Seiring menguatnya sinyal reshuffle, publik pun semakin berasumsi bahwa menteri-menteri dari Partai Nasdem bakal kehilangan kursi di kabinet.
Direktur Eksekutif Yunarto Wijaya berpandangan, hal itu tak lepas dari rencana Nasdem berkoalisi dengan Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang merupakan partai oposisi pemerintah.
Menurut Yunarto, sulit bagi Nasdem tetap berada di barisan partai pendukung pemerintahan Jokowi, sementara mereka berencana berkoalisi dengan partai oposisi untuk Pemilu 2024.
Logikanya, jika Nasdem berniat bekerja sama dengan oposisi, partai pimpinan Surya Paloh itu sudah punya pandangan yang berbeda soal pemerintahan kini.
Nasdem dinilai sulit menempatkan diri jika pada saat bersamaan mereka bermain di dua kaki, menjadi bagian dari pendukung pemerintahan, sekaligus punya rencana berbesan dengan partai koalisi.
"Bagaimana mungkin Nasdem bisa mengatakan platformnya tetap sama dengan pemerintah ketika mereka berencana berkoalisi dengan dua partai yang dalam beberapa kebijakan strategis punya pandangan jelas berbeda?" ujar Yunarto.
Baca juga: Soal Wacana Reshuffle, Jokowi Diharap Tak Hanya Hitung Faktor Politik, tapi Juga Kualitas Menteri
Apalagi, kata Yunarto, Nasdem, Demokrat, dan PKS mengusung nama "Koalisi Perubahan" untuk kongsi mereka. Ini semakin menegaskan posisi Nasdem terhadap pemerintahan kini dan rencana koalisi mendatang.
"Alangkah baiknya secara etika mereka fokus terhadap Koalisi Perubahan yang baru ini sehingga kemudian tidak terbebani oleh pemerintahan yang ada sekarang," kata Yunarto.
Yunarto melanjutkan, mencopot menteri berdasarkan alasan politis adalah hal yang sah karena itu adalah wewenang presiden.
Namun, menurut Yunarto, reshuffle semestinya dijadikan momen untuk mengevaluasi para menteri yang kinerjanya buruk, terlepas dari apapun partai politiknya.
"Bukan hanya sekedar me-reshuffle menteri dari parpol yang misalnya bersikap beda, tapi menteri-menteri yang memang buruk juga saatnya di-reshuffle. Jangan sampai ada menteri parpol lain yang hanya karena parpolnya loyal tapi kerjanya buruk lantas dipertahankan," ujar Yunarto.
Baca juga: Pengamat: Isu Reshuffle Bukan karena Pencapresan Anies, tapi Rencana Nasdem Koalisi dengan Oposisi
Sementara itu, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Nasdem yang juga menjabat sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika Johnny G Plate menyatakan siap jika partainya kehilangan kursi di kabinet.
Johnny mengatakan, reshuffle kabinet merupakan hak prerogratif presiden dan tak bisa dicampuri oleh pihak mana pun.
"Kalau saya bilang semua partai, tanpa terkecuali (harus siap di-reshuffle), karena itu hak prerogratif yang dilindungi oleh konstitusi, jangan menabrak konstitusi, itu hak presiden," ujar Johnny, Rabu (4/1/2023).
Ia juga mengingatkan agar tidak ada pihak-pihak yang mempengaruhi Jokowi dalam memutuskan perombakan kabinet.
"Serahkan itu pada bapak Presiden untuk mengambil keputusan dan kebijakannnya, jangan sampai ada presiden-presiden mendadak di republik ini. Presiden dadakan yang mencoba berasumsi dirinya sebagai presiden atau mempengaruhi presiden (untuk melakukan reshuffle)," katanya.
Sementara itu, Jokowi belum mau berbicara banyak ketika disinggung soal nasib para menteri asal Nasdem bila reshuffle dilakukan.
"Ditunggu saja," kata Jokowi, Senin lalu.
Baca juga: Soal Desakan Reshuffle Menteri Nasdem, Johnny G Plate: Banyak Politisi Merasa Jadi Presiden
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.