JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemilihan Umum (KPU) mengeklaim telah menyiapkan mekanisme agar warga yang meninggal dunia tanpa surat keterangan kematian tidak masuk selama daftar pemilih 2024.
Sebagai informasi, dalam proses pencocokan dan penelitian (coklit) yang dilakukan petugas pemutakhiran daftar pemilih (pantarlih) saat ini, pendekatan yang digunakan adalah pendekatan de jure, bukan lagi de facto.
"Pantarlih akan diminta untuk berkoordinasi dengan PPS (Panitia Pemungutan Suara) tingkat kelurahan, mengkomunikasikan ke lurah atau kepala desa untuk mengeluarkan surat keterangan kematian," kata Koordinator Divisi Data dan Informasi KPU RI, Betty Epsilon, ketika dihubungi Kompas.com pada Kamis (16/2/2023) petang.
"Kami pastikan," tegasnya.
Baca juga: Bawaslu Ungkap Kerawanan Coklit, Orang Meninggal Disebut Masih Bisa Terdaftar jadi Pemilih
Penggunaan metode de jure dalam pelaksanaan coklit di lapangan berangkat dari realitas di lapangan, di mana banyak perubahan demografi tak disertai dengan dokumen legal.
Coklit yang dilakukan tanpa berpegang pada dokumen legal dikhawatirkan justru dapat membuat hak pilih warga negara lenyap.
Sebagai contoh, orang yang selama proses coklit tidak dapat ditemui karena sedang berada di luar domisili dengan beragam kepentingan. Jika hanya mengacu pendekatan de facto, maka orang itu otomatis dicoret dari daftar pemilih.
Namun, Betty menyebut, dengan metode saat ini, KPU tidak bisa serta-merta mencoret orang tersebut karena tidak ada dokumen legal yang menyatakannya pindah.
Baca juga: KTP Dua Komisioner KPU Pegunungan Arfak Ditemukan Dalam Berkas Dukungan Bakal Calon DPD RI
"Nah itu (perubahan demografi) kan harus dibuktikan. Itu harus valid," ujar Betty.
Sebelumnya, masalah ini disinggung oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI yang melihat ada kerawanan dari metode de jure yang digunakan dalam proses coklit.
Kerawanannya, sebagai contoh, terdapat potensi warga yang sudah meninggal dunia terdata sebagai pemilih jika tidak disertai keterangan kematian.
Metode ini berbeda dengan 2019, ketika proses coklit masih bersifat de facto sehingga, orang yang sudah meninggal bisa langsung dicoret tanpa perlu surat.
"Dulu itu, dalam proses pendataan, kita itu de facto. Orang meninggal kita bisa coret dari daftar. Tapi sekarang tidak bisa, harus de jure, selagi tidak ada surat keterangan kematian maka dia tidak bisa dihilangkan dari data, misalnya. Maka itu menjadi potensi kerawanan tersendiri kan," jelas Koordinator Divisi Pencegahan, Partisipasi Masyarakat, dan Humas Bawaslu RI, Lolly Suhenty, kepada wartawan, Kamis.
Baca juga: KPU Tanggapi Usul Amien Rais soal Parpol Ikut Awasi Penghitungan Suara Pemilu
Sebagai informasi, dimulainya coklit ditandai dengan apel serentak di seluruh kelurahan/desa di Indonesia pada Minggu (12/2/2023). Coklit akan berlangsung sampai 14 Maret 2023.
Setiap petugas pantarlih bertanggung jawab atas daftar pemilih per 1 TPS dan harus melakukan coklit dari rumah ke rumah.
Sebelumnya, dalam DP4 yang diterima KPU RI dari Kementerian Dalam Negeri pada 14 Desember 2022, terdapat 204.656.053 penduduk potensial pemilih dalam negeri pada Pemilu 2024 nanti.
Penduduk yang masuk dalam DP4 adalah WNI yang akan berusia 17 tahun atau lebih pada hari H Pemilu 2024 dan bukan anggota TNI/Polri.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.