JAKARTA, KOMPAS.com - Forum Masyarakat Peduli Kesehatan (FMPK) menilai kewenangan bahwa pengawasan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) perlu diperkuat menyusul adanya kasus baru gagal ginjal akut (acute kidney injury atau AKI).
Penguatan BPOM diperlukan agar badan tersebut memiliki kapasitas lebih dari sekadar pengawasan, sama seperti Food and Drug Administration (FDA) di Amerika Serikat (AS).
"Sebenarnya kita berharap BPOM lebih kuat lagi. Seperti apa? seperti FDA. Jadi BPOM itu harus bisa eksekusi, jadi BPOM harus ditingkatkan kualitasnya, kewenangannya, dan kapasitasnya sebagai lembaga," kata Ketua FMPK, Muhammad Joni saat ditemui di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah di Jakarta, Selasa (7/2/2023).
Baca juga: Soal Penarikan Obat Sirup, Kemenkes: Kita Tunggu BPOM
Joni menilai, penguatan pengawasan membuat kerja BPOM bisa lebih optimal untuk melindungi masyarakat. Dengan demikian, BPOM bisa mencegah kasus keracunan obat serupa terjadi, alih-alih memberikan klarifikasi saat peristiwa sudah terjadi.
"Jadi kapasitas BPOM sebagai lembaga yang memproteksi masyarakat, jangan tunggu pengaduan tapi aktif mendeteksi sebelum kejadian," tutur Joni.
Adapun salah satu penguatan yang bisa diperbaiki adalah mengintensifkan pengawasan pasca-edar (post market).
BPOM sendiri sempat mengakui adanya celah dalam sistem jaminan keamanan dan mutu obat dari hulu ke hilir yang melibatkan banyak pihak.
Celah ini akhirnya dimanfaatkan oleh pelaku kejahatan obat dan makanan, salah satunya dengan mengoplos bahan baku obat tidak sesuai standar, dalam kasus gagal ginjal akut karena obat sirup mengandung etilen glikol/dietilen glikol.
Baca juga: Ada Kasus Baru Gagal Ginjal, BPOM Didesak Jelaskan Pengawasan Obat
"(Kalau hanya mengandalkan pengujian mandiri perusahaan farmasi) Tentunya itu tidak akan memadai. (Pengawasan dilakukan) dari sebelum (pre market), dari mulai perizinan, sampai kepada peredaran di masyarakat, bahkan di tengah harus ada pengawasan secara reguler," jelas Joni.
Sebelumnya diberitakan, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan adanya dua kasus baru gagal ginjal akut di DKI Jakarta, 1 kasus konfirmasi dan 1 kasus suspek.
Satu kasus konfirmasi tersebut diderita oleh anak berusia 1 tahun yang akhirnya meninggal dunia. Ia diketahui sempat mengonsumsi obat dengan merk Praxion yang sebelumnya sudah ada dalam daftar obat aman yang dikeluarkan oleh BPOM.
Kendati begitu, belum diketahui obat Praxion yang diminum pasien memiliki izin edar dan batch yang sama dengan daftar obat aman yang dikeluarkan BPOM atau sebaliknya.
Baca juga: 5 Beda Gagal Ginjal Akut dan Kronis yang Perlu Diketahui
Kepala BPOM Penny K. Lukito sempat mengakui adanya celah sistem keamanan dan jaminan mutu. Selain lembaganya, celah ini melibatkan perusahaan farmasi, pemasok bahan baku, importir bahan baku obat, dan distributor yang menyuplai bahan baku sampai ke perusahaan farmasi.
Namun demikian, ia menampik lembaga yang dipimpinnya kecolongan terhadap pengawasan obat sirup yang menyebabkan gagal ginjal akut pada anak.
"Di sini ada satu gap, gap itu sesuatu kesenjangan yang mana BPOM tidak terlibat dalam pengawasan. Kalau BPOM terlibat dalam pengawasan pemasokan dari bahan pelarut, pastinya ada pengawasan yang dilakukan pemasukan dengan surat keterangan impor," tutur Penny (17/11/2022).
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.