Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kuasa Hukum Bharada E Disarankan Gandeng Pakar Susun Nota Pembelaan

Kompas.com - 20/01/2023, 15:32 WIB
Aryo Putranto Saptohutomo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia (Mahupiki) Yenti Ganarsih menyarankan supaya tim kuasa hukum terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J), Richard Eliezer (Bharada E), memaksimalkan upaya membela kliennya saat menyampaikan nota pembelaan (pleidoi) dan duplik.

"Kalau menurut saya sebaiknya tim kuasa hukum E (Eliezer) memaksimalkan kesempatan pembelaan lewat nota pembelaan atau pleidoi ya, dan duplik. Karena ini kesempatan mereka untuk membuktikan posisi E dalam perkara pidananya," kata Yenti saat dihubungi Kompas.com, Jumat (20/1/2023).

Yenti berharap tim kuasa hukum Richard bisa menyusun nota pembelaan sebaik-baiknya demi klien mereka.

"Kalau mau libatkan saja para pakar untuk menyusun pleidoi. Karena kondisinya kan seperti ini ya. Kita tidak menyangka dia akan dituntut 12 tahun," ucap Yenti.

Baca juga: Soal Tuntutan Bharada E, Kejagung: LPSK Tidak Boleh Intervensi Jaksa

Yenti juga mengkritik tuntutan 12 tahun penjara dari jaksa penuntut umum kepada Richard. Sebab menurut analisisnya dari konstruksi kasus itu dan fakta hukum dalam persidangan, Richard bukan pelaku utama seperti alasan yang disampaikan Kejaksaan Agung (Kejagung).

"E itu bukan pelaku utama. Pelaku utamanya ya yang memerintahkan dia untuk menembak Yosua," ujar Yenti.

"E itu kan walaupun pangkatnya paling rendah, sebenarnya dia tahu perintah FS (Ferdy Sambo) itu salah dan bisa mengakibatkan kematian. Cuma saat itu dia dalam posisi tidak punya pilihan lain. Tidak bisa membantah perintah atasannya. Dalam keadaan tertekan. Tidak seperti Ricky Rizal. Dia bisa menolak karena Ricky pangkatnya lebih tinggi," papar Yenti.

Menurut pemberitaan sebelumnya, jaksa penuntut umum dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan menuntut Richard selama 12 tahun penjara dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Rabu (18/1/2023).

Baca juga: Bantah Kejagung, LPSK: Penyidik yang Menyatakan Bharada E Bukan Pelaku Utama

Sebelumnya, Richard dinilai jaksa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Yosua.

Menurut jaksa, pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua dilakukan bersama-sama empat terdakwa lain yakni, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma’ruf.

Dalam kasus ini, Ferdy Sambo telah dituntut pidana penjara seumur hidup. Sementara itu, Kuat Ma'ruf, Bripka Ricky Rizal, dan Putri Candrawathi dituntut penjara masing-masing selama 8 tahun.

Jaksa menganggap kelima terdakwa terbukti melanggar dakwaan primer yakni Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP tentang pembunuhan berencana.

Baca juga: Kejagung Sebut Bukan Bharada E yang Pertama Ungkap Fakta Hukum, tapi Keluarga Brigadir J

Selain itu, Ferdy Sambo juga dianggap terbukti melanggar dakwaan kedua pertama primer yakni Pasal 49 juncto Pasal 33 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

Dalam kasus itu, LPSK mengabulkan permohonan perlindungan terhadap Richard. Mereka juga mengajukan status saksi pelaku atau JC untuk Richard.

Akan tetapi, tuntutan 12 tahun penjara kepada Richard menuai polemik.

LPSK menyayangkan tuntutan jaksa terhadap Eliizer yang lebih berat dibandingkan dengan terdakwa lainnya yang juga istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi.

Baca juga: LPSK Minta Kejagung Baca Ulang UU PSK karena Sebut Bharada E Tak Bisa Jadi Justice Collaborator

Padahal LPSK sangat berharap tuntutan terhadap Richard bisa diringankan mengingat berkat pengakuannya maka skenario di balik kasus itu bisa terungkap.

"Kami berharap begitu (diringankan). Jadi, sejak kami memutuskan untuk memberikan perlindungan kepada Bharada E sebagai JC, kita kemudian melakukan upaya untuk bisa memenuhi tiga hal yang menjadi hak JC yakni pengamanan, perlindungan, pengawalan itu dilakukan oleh LPSK dan itu kita laksanakan sampai sekarang," kata Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (16/1/2023) lalu.

Menanggapi berbagai kritik atas tuntutan terhadap Richard, Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejagung Fadil Zumhana meminta LPSK tidak melakukan intervensi proses penegakan hukum yang dilakukan jaksa.

Baca juga: Kejagung Tak Akan Revisi Tuntutan Bharada E, Jampidum: Sudah Benar

"LPSK enggak pernah puas. Ya enggak apa-apa. Makanya saya bilang lembaga lain tidak boleh mengintervensi kewenangan Jaksa Agung. Kan masih ada upaya hukum. Masih ada pembelaan segala macam," ucap Fadil dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Kamis (19/1/2023).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Terkini Lainnya

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Nasional
Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

PDI-P Harap PTUN Tidak Biarkan Pelanggaran Hukum yang Diduga Dilakukan KPU

Nasional
KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

KPK Sebut SPDP Kasus Korupsi di PDAM Boyolali Hoaks

Nasional
Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Kompolnas Dorong Motif Bunuh Diri Brigadir RAT Tetap Diusut meski Penyelidikan Kasus Dihentikan

Nasional
Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Airin Hadir di Taaruf Muhaimin Bersama Calon Kepala Daerah

Nasional
Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral Saya Marahi

Sentil KPU, Hakim MK Arief Hidayat: Sudah Hadir Ya Setelah Viral Saya Marahi

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com