Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Zackir L Makmur
Wartawan

Gemar menulis, beberapa bukunya telah terbit. Suka catur dan humor, tertawanya nyaring

Pekerjaan Rumah Dewan Pers pada Tahun Politik

Kompas.com - 18/01/2023, 11:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Dalam masa yang begini, netralitas wartawan sebagaimana diamanahkan Kode Etik Jurnalistik (KEJ) Pasal 1 yang menyatakan bahwa, wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beriktikad buruk; dipertanyakan masyarakat begitu tajam.

Dan pada tataran ini pula apa yang pernah dicibirkan Michael Jackson, penyanyi dan penulis lagu dari Amerika Serikat 1958-2009, “pers terkadang mengorbankan akurasi, keadilan, dan bahkan kebenaran," terasa relevan.

Pengaruh oligarki media

Dalam idealismenya, pers –meminjam perkataan Adlai E. Stevenson II-- adalah “ibu dari semua kebebasan kita dan kemajuan kita di bawah kebebasan."

Usaha-usaha idealisme ini pula dalam sejarah pers Indonesia abad ke 19 muncullah Bintang Timoer (Surabaya, 1850), Bromartani (Surakarta, 1855), Bianglala (Batavia, 1867), dan Berita Betawie (Batavia, 1874).

Hanya saja usaha kebebasan dan kemajuan itu baru masih di taraf menandingi pers berbahasa Belanda dengan menggunakan bahasa Melayu dan Jawa. Juga masih tidak afdol, karena para redakturnya orang-orang Belanda.

Barulah tahun 1907, terbit Medan Prijaji (Bandung, 1907) yang diterbitkan oleh Tirto Adhi Soerjo. Medan Prijaji ini awak redaksinya diisi oleh pribumi dan diterbitkan oleh pengusaha pribumi pula.

Maka Medan Prijaji menjadi satu tonggak sejarah idealisme pers Indonesia merepersentasikan kebebasan berpendapat secara kolektif dan individu.

Saat pemerintahan kolonialisme Belanda sedang kuat-kuatnya membelenggu, Medan Prijaji sudah mendasari konsepsi pers berpihak pada kedaulatan rakyat dan mencerdaskan bangsa.

Pelajaran sejarah pers kita itu sangat diketahui oleh para insan pers untuk memegang teguh idealisme pers.

Sayangnya, kurun dua dekade pascareformasi menghadapkan pers pada oligarki media. Awal dari kurun ini konsentrasi kepemilikan semakin kuat dan memusat, mendesak pers jadi partisan dan cenderung elitis.

Dengan demikian, hak publik untuk tahu sebagai bagian dari kemerdekaan pers mengalami pergeseran makna.

Hadirnya oligarki dengan sumber daya media tidak hanya mengubah landscape bisnis media, namun juga mengubah landskap orientasi politik media.

Oleh karenanya demokrasi yang pada nilai kodratiknya membuka ruang kebebasan menyampaikan pendapat, cuma hiasan retorika karena pers tidak tumbuh menyertai makna kebebasan tersebut. Maka pers menjadi sebuah rezim dalam sosoknya yang kerdil.

Masa kini adalah masa yang demikian berat tantangannya buat pers ketimbang menghadapi pemeritahan kolonial Belada atapun rezim diktaktor,.

Oligarki media memosisikan pers wajib punya sikap partisan, yang juga secara tidak langsung menjadi corong kepentingan politik pemilik media. Dengan adanya reprentasi ini, wartawan pun sebenarnya juga tersubornasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com