JAKARTA, KOMPAS.com - Managing Director of Paramadina Public Policy Institute, Ahmad Khoirul Umam menyebut skor indeks persepsi korupsi (IKP) Indonesia tahun 2022 34/100 menunjukkan keadaan demokrasi di tanah air sedang dalam masalah serius.
Sebagai informasi, IKP atau corruption perception index (CPI) mengukur persepsi korupsi di sektor publik.
CPI dirilis oleh Transparency International (TI) dengan mengurutkan 180 negara tingkat korupsi di dunia. Negara dengan skor 0 berarti sangat rawan korupsi sementara 100 bebas korupsi.
“Kalau Indonesia pada titik 34 tepat berada di tengah 30 dan 36 maka ada sesuatu secara demokrasi cukup serius problemnya di sana,” kata Umam dalam konferensi pers Peluncuran CPI di kawasan Thamrin, Jakarta Pusat, Selasa (31/1/2023).
Baca juga: Deputi Pencegahan KPK Kaget Setengah Mati Tahu Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Merosot
Umam menyoroti tiga dari sembilan indikator yang digunakan Transparency International dalam mengukur CPI.
Ketiga poin indikator tersebut merosot cukup signifikan pada 2022 yakni, Political Risk Service (PRS) International Country Risk Guide yang merosot 13 poin dari 48 menjadi 35.
Indikator ni mengukur korupsi dalam sistem politik, konflik kepentingan antara politisi dan pelaku usaha, serta pembayaran suap untuk izin ekspor/impor.
Kemudian, IMD World Competitiveness Yearbook yang mengukur keberadaan korupsi dalam sistem politik. Indikator ini turun dari 44 ke 39.
Baca juga: Indeks Persepsi Korupsi Indonesia pada 2022 Merosot 4 Poin Jadi 34
Selanjutnya, Political and Economic Risk Consultancy (PERC) Asia Risk Guide yang turun dari 32 ke 29. Indikator ini mengukur seberapa parah korupsi di suatu negara.
Ia menuturkan, masing-masing indikator tersebut memang memberikan asesmen dari perspektif bisnis.
Meski demikian, terdapat catatan dari dunia bisnis terhadap penegakan hukum dan kualitas demokrasi di Indonesia.
“Jadi kualitas demokrasi kita memang kalau kita sekarang menjadi 34 ini adalah pesan terjadi kita sudah mengalami kemunduran demokrasi,” ujar Umam.
Baca juga: Presidensi G20 Indonesia dan Indeks Persepsi Korupsi dalam 7 Klaster
Menurut dia, kemunduran demokrasi itu menjadi semakin parah. Sebab, dalam indikator PRS, korupsi dalam sistem politik, pembayaran suap terkait izin ekspor impor, dan konflik kepentingan antara politisi dan pelaku usaha.
Sementara, skor indikator lain yang turun, IMD Competitiveness Yearbook dan PERC Asia Risk Guide juga menjadi satu bentuk koreksi dari dunia bisnis terhadap demokrasi di Indonesia.
“Ada koreksi yang sangat serius dari kalangan dunia bisnis terhadap sistem politik kita, terhadap praktik demokrasi kita, yang kemudian tercermin di sini,” tutur Umam.
Umam lantas menilai bahwa klaim pemerintah melakukan reformasi birokrasi dan berbagai upaya untuk melakukan perbaikan sistem tidak terkonfirmasi dalam hasil temuan Transparency International.
Lebih lanjut, Umam meminta demokrasi tidak hanya dipahami dengan tindakan pemerintah menyelenggarakan pemilu. Demokrasi mesti dipahami sebagai hadirnya aturan hukum, kebebasan pers, dan semangat masyarakat sipil.
Menurut Umam, semua pihak tidak perlu menyanggah bahwa terjadi penurunan yang signifikan dalam kualitas pilar-pilar demokrasi tersebut.
Ia lantas menyebut sejumlah fenomena yang dilakukan kelompok politik tertentu untuk mengkooptasi kekuasaaan dan melemahkan pengawasan terhadap demokrasi.
Beberapa di antara fenomena itu adalah pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK); wacana perpanjangan presiden, penundaan Pemilu, masa jabatan kepala desa; dan skema Pemilu serentak sementara 271 kepala daerah rentan dipolitisasi.
“KPK sebagai korektor kekuasaan telah ter-delegitimasi, tadi Mbak Bibit (Bivitri Susanti) secara clear, KPK dibunuh, saya agak tertegun,” tuturnya.
Baca juga: Kejagung: Satu Tersangka Korupsi BTS 4G BAKTI Kembalikan Uang Rp 1 Miliar ke Penyidik
Sebelumnya, TII merilis corruption perception index (CPI) atau indeks persepsi korupsi (IKP) Indonesia merosot 4 poin menjadi 34 pada tahun 2022.
Selain itu, Indonesia juga turun peringkat berada di posisi ke 110, turun 14 peringkat dari tahun sebelumnya di tingkat 96.
Deputi Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia (TII), Wawan Suyatmiko mengatakan, dalam pengukuran CPI, pihaknya menggunakan 9 indikator.
Sebanyak poin 3 indikator, tiga stagnan, dan dua indikator mengalami kenaikan.
Adapun salah satu indikator yang menjadi sorotan adalah Political Risk Service (PRS) International Country Risk Guide atau risiko politik.
Indikator ini turun 13 poin dari 48 pada 2021 menjadi 35 pada 2022. Sementara itu, penurunan dalam jumlah lebih dari 4 poin menunjukkan adanya perubahan signifikan.
“Itu turut menyumbang penurunan CPI kita dari 38 ke 34 tahun ini,” ujar Wawan.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.