JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mempertanyakan alasan pertanggungjawaban lembaganya diubah dari bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI, menjadi bertanggung jawab kepada presiden melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes).
Adapun, perubahan pertanggungjawaban ini tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang kesehatan yang telah disetujui menjadi RUU inisiatif DPR RI pada sidang paripurna pekan ini.
Padahal, kata Ghufron, dana yang ada di dalam BPJS Kesehatan sepenuhnya merupakan iuran peserta, bukan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Ini dananya dana peserta, kok dikelola secara kelembagaan harus laporan pertanggungjawaban di bawah kementerian (Menkes). Yang (berlaku) sekarang, BPJS Kesehatan pertanggungjawabannya ke presiden," kata Ghufron dalam diskusi publik "Urgensi RUU tentang Kesehatan" di DPP PKB, Jakarta Pusat, Jumat (17/2/2023).
Baca juga: PKS Tolak RUU Kesehatan Jadi Inisiatif DPR di Rapat Paripurna, Ini Alasannya
Ghufron menuturkan, pembiayaan BPJS sudah sangat jelas diatur dalam UU Nomor 40 tahun 2011 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
Jaminan tersebut diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, dengan tujuan menjamin agar seluruh rakyat memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan kesehatan.
Kalaupun menggunakan APBN, anggaran tersebut digunakan untuk membiayai Peserta Bantuan Iuran (PBI) yang notabene merupakan amanat UU, yakni setiap orang berhak memperoleh layanan kesehatan.
"Jadi, memberikan untuk PBI karena perintah UU dan atas nama peserta. Asuransi sosial itu kontribusi dari orang iuran. Yang enggak mampu, dibayari oleh pemerintah," tutur Ghufron.
Baca juga: PP Muhammadiyah Sebut Perumusan RUU Kesehatan Tabrak Etika Tata Krama Politik dan Hukum
Di sisi lain, pemerintah memang membayarkan iuran untuk pegawai negeri. Namun, pembayaran itu dalam bentuk gaji mengingat posisi pemerintah sebagai pemberi kerja.
Oleh karena itu, Ghufron menyatakan, basis keuangan dalam BPJS Kesehatan adalah dana amanat dari peserta dan untuk peserta.
"Nilainya milik peserta, bukan milik siapa-siapa. Berbeda dengan tax base, APBN, atau apa yang disebut asuransi komersial. Kalau tidak ada peserta, tidak mungkin dari APBN mengeluarkan uang. Sedangkan BPJS itu bukan APBN. Ini yang bisa kita perdebatkan," ungkap Ghufron.
Baca juga: RUU Kesehatan Omnibus Law: Diprotes IDI dan Partai Buruh, tapi Tetap Digas DPR
Sebelumnya, hal serupa juga disinggung oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah bersama organisasi profesi dan organisasi masyarakat.
Adapun organisasi profesi dan masyarakat tersebut, terdiri dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia, Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia, dan Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Mereka beranggapan, RUU Kesehatan berpotensi menghilangkan Independensi BPJS yang sebelumnya diatur dalam UU BPJS.
BPJS yang kini bertanggung jawab kepada presiden berubah pertangungjawabannya kepada presiden melalui Kementerian Kesehatan.
Hal ini semakin mengindikasikan untuk menjadikan BPJS sebagai Instrumen birokrasi pemerintah. Oleh karena itu, mereka sepakat menolak RUU Kesehatan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.