Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 19/01/2023, 13:43 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari sejumlah lembaga swadaya masyarakat meminta Komisi Yudisial (KY) untuk memantau jalannya sidang kasus tragedi Kanjuruhan yang berlangsung di Pengadilan Negeri Surabaya.

Kepala Divisi Hukum Kontras Andi Muhammad Rezaldi, selaku perwakilan koalisi, berpandangan bahwa KY mesti turun langsung karena persidangan itu penuh dengan keganjilan.

"Dari berbagai keganjilan atau temuan kami tersebut, kami tadi meminta kepada Komisi Yudisial untuk melakukan pengawasan atau pemantauan secara langsung di Pengadilan Negeri Surabaya," kata Andi di kantor KY, Jakarta, Kamis (19/1/2023).

Baca juga: Tragedi Kanjuruhan, Ketua Komisi X: Bantuan Pelayanan Saja Sudah Enggak Keurus

Andi menuturkan, setidaknya ada tiga keganjilan yang ditemukan oleh koalisi dari jalannya proses persidangan sejauh ini.

Keganjilan pertama adalah terbatasnya akses persidangan terhadap pengunjung.

Padahal, menurut Andi, persidangan mestinya digelar secara terbuka berdasarkan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) serta Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman.

"Terbatasnya akses persidangan yang mengakibatkan publik atau masyarakat sipil secara luas sulit untuk melakukan pemantauan atau pengawasan berkaitan dengan proses persidangan yang berjalan," ujar Andi.

Baca juga: Kasus Kanjuruhan, Jaksa Sebut Ketua Panpal Arema FC Perintahkan Cetak Tiket Lebihi Kapasitas

Bila akses sidang dibatasi karena alasan keamanan, koalisi menilai PN Surabaya semestinya memberikan alternatif agar masyarakat tetap dapat melihat dan memantau jalannya persidangan.

"Jika pembatasan terhadap akses persidangan untuk turut mengawal jalannya persidangan kasus Kanjuruhan terus dilakukan, maka terdapat indikasi adanya upaya untuk menutupi proses hukum tragedi Kanjuruhan," kata Andi.

Keganjilan kedua, lima terdakwa yang didakwa dalam kasus ini tidak dihadirkan secara langsung di persidangan alias mengikuti sedang secara online.

Hal ini dinilai melanggar ketentuan dalam KUHAP yang mewajibkan para terdakwa untuk hadir di ruang persidangan.

"Dan juga dari segi urgensi memungkinkan untuk para terdakwa hadir di dalam persidangan pidana, terlebih lagi sekarang sudah dicabut keputusan berkaitan dengan kebijakan PPKM oleh pemerintah," ujar Andi.

Baca juga: Kasus Kanjuruhan, JPU Sebut Polisi Perintahkan dan Biarkan Penembakan Gas Air Mata, Penonton Panik

Keganjilan ketiga adalah ditunjuknya anggota Polri sebagai kuasa hukum para terdakwa, padahal anggota Polri tidak berwenang menjadi advokat dan memberikan pendampingan hukum.

"Pembiaran atau diterimanya anggota Polri sebagai penasihat hukum dalam proses persidangan pidana menurut kami ini dapat merusak atau melecehkan sistem hukum di Indonesia," kata Andi.

Koalisi pun meminta KY untuk mendalami berbagai keganjilan tersebut yang dinilai mengarah pada indikasi pelanggaran hukum.

"Kami khawatir dari berbagai keganjilan yang kami sebutkan tadi proses persidangan pidana diduga hanya sekadar formalitas atau bisa dimaknai sebagai persidangan yang dimaksudkan untuk gagal," ucap Andi.

Baca juga: 3 Polisi Terdakwa Tragedi Kerusuhan Kanjuruhan Ajukan Eksepsi

Seperti diketahui, sidang perdana tragedi Kanjuruhan telah diselenggarakan di PN Surabaya pada Senin (16/1/2023) awal pekan ini.

Ada lima terdakwa dalam kasus ini yakni Abdul Hris (bekas ketua panitia pelaksana pertandingan), bekas security officer Suko Sutriso, Kabag Ops Polres Malang Komisaris Wahyu Setyo Pranoto, Kepala Satuan Samapta Polres Malang Ajun Komisaris Bambang Sidik Achmadi, dan Komandan Kompi 3 Satuan Brimob Polda Jatim Ajun Komisaris Hasdarmawan.

Adapun tragedi Kanjuruhan sendiri terjadi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jawa Timur pada 1 Oktober 2022, setelah pertandingan sepak bola antara Arema FC dan Persebaya Surabaya.

Sebanyak 135 orang meninggal dunia dalam peristiwa tersebut setelah aparat menembakkan gas air mata ke arah tribune penonton yang menyebabkan kericuhan dan kerusuhan.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Video rekomendasi
Video lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+


Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.

Terkini Lainnya

Penggugat Berharap MK Sidangkan 'Judicial Review' Pasal Pemilu Susulan atau Lanjutan secara Cepat

Penggugat Berharap MK Sidangkan "Judicial Review" Pasal Pemilu Susulan atau Lanjutan secara Cepat

Nasional
[POPULER NASIONAL] Hasil Survei Anies Menurun-Prabowo Rebound | Kriminalisasi Budi Pego Tak Masuk Akal

[POPULER NASIONAL] Hasil Survei Anies Menurun-Prabowo Rebound | Kriminalisasi Budi Pego Tak Masuk Akal

Nasional
Survei SMRC: Masyarakat Nilai Kinerja Jokowi Positif Cenderung Pilih Ganjar, Negatif Dukung Prabowo

Survei SMRC: Masyarakat Nilai Kinerja Jokowi Positif Cenderung Pilih Ganjar, Negatif Dukung Prabowo

Nasional
Pasal Pemilu Susulan dan Lanjutan Digugat, Dikhawatirkan Celah Perpanjang Jabatan Presiden

Pasal Pemilu Susulan dan Lanjutan Digugat, Dikhawatirkan Celah Perpanjang Jabatan Presiden

Nasional
Tanda Tanya Koalisi Besar Golkar, Merapat ke KPP atau Tetap Bersama KIB?

Tanda Tanya Koalisi Besar Golkar, Merapat ke KPP atau Tetap Bersama KIB?

Nasional
Sosok Melchias Mekeng yang Singgung Uang Haram dan Bolak-balik Diperiksa KPK

Sosok Melchias Mekeng yang Singgung Uang Haram dan Bolak-balik Diperiksa KPK

Nasional
Penghayatan Kolektif Ramadhan

Penghayatan Kolektif Ramadhan

Nasional
Survei Indikator: Pemerintahan di 2024 Diharap Kendalikan Harga Sembako hingga Berantas Korupsi

Survei Indikator: Pemerintahan di 2024 Diharap Kendalikan Harga Sembako hingga Berantas Korupsi

Nasional
Seloroh Melchias Mekeng di Raker Kemenkeu: Makan Uang Haram Kecil Enggak Apa-apa

Seloroh Melchias Mekeng di Raker Kemenkeu: Makan Uang Haram Kecil Enggak Apa-apa

Nasional
Aksi Bripka Handoko dan Polisi yang Diharapkan Masyarakat

Aksi Bripka Handoko dan Polisi yang Diharapkan Masyarakat

Nasional
Kepercayaan Publik ke Polri Meningkat, Komisi III Berencana Naikkan Anggaran

Kepercayaan Publik ke Polri Meningkat, Komisi III Berencana Naikkan Anggaran

Nasional
Hinca: Sejak 2013 Sampai Sekarang Tidak Ada Hakim Agun Perempuan Kamar TUN dan Pajak

Hinca: Sejak 2013 Sampai Sekarang Tidak Ada Hakim Agun Perempuan Kamar TUN dan Pajak

Nasional
Kemenkes Sebut Larangan Bukber ASN Bukan Karena Kasus Covid-19 Naik: Karena Pamer Gaya Hidup

Kemenkes Sebut Larangan Bukber ASN Bukan Karena Kasus Covid-19 Naik: Karena Pamer Gaya Hidup

Nasional
Bareskrim Ungkap Alasan Pelaku Jual Video Porno Anak Laki-laki: Lebih Laku

Bareskrim Ungkap Alasan Pelaku Jual Video Porno Anak Laki-laki: Lebih Laku

Nasional
Bareskrim Ungkap Modus Pelaku Pornografi Anak: Diberi Snack hingga Uang

Bareskrim Ungkap Modus Pelaku Pornografi Anak: Diberi Snack hingga Uang

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke