Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tohadi
Dosen dan Advokat

Dosen FH UNPAM dan Advokat Senior Pada TOGA Law Firm

Kewenangan MK dalam Pengujian Perpu

Kompas.com - 17/01/2023, 06:13 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

ADA yang menarik dari pernyataan pakar hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra dalam menyikapi diskursus terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja (Perpu Cipta Kerja).

Menurut mantan Mensesneg era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) itu, Mahkamah Konstitusi (MK) tidak berwenang menguji Perpu Cipta Kerja sebelum disahkan menjadi undang-undang.

Jika MK menguji Perpu sebelum Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mengambil sikap, hematnya, MK bertindak prematur (Kompas.com, 11/01/2023).

Penulis tertarik untuk memberikan tanggapan atas pandangan hukum dari guru besar hukum tata negara Universitas Indonesia (UI) tersebut.

Ini mengingat dalam preseden hukum yang sudah ada, MK pada kenyataannya telah beberapa kali melakukan pengujian perpu terhadap UUD 1945.

Perkara pengujian perpu

Hingga kini sudah ada beberapa perkara terkait pengujian perpu. Dalam riset penulis melalui situs resmi MK (https://www.mkri.id), perkara-perkara terkait pengujian perpu sebagai berikut:

  1. Putusan MK No. 138/PUU-VII/2009 bertanggal 08 Februari 2010 terkait Pengujian Perpu No. 4 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Perpu KPK).
  2. Putusan MK No. 91/PUU-XI/2013 bertanggal 30 Januari 2014 terkait Pengujian Perpu No. 1 Tahun 2013 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi (Perpu MK).
  3. Putusan MK No. 38/PUU-XV/2017 bertanggal 12 Desember 2017 terkait Pengujian Perpu UU No. 2 Tahun 2017 tentang Perubahan Atas UU No. 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan (Perpu Ormas).
  4. Putusan MK No. 39/PUU-XV/2017 bertanggal 12 Desember 2017 terkait Pengujian Perpu Ormas.
  5. Putusan MK No. 41/PUU-XV/2017 bertanggal 12 Desember 2017 terkait Pengujian Perpu Ormas.
  6. Putusan MK No. 48/PUU-XV/2017 bertanggal 12 Desember 2017 terkait Pengujian Perpu Ormas.
  7. Putusan MK No. 49/PUU-XV/2017 bertanggal 12 Desember 2017 terkait Pengujian Perpu Ormas.
  8. Putusan MK No. 50/PUU-XV/2017 bertanggal 07 November 2017 terkait Pengujian Perpu Ormas. Permohonan ini ditarik kembali oleh pemohonnya.
  9. Putusan MK No. 52/PUU-XV/2017 bertanggal 12 Desember 2017 terkait Pengujian Perpu Ormas.
  10. Putusan MK No. 58/PUU-XV/2017 bertanggal 12 Desember 2017 terkait Pengujian Perpu Ormas.
  11. Putusan MK No. 85/PUU-XV/2017 bertanggal 28 November 2017 terkait Pengujian Perpu No. 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan (Perpu Akses Informasi Keuangan). Namun kemudian, pemohon menarik kembali permohonannya.

Dari data yang disebutkan di atas sangat jelas Mahkamah telah melakukan pengujian sejumlah perpu terhadap UUD 1945 dan kemudian memutusnya. Ada Perpu KPK, Perpu MK, Perpu Ormas, dan Perpu Akses Informasi Keuangan.

Data mutakhir di MK menunjukkan ada 2 (dua) perkara yang sudah teregistrasi di MK terkait pengujian perpu dalam hal ini pengujian formil atas Perpu Cipta Kerja, yaitu Perkara No. 5/PUU-XXI/2023 dan Perkara No. 6/PUU-XXI/2023.

Kedua perkara pengujian Perpu Cipta Kerja ini yang lantas mendapat tanggapan hukum dari Yusril Ihza Mahendra.

Dalam pandangan hukum Yusril, kewenangan yang lebih dahulu membahas perpu menurut UUD 1945 diberikan kepada DPR.

DPR yang akan membahas perpu sebelum kemudian memutuskan apakah perpu itu diterima atau ditolak.

Jika MK sampai lebih dahulu menyatakan perpu bertentangan dengan UUD 1945, ketika DPR sedang membahas perpu, maka dapat menimbulkan sengketa kewenangan antara DPR dan MK.

Padahal, lanjut Yusril, MK-lah satu-satunya lembaga tinggi negara yang diberikan mandat konstitusional untuk mengadili sengketa kewenangan antara lembaga negara yang kewenangannya diberikan oleh UUD 1945.

Perpu dalam pertimbangan hukum MK

Pertimbangan hukum Mahkamah dalam putusannya terkait pengujian perpu sangat tegas menyatakan bahwa MK berwenang untuk melakukan pengujian atas perpu terhadap UUD 1945.

Dalam pertimbangan hukum dalam Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 bertanggal 08 Februari 2010, halaman 21, Mahkamah berpendapat:

Pertama, norma hukum dalam perpu sebelum DPR memberikan pendapat untuk menolak atau menyetujuinya adalah berlaku seperti undang-undang.

Kedua, oleh karena norma hukum perpu menimbulkan kekuatan mengikat sama dengan undang-undang, maka Mahkamah dapat mengujinya apakah bertentangan secara materiil dengan UUD 1945. Mahkamah berwenang untuk menguji perpu terhadap UUD 1945.

Ketiga, kewenangan Mahkamah menguji perpu meliputi baik sebelum perpu itu dibahas DPR maupun setelah disetujui DPR menjadi undang-undang.

Mahkamah dalam Putusan MK Nomor 138/PUU-VII/2009 bertanggal 8 Februari 2010, halaman 21, menyebutkan, “Dengan demikian Mahkamah berwenang untuk menguji Perpu terhadap UUD 1945 sebelum adanya penolakan atau persetujuan oleh DPR, dan setelah adanya persetujuan DPR karena Perpu tersebut telah menjadi Undang-Undang”.

Pendapat atau pertimbangan hukum Mahkamah di atas secara konsisten diterapkan dalam memutus perkara pengujian perpu selanjutnya.

Kalau kita lihat dari pendapat atau pertimbangan hukum Mahkamah di atas di satu sisi, dan pandangan hukum dari Yusril Ihza Mahendra di sisi lainnya, maka terdapat perbedaan.

Yusril berpendapat Mahkamah tidak berwenang menguji Perpu Cipta Kerja sebelum disahkan menjadi undang-undang. Sementara Mahkamah berpendapat berwenang menguji perpu baik sebelum maupun setelah disahkan menjadi undang-undang.

Dengan demikian, Mahkamah berwenang menguji Perpu Cipta Kerja yang sudah teregistrasi di MK dengan Perkara No. 5/PUU-XXI/2023 dan Perkara No. 6/PUU-XXI/2023.

Celah sengketa kewenangan DPR dan MK?

Pertanyaan yang perlu didiskusikan: apakah jika MK lebih dahulu menguji perpu dan misalnya menyatakan perpu inkonstitusional, sementara DPR sedang membahas perpu, dapat membuka celah sengketa antara DPR dan MK?

Penulis berpendapat celah sengketa kewenangan antara DPR dan MK bisa dihindari secara hukum.

Merujuk pada ketentuan Pasal 22 UUD 1945, DPR memiliki kewenangan konstitusional untuk memberikan persetujuan atau penolakan terhadap perpu.

Pada ketentuan lain, mengacu pada Pasal 24C ayat (1) UUD 1945, MK memiliki kewenangan konstitusional untuk menguji undang­-undang terhadap UUD 1945.

Berdasarkan ketentuan Pasal 7 ayat (1) UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan sebagaimana telah diubah dengan UU No. 15 Tahun 2019 dan terakhir dengan UU No. 13 Tahun 2022, bahwa Perpu sederajat dengan undang-undang.

Dengan demikian, sebagaimana juga telah ditafsirkan oleh MK dalam putusannya, MK berwenang menguji perpu sebelum dibahas DPR maupun setelah menjadi undang-undang.

Dari sisi konstitusi, baik DPR maupun MK keduanya sama-sama memiliki kewenangan untuk memberikan penilaian atas perpu.

Celah sengketa kewenangan antara DPR dan MK, menurut penulis, dapat dihindari jika keduanya tetap mematuhi rambu-rambu dan koridor negara hukum demokratis, yaitu mekanisme checks and balances.

Jika dalam proses pengujian perpu di MK sedang berlangsung, sementara DPR telah memberikan persetujuan terhadap perpu menjadi undang-undang, maka MK berwenang untuk “menghentikan” prosesnya.

Dari perkara pengujian perpu di MK selama ini, pada kenyataannya MK kemudian memutuskan pengujian perpu dengan “menyatakan permohonan tidak diterima” oleh karena telah kehilangan obyek.

Ini bisa dibaca dari Putusan MK No. 91/PUU-XI/2013 bertanggal 30 Januari 2014 terkait Pengujian Perpu MK.

Juga dalam Pengujian Perpu Ormas sebagaimana dalam Putusan MK No. 38/PUU-XV/2017 bertanggal 12 Desember 2017; Putusan MK No. 39/PUU-XV/2017 bertanggal 12 Desember 2017; Putusan MK No. 41/PUU-XV/2017 bertanggal 12 Desember 2017; Putusan MK No. 48/PUU-XV/2017 bertanggal 12 Desember 2017; Putusan MK No. 49/PUU-XV/2017 bertanggal 12 Desember 2017; Putusan MK No. 52/PUU-XV/2017 bertanggal 12 Desember 2017; dan Putusan MK No. 58/PUU-XV/2017 bertanggal 12 Desember 2017.

Sebaliknya, jika misalnya MK telah memutuskan suatu perpu inkonstitusional, sementara DPR belum memberikan persetujuan atau penolakan terhadap perpu, maka jika mengacu pada mekanisme checks and balances sudah seharusnya DPR menolak perpu yang lebih dahulu telah dinyatakan inkonstitusional oleh MK yang diberikan kewenangan konstitusional oleh UUD 1945.

Jika keduanya, baik DPR maupun MK berjalan dalam rambu-rambu dan koridor konstitusional utamanya mekanisme checks and balances, maka kekhawatiran akan adanya sengketa kewenangan antara keduanya tidak perlu terjadi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Prabowo Diharap Tetapkan 2 Syarat Utama Sebelum Tambah Kementerian

Nasional
Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Ide Prabowo Tambah Kementerian Sebaiknya Pertimbangkan Urgensi

Nasional
Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Wacana Prabowo Tambah Kementerian Diyakini Bakal Picu Problem

Nasional
Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Tinggalkan KPK, Dirut Nonaktif PT Taspen Irit Bicara Sembari Bawa Sate

Nasional
Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 10 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Usul Prabowo Tambah Kementerian Diharap Bukan Politik Akomodatif

Nasional
Pakar Ungkap 'Gerilya' Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Pakar Ungkap "Gerilya" Wacana Tambah Kementerian Cukup Gencar

Nasional
Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Daftar Kepala BIN dari Masa ke Masa, Zulkifli Lubis hingga Budi Gunawan

Nasional
Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Gelar Halalbihalal, MUI Gaungkan Pesan Kemanusiaan untuk Korban Genosida di Gaza

Nasional
Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Perjalanan BIN 6 Kali Berganti Nama, dari Brani hingga Bakin

Nasional
'Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit'

"Prabowo Banyak Dikritik jika Tambah Kementerian, Baiknya Jaga Kebatinan Rakyat yang Sedang Sulit"

Nasional
Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Pengamat Nilai Putusan MK Terkait Sengketa Pilpres Jadi Motivasi Kandidat Pilkada Berbuat Curang

Nasional
PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

PPP Papua Tengah Klaim Pegang Bukti Kehilangan 190.000 Suara pada Pileg 2024

Nasional
Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Koarmada II Kerahkan 9 Kapal Perang untuk Latihan Operasi Laut Gabungan 2024, Termasuk KRI Alugoro

Nasional
Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Kandidat Versus Kotak Kosong pada Pilkada 2024 Diperkirakan Bertambah

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com