JAKARTA, KOMPAS.com - Jaksa Penuntut Umum (JPU) menilai, Putri Candrawathi tak punya alat bukti yang cukup untuk membuktikan klaimnya soal perkosaan yang disebut dilakukan oleh Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di Magelang, Jawa Tengah, Kamis (7/7/2022).
Menurut jaksa, pengakuan istri Ferdy Sambo itu terkesan janggal.
Ini disampaikan jaksa saat membacakan dokumen tuntutan kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J dengan terdakwa Putri Candrawathi yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Rabu (18/1/2023).
"Bahwa alat bukti yang mendukung keterangan terdakwa Putri Candrawathi telah mengalami kekerasan seksual atau pemerkosaan yang dilakukan oleh korban Nofriansyah adalah tidak cukup alat bukti," kata jaksa.
Baca juga: Sidang Pembacaan Tuntutan, Putri Candrawathi Mengaku Masih Sakit Perut
Jaksa menilai, dalam persidangan justru terungkap fakta-fakta hukum yang bertolak belakang dengan keterangan Putri soal pelecehan seksual.
Salah satu fakta yang terungkap, kekerasan tersebut tidak diketahui satu pun orang di rumah Magelang. Padahal, saat itu di rumah tersebut ada dua asisten rumah tangga (ART) Putri yakni Kuat Ma'ruf dan Susi.
Peristiwa yang diklaim sebagai perkosaan tersebut juga tak diketahui oleh dua ajudan Ferdy Sambo, Richard Eliezer dan Ricky Rizal, yang saat itu juga berada di Magelang.
Malahan, tak lama setelah kejadian, Putri memanggil Yosua untuk bicara empat mata di ruangan tertutup selama 15 menit.
"Bahwa berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut justru menunjukkan keterangan terdakwa Putri yang merasa telah mengalami kekerasan seksual atau pemerkosaan yang dilakukan oleh korban Nofriansyah adalah janggal dan tidak didukung alat bukti yang kuat," ujar jaksa.
Baca juga: Hari Ini, Putri Candrawathi dan Bharada E Jalani Sidang Tuntutan Pembunuhan Brigadir J
Tak hanya itu, klaim Putri juga tak disertai bukti berupa visum. Padahal, visum krusial untuk membuktikan dugaan kekerasan seksual.
Menurut jaksa, untuk membuktikan ada tidaknya kekerasan seksual atau perkosaan, harus ada bukti ilmiah berupa pemeriksaan forensik seperti jejak DNA.
Memang, keterangan dari ahli psikologi forensik dapat digunakan. Namun, keterangan itu harus disertai dengan alat bukti yang lain.
"Tidak boleh hanya bertumpu pada satu alat bukti saja," kata jaksa.
Adapun dalam perkara ini, lima orang didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir Yosua. Mereka yakni Ferdy Sambo; istri Sambo, Putri Candrawathi; ajudan Sambo, Richard Eliezer atau Bharada E dan Ricky Rizal atau Bripka RR; dan ART Sambo, Kuat Ma'ruf.
JPU sebelumnya telah menuntut Sambo dijatuhi hukuman pidana penjara seumur hidup. Sementara, Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf dituntut pidana penjara 8 tahun.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.