JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum) Kejaksaan Agung (Kejagung) Fadil Zumhana meminta Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tidak mengintervensi proses penegakan hukum yang dilakukan jaksa.
Hal ini mersepons LPSK yang menyayangkan keputusan jaksa menuntut Terdakwa Bharada Richard Eliezer 12 tahun penjara dalam kasus pembunuhan berencana Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
"Saya garis bawahi LPSK tidak boleh intervensi atau mempengaruhi jaksa dalam melakukan penuntutan. Kami tahu apa yang harus kami lakukan, benar tahu, benar. Karena pengalaman, pengetahuan dan ada aturan, tahu persis saya itu, Kajati tahu persis, Kajari tahu persis, jaksa tahu persis," ucap Fadil dalam konferensi pers di Kejagung, Jakarta, Kamis (19/1/2023).
Baca juga: LPSK Khawatir Tuntutan Eliezer Bikin Orang Berpikir Dua Kali Jadi Justice Collaborator
Adapun LPSK menyayangkan tuntutan jaksa itu karena Bharada E telah direkomendasikan sebagai justice collaborator (JC).
Fadil mengatakan, dirinya menghargai kerja LPSK yang selama ini telah melindungi Bharada E selama proses hukum ini berjalan.
Menurut Fadil, hingga saat ini juga masih belum ada penetapan hakim yang menetapkan Bharada E sebagai JC.
"Memang LPSK ini banyak komentar, tapi enggak apa-apa itu tugas dia, dia melindungi korban benar itu, dia bahkan dia pelihara korban supaya selamat tidak diganggu orang. Saya terima kasih kepada LPSK sehingga perkara ini bisa selesai," ujarnya.
Lebih lanjut, Fadil mengungkapkan bahwa tuntutan jaksa ke Bharada E juga telah mengakomodir rekomendasi LPSK.
Ia menekankan, jika tidak ada rekomendasi LPSK, Bharada E bisa dituntut lebih tinggi dari 12 tahun.
"Tapi kan kami sudah pertimbangkan sehingga menuntut lebih rendah dari pelakunya ini Pak Sambo. Kalau LPSK enggak masuk mungkin enggak segitu, tapi itu hak LPSK darimana pun beliau-beliau berbicara dan kita silakan hakim nanti untuk mempertimbangkan apa yang disampaikan LPSK," imbuhnya.
Baca juga: LPSK: Bila Peka dengan Rasa Keadilan, Jaksa Agung Bisa Revisi Tuntutan Bharada E
Jika masih belum puas dengan tuntutan jaksa ke Bharada E, kata Fadil, LPSK dapat melakukan upaya hukum lainnya. Sebab, saat ini proses persidangan masih panjang dan terus berjalan.
"LPSK enggak pernah puas. Ya enggak apa-apa. Makanya saya bilang lembaga lain tidak boleh mengintervensi kewenangan Jaksa Agung. Kan masih ada upaya hukum. Masih ada pembelaan segala macam," tuturnya.
Diketahui, Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Hasto Atmojo Suroyo berharap jaksa meringankan tuntutan terhadap terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J, Richard Eliezer atau Bharada E.
Baca juga: Bharada E Menangis Saat Dituntut 12 Tahun Penjara dalam Pembunuhan Brigadir J
Bukan tanpa sebab, Hasto mengingatkan status justice collaborator (JC) yang diberikan LPSK kepada Bharada E seharusnya membuatnya mendapatkan perlakuan khusus.
"Kami berharap begitu (diringankan). Jadi, sejak kami memutuskan untuk memberikan perlindungan kepada Bharada E sebagai JC, kita kemudian melakukan upaya untuk bisa memenuhi tiga hal yang menjadi hak JC yakni pengamanan, perlindungan, pengawalan itu dilakukan oleh LPSK dan itu kita laksanakan sampai sekarang," kata Hasto di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin (16/1/2023).
Adapun JPU dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Jakarta Selatan menuntut Richard Eliezer Pudihang Lumiu alias Bharada E dihukum selama 12 tahun penjara, Rabu (18/1/2023).
Baca juga: Kejagung Ungkap Alasan Jaksa Tuntut Bharada E 12 Tahun: Punya Keberanian Tembak Brigadir J
Bharada Eliezer dituntut 12 tahun penjara karena dinilai jaksa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Menurut jaksa, pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua dilakukan bersama-sama empat terdakwa lain yakni, Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal atau Bripka RR, dan Kuat Ma’ruf.
“Menyatakan terdakwa Richard Eliezer terbukti bersalah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan yang direncanakan terlebih dahulu sebagaimana yang diatur dan diancam dalam dakwaan Pasal 340 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP,” kata jaksa dalam persidangan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, Rabu.
Dalam kasus ini, Ferdy Sambo telah dituntut pidana penjara seumur hidup. Sementara itu, Kuat Ma'ruf, Bripka Ricky Rizal, dan Putri Candrawathi dituntut penjara masing-masing selama delapan tahun.
Baca juga: Hal yang Ringankan Tuntutan Bharada E, Salah Satunya Jadi Justice Collaborator
Keempat terdakwa tersebut dinyatakan jaksa terbukti telah melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J.
Dalam dakwaan, pembunuhan tersebut disebut terjadi lantaran adanya cerita sepihak dari istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, yang mengaku dilecehkan oleh Brigadir J di Magelang pada 7 Juli 2022.
Ferdy Sambo kemudian marah dan merencanakan pembunuhan terhadap Yosua yang melibatkan Richard Eliezer, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf di rumah dinasnya di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli 2022.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.