Pertama, norma hukum dalam perpu sebelum DPR memberikan pendapat untuk menolak atau menyetujuinya adalah berlaku seperti undang-undang.
Kedua, oleh karena norma hukum perpu menimbulkan kekuatan mengikat sama dengan undang-undang, maka Mahkamah dapat mengujinya apakah bertentangan secara materiil dengan UUD 1945. Mahkamah berwenang untuk menguji perpu terhadap UUD 1945.
Ketiga, kewenangan Mahkamah menguji perpu meliputi baik sebelum perpu itu dibahas DPR maupun setelah disetujui DPR menjadi undang-undang.
Mahkamah dalam Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 bertanggal 8 Februari 2010, halaman 21, menyebutkan, “Dengan demikian Mahkamah berwenang untuk menguji Perpu terhadap UUD 1945 sebelum adanya penolakan atau persetujuan oleh DPR, dan setelah adanya persetujuan DPR karena Perpu tersebut telah menjadi Undang-Undang”.
Pendapat atau pertimbangan hukum Mahkamah di atas secara konsisten diterapkan dalam memutus perkara pengujian perpu selanjutnya.
Kalau kita lihat dari pendapat atau pertimbangan hukum Mahkamah di atas di satu sisi, dan pandangan hukum dari Yusril Ihza Mahendra di sisi lainnya, maka terdapat perbedaan.
Yusril berpendapat Mahkamah tidak berwenang menguji Perpu Cipta Kerja sebelum disahkan menjadi undang-undang. Sementara Mahkamah berpendapat berwenang menguji perpu baik sebelum maupun setelah disahkan menjadi undang-undang.
Dengan demikian, Mahkamah berwenang menguji Perpu Cipta Kerja yang sudah teregistrasi di MK dengan Perkara No. 5/PUU-XXI/2023 dan Perkara No. 6/PUU-XXI/2023.
Pertanyaan yang perlu didiskusikan: apakah jika MK lebih dahulu menguji perpu dan misalnya menyatakan perpu inkonstitusional, sementara DPR sedang membahas perpu, dapat membuka celah sengketa antara DPR dan MK?
Penulis berpendapat celah sengketa kewenangan antara DPR dan MK bisa dihindari secara hukum.
Merujuk pada ketentuan Pasal 22 UUD 1945, DPR memiliki kewenangan konstitusional untuk memberikan persetujuan atau penolakan terhadap perpu.
Pada ketentuan lain, mengacu pada Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, MK memiliki kewenangan konstitusional untuk menguji undang-undang terhadap UUD 1945.
Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 15 Tahun 2019 dan terakhir dengan UU No. 13 Tahun 2022, bahwa Perpu sederajat dengan undang-undang.
Dengan demikian, sebagaimana juga telah ditafsirkan oleh MK dalam putusannya, MK berwenang menguji perpu sebelum dibahas DPR maupun setelah menjadi undang-undang.
Dari sisi konstitusi, baik DPR maupun MK keduanya sama-sama memiliki kewenangan untuk memberikan penilaian atas perpu.