/2/2023).
Suhajar memastikan bahwa negara melindungi dan menjamin hak setiap warga dalam beribadah.
Menurutnya, negara terus berupaya menciptakan situasi yang nyaman untuk semua umat agama dalam beribadah.
"Siapa pun orangnya, dilindungi dia, termasuk dilindungi beribadah. Konflik-konflik di lapangan inilah yang harus dikelola dan diselesaikan oleh kita bersama, termasuk pers," ucapnya.
"Kenapa? Pers ini bagai pisau bermata dua. Jadi tolong kelola isu-isu ini dan bantu pemerintah, bantu rakyat Indonesia untuk nyaman dalam kehidupan, termasuk emak, bapak kita, adik-adik kita, keluarga kita," imbuh Suhajar.
Jokowi telah mengingatkan kepala daerah agar berhati-hati mengambil keputusan untuk melarang pembangunan rumah ibadah.
Sebab, umat beragama memiliki kebebasan untuk beribadah dan beragama. Kebebasan memeluk agama dan beribadah ini bahkan telah dijamin oleh konstitusi, yakni Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 29 Ayat 2.
Konstitusi ini, kata Jokowi, tidak boleh kalah oleh sebuah kesepakatan. Salah satu kesepakatan yang mungkin muncul, misalnya, sepakat tidak boleh memberi izin membangun rumah ibadah bagi pemeluk agama tertentu.
"Konstitusi tidak boleh kalah dengan kesepakatan. Dalam rapat FKUB misalnya, sepakat tidak memperbolehkan membangun tempat ibadah. Hati-hati loh, konstitusi kita, hati-hati, menjamin itu," kata Jokowi saat menghadiri Rapat Koordinasi Nasional di Sentul International Convention Center (SICC), Bogor, Selasa (17/1/2023).
Baca juga: PBNU Minta Larangan Kampanye di Rumah Ibadah Dipertegas
Jokowi mengingatkan agar semua kepala daerah mematuhi konstitusi tersebut, utamanya ketika menerbitkan instruksi setingkat wali kota atau bupati.
Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 harus menjadi acuan ketika mengatur aturan di bawahnya.
"Ada peraturan wali kota, atau ada instruksi bupati. Hati-hati loh, kita semua harus tahu masalah ini. Konstitusi kita memberikan kebebasan beragama dan beribadah," ucap dia.
Selain kepala daerah, Jokowi juga meminta kapolres, pandam, kapolda, dan dandim mengerti aturan tersebut. Begitu juga dengan Kejaksaan Negeri (Kejati) dan Kejaksaan Tinggi (Kejati).
Jokowi kemudian mengucapkan kalimat hati-hati berulang-ulang, menyusul masih banyaknya konflik pembangunan rumah ibadah di wilayah-wilayah tertentu.
"Meskipun hanya satu sampai dua kabupaten, tapi hati-hati mengenai ini. Hati-hati, ini yang beragama Kristen, Katolik, Hindu, Konghuchu, hati-hati. Ini memiliki hak yang sama dalam beribadah," ujar Jokowi.
Anggota Komisi III DPR Taufik Basari menilai, peristiwa polemik ibadah jemaat Gereja Kristen Kemah Daud (GKKD) Lampung tidak lepas dari adanya Peraturan Bersama (PB) 2 Menteri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006.
Peraturan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Menteri Agama (Menag) sering ditafsirkan sebagai dasar pelarangan penggunaan atau ibadah agama minoritas di Indonesia.
Taufik Basari mengatakan, penghalangan akitivitas ibadah yang terjadi di GKKD pada Minggu (19/2/2023) kemarin disebut dengan alasan perizinan.
"Ini membuka mata kita, bahwa penting bagi pemerintah pusat meninjau kembali PB 2 menteri itu, tentang pendirian rumah ibadah," kata Taufik usai audiensi dengan Kapolresta Bandar Lampung, Kamis (23/2/2023).
Anggota Komisi III DPR RI ini mengatakan, PB tersebut sering dijadikan "dasar" dalam penghalangan dan tindakan persekusi agama minoritas yang terjadi di Indonesia.
Baca juga: Jokowi: Hati-hati, Konstitusi Kita Menjamin Pembangunan Rumah Ibadah
"Selama ini peraturan tersebut menimbulkan permasalahan-permasalahan yang dapat mengganggu kerukunan beragama dan mendorong adanya tindakan persekusi," kata Taufik Basari.
Taufik Basari yang juga Wakil Ketua Badan Sosialisasi MPR RI ini mengatakan kebebasan beribadah adalah kewajiban konstitusional negara.
Sehingga, PB tersebut dianggap bertentangan dengan kewajiban negara yang seharusnya dijaminkan kepada seluruh pemeluk agama.
Selain itu, masalah perizinan yang sejauh ini menjadi alasan dalam peristiwa GKKD itu tidak bisa menjadi pembenaran.
"Kebebasan beragama sangat tinggi posisi di dalam konstitusi. Kita akan minta tinjau kembali," kata Taufik Basari.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.