Selama menjalani sanksi demosi bersifat mutasi itu, Richard ditempatkan sebagai staf di Divisi Pelayanan Markas (Yanma) Polri.
Dalam sidang itu, KKEP juga memaparkan sejumlah pertimbangan yang membuat mereka mempertahankan Richard sebagai polisi.
Pertama, Richard belum pernah dihukum melakukan pelanggaran etika ataupun disiplin.
Kedua, Richard mengakui kesalahan dan menyesali perbuatan.
Baca juga: Enggan Tanggapi Hasil Sidang Etik Richard Eliezer, Ayah Brigadir J: Koar-koar Pun Percuma
Ketiga, Richard menjadi justice collaborator atau saksi yang bekerja sama, dimana saksi lainnya berusaha mengaburkan fakta dengan berbagai cara merusak menghilangkan barbuk dan menggunakan kekuasaan. Namun, kejujuran Richard disebut telah mengungkap fakta yang terjadi.
Keempat, Richard bersikap sopan, sehingga sidang berjalan lancar dan terbuka.
Kelima, Richard masih berusia muda yakni 24 tahun, dan sudah menyesali perbuatannya dan berjanji tidak akan mengulangi perbuatannya.
Keenam, Richard meminta maaf kepada keluarga Brigadir Yosua atas perbuatannya yang terpaksa menembak, sehingga keluarga Yosua memberikan maaf.
Baca juga: Eliezer dan Polri: Kesanggupan Siapa?
Ketujuh, semua perbuatan Richard dalam keadaan terpaksa dan tidak berani menolak perintah atasan.
Kedelapan, jenjang kepangkatan Richard dan Ferdy Sambo sangat jauh sehingga tidak bisa menolak perintah.
Kesembilan, Richard sudah memberi keterangan sejujurnya sehingga kasus itu dapat terungkap.
Sebelumnya, Ferdy Sambo yang merupakan mantan Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Kadiv Propam) Polri divonis mati dalam kasus pembunuhan berencana Yosua, oleh majelis hakim dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (13/2/2023).
Sedangkan Putri Candrawathi divonis 20 tahun penjara pada hari yang sama dengan suaminya.
Kemudian Kuat Ma'ruf yang merupakan asisten rumah tangga dijatuhi vonis 15 tahun penjara dalam sidang pada Selasa (14/2/2023).
Lalu salah satu ajudan Sambo, Ricky Rizal Wibowo (Bripka RR), divonis 13 tahun penjara pada hari yang sama dengan Kuat.