JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM) Zaenur Rohman menyebut Presiden Joko Widodo (Jokowi) tidak memiliki kontribusi dalam pemberantasan korupsi sejak 2014 hingga saat ini.
Zaenur mengatakan, pada masa awal menjabat sebagai presiden pada 2014 silam, skor indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia 34.
Namun, pada 2022, skor IPK Indonesia merosot dan kembali berada di angka 34.
“Skor 34 itu sama dengan situasi di tahun 2014. Artinya, Presiden Jokowi belum punya kontribusi dalam pemberantasan korupsi,” kata Zaenur saat dihubungi Kompas.com, Rabu (1/2/2023).
Baca juga: ICW Sebut Merosotnya IPK Tak Terlepas dari Pernyataan Luhut dan Tito yang Permisif terhadap Korupsi
Sebagai informasi, IPK atau corruption perceptions index (CPI) mengukur persepsi korupsi di sektor publik.
CPI dirilis oleh Transparency International Indonesia (TII) dengan mengurutkan 180 negara tingkat korupsi di dunia. Negara dengan skor 0 berarti sangat rawan korupsi sementara 100 bebas korupsi.
Zaenur mengatakan, selama Jokowi menjabat hingga saat ini, skor IPK Indonesia memang sempat naik.
Namun, skor itu kembali merosot empat poin dari 38 pada 2021 menjadi 34 pada tahun 2022.
“Menurut saya ini legacy yang sangat buruk bagi pemerintahan Presiden Joko Widodo,” ujar Zaenur.
Baca juga: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia pada 2022 Merosot 4 Poin Jadi 34
Menurut Zaenur, IPK 2022 anjlok karena meningkatnya risiko korupsi politik.
Korupsi politik merupakan salah satu bagian indeks Political Risk Service (PRS) yang digunakan TII dalam mengukur persepsi korupsi di suatu negara.
Indeks ini menyoroti korupsi dalam sistem politik, konflik kepentingan antara politisi dan pelaku usaha, serta penyuapan untuk izin ekspor/impor.
Berdasarkan temuan TII, indeks PRS di Indonesia berada di angka 35, turun 13 poin dari 48 pada 2021.
“Artinya, di tahun 2022 itu banyak terjadi korupsi politik. Misalnya, kepala daerah, pejabat eksekutif, dan legislatif,” kata Zaenur.
“Ada konflik kepentingan antara politisi yang memegang kewenangan di bidang eksekutif dan legislatif dengan para pebisnis,” ujarnya lagi.
Baca juga: Skor Indeks Persepsi Korupsi Anjlok, Demokrasi Indonesia dalam Masalah Serius