Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dirut BPJS Kesehatan Protes RUU Kesehatan Bikin Lembaganya Tanggung Jawab ke Kemenkes

Kompas.com - 17/02/2023, 17:29 WIB
Fika Nurul Ulya,
Sabrina Asril

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mempertanyakan alasan pertanggungjawaban lembaganya diubah dari bertanggung jawab langsung kepada Presiden RI, menjadi bertanggung jawab kepada presiden melalui Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Adapun, perubahan pertanggungjawaban ini tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang kesehatan yang telah disetujui menjadi RUU inisiatif DPR RI pada sidang paripurna pekan ini.

Padahal, kata Ghufron, dana yang ada di dalam BPJS Kesehatan sepenuhnya merupakan iuran peserta, bukan dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

"Ini dananya dana peserta, kok dikelola secara kelembagaan harus laporan pertanggungjawaban di bawah kementerian (Menkes). Yang (berlaku) sekarang, BPJS Kesehatan pertanggungjawabannya ke presiden," kata Ghufron dalam diskusi publik "Urgensi RUU tentang Kesehatan" di DPP PKB, Jakarta Pusat, Jumat (17/2/2023).

Baca juga: PKS Tolak RUU Kesehatan Jadi Inisiatif DPR di Rapat Paripurna, Ini Alasannya

Ghufron menuturkan, pembiayaan BPJS sudah sangat jelas diatur dalam UU Nomor 40 tahun 2011 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).

Jaminan tersebut diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan prinsip ekuitas, dengan tujuan menjamin agar seluruh rakyat memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan kesehatan.

Kalaupun menggunakan APBN, anggaran tersebut digunakan untuk membiayai Peserta Bantuan Iuran (PBI) yang notabene merupakan amanat UU, yakni setiap orang berhak memperoleh layanan kesehatan.

"Jadi, memberikan untuk PBI karena perintah UU dan atas nama peserta. Asuransi sosial itu kontribusi dari orang iuran. Yang enggak mampu, dibayari oleh pemerintah," tutur Ghufron.

Baca juga: PP Muhammadiyah Sebut Perumusan RUU Kesehatan Tabrak Etika Tata Krama Politik dan Hukum

Di sisi lain, pemerintah memang membayarkan iuran untuk pegawai negeri. Namun, pembayaran itu dalam bentuk gaji mengingat posisi pemerintah sebagai pemberi kerja.

Oleh karena itu, Ghufron menyatakan, basis keuangan dalam BPJS Kesehatan adalah dana amanat dari peserta dan untuk peserta.

"Nilainya milik peserta, bukan milik siapa-siapa. Berbeda dengan tax base, APBN, atau apa yang disebut asuransi komersial. Kalau tidak ada peserta, tidak mungkin dari APBN mengeluarkan uang. Sedangkan BPJS itu bukan APBN. Ini yang bisa kita perdebatkan," ungkap Ghufron.

Baca juga: RUU Kesehatan Omnibus Law: Diprotes IDI dan Partai Buruh, tapi Tetap Digas DPR

Sebelumnya, hal serupa juga disinggung oleh Pimpinan Pusat Muhammadiyah bersama organisasi profesi dan organisasi masyarakat.

Adapun organisasi profesi dan masyarakat tersebut, terdiri dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Pengurus Besar Persatuan Dokter Gigi Indonesia, Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia, dan Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Mereka beranggapan, RUU Kesehatan berpotensi menghilangkan Independensi BPJS yang sebelumnya diatur dalam UU BPJS.

BPJS yang kini bertanggung jawab kepada presiden berubah pertangungjawabannya kepada presiden melalui Kementerian Kesehatan.

Hal ini semakin mengindikasikan untuk menjadikan BPJS sebagai Instrumen birokrasi pemerintah. Oleh karena itu, mereka sepakat menolak RUU Kesehatan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Deretan Mobil Mewah yang Disita di Kasus Korupsi Timah, 7 di Antaranya Milik Harvey Moeis

Nasional
[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

[POPULER NASIONAL] PKS Sebut Surya Paloh Main Cantik di Politik | Ganjar-Mahfud Dapat Tugas Baru dari Megawati

Nasional
Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 29 April 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Kejagung: Kadis ESDM Babel Terbitkan RKAB yang Legalkan Penambangan Timah Ilegal

Nasional
Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Kejagung Tetapkan Kadis ESDM Babel dan 4 Orang Lainnya Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Masuk Bursa Gubernur DKI, Risma Mengaku Takut dan Tak Punya Uang

Nasional
Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Sambut PKB dalam Barisan Pendukung Prabowo-Gibran, PAN: Itu CLBK

Nasional
Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Dewas KPK Minta Keterangan SYL dalam Dugaan Pelanggaran Etik Nurul Ghufron

Nasional
Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Soal Jatah Menteri PSI, Sekjen: Kami Tahu Ukuran Baju, Tahu Kapasitas

Nasional
Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Cinta Bumi, PIS Sukses Tekan Emisi 25.445 Ton Setara CO2

Nasional
Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Menpan-RB Anas Bertemu Wapres Ma’ruf Amin Bahas Penguatan Kelembagaan KNEKS

Nasional
Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Banyak Caleg Muda Terpilih di DPR Terindikasi Dinasti Politik, Pengamat: Kaderisasi Partai Cuma Kamuflase

Nasional
PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

PKB Sebut Pertemuan Cak Imin dan Prabowo Tak Bahas Bagi-bagi Kursi Menteri

Nasional
Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan 'Nasib' Cak Imin ke Depan

Fokus Pilkada, PKB Belum Pikirkan "Nasib" Cak Imin ke Depan

Nasional
Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Kritik Dukungan Nasdem ke Prabowo, Pengamat: Kalau Setia pada Jargon “Perubahan” Harusnya Oposisi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com