Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Denny Indra Sukmawan
Dosen

Pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Pembangunan Nasional "Veteran" Jakarta

Populisme ala Ridwan Kamil

Kompas.com - 06/01/2023, 06:15 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Sebelum kontroversi Masjid Al Jabbar, Kang Emil lebih dulu berurusan dengan Nadhlatul Ulama Jawa Barat.

Dengan hitung-hitungan menarik simpati kelompok pertama, keluarlah pernyataan bahwa pemerintah daerah telah mengeluarkan uang sebesar satu triliun rupiah kepada kelompok Nadhliyin di Jawa Barat.

Dengan kelompok kedua, Kang Emil lebih asertif lagi. Lewat lini massa Twitter dan Instagram, banyak sekali komentar-komentar spontan, nyeleneh, dan lucu yang keluar.

Satu lagi, mungkin Kang Emil yang paling mengerti K-Pop dan Tik Tok dibandingkan calon-calon lain yang berkontestasi di Pilpres 2024 nanti.

Seolah-olah Gubernur Jawa Barat ini representasi milenial, beliau eksis dari dan untuk milenial. Kedekatan Kang Emil tidak hanya ditunjang media sosial, namun layar kaca. Salah satu yang populer mungkin Dilan 1991.

Populisme ala Kang Emil ini punya karakter tersendiri. Saya tidak melihat nuansa otoriter. Ia tidak punya kesan menyerang elite, pun tidak sepenuhnya merepresentasikan mayoritas -seperti populisme politik pada umumnya.

Ia membangun identitas, namun dengan bungkus milenial, bukan agama atau etnis, apalagi gender. Narasi politiknya -seperti dikritik beberapa pengamat politik, terlalu menekankan kontroversi dibandingkan substansi.

Seandainya Kang Emil akan berkontestasi di Pilpres 2014 dan Pilpres 2019 dengan jurus-jurus “populis” tadi, beliau patut diperhitungkan sebagai penantang serius atau alternatif Joko Widodo dan Prabowo Subianto saat itu.

Namun Pilpres 2024 sudah bukan eranya populisme. Saya memprediksi kita akan masuk ke era pascapopulisme.

Ilmuwan politik seperti Yascha Mounk dalam artikelnya di majalah The Atlantic (2021) sudah mengajukan hipotesis bilamana masyarakat dunia mungkin telah mencapai tahap peak dari populisme.

Bacaan Mounk ini terbukti benar di tingkat global. Saya masih yakin gejala-gejala ini akan muncul di kontestasi 2024 nanti.

Di era pascapopulisme, menurut saya, setidaknya ada beberapa hal yang patut dipertimbangkan calon pemimpin sebelum berkontestasi.

Pertama, rekam jejak manfaat tergolong esensial. Rekam jejak manfaat seorang pemimpin berbeda dengan prestasinya.

Rekam jejak manfaat pasti diuji di ruang publik oleh yang dipimpin, sementara prestasi bisa diklaim dan dipromosikan sendiri oleh si pemimpin.

Sejauh ini Kang Emil lebih sering mempromosikan prestasinya, dibandingkan rekam jejak manfaat kepemimpinannya di Jawa Barat yang -meminjam istilahnya kemarin, dirujak oleh publik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

Nasional
KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

Nasional
195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

Nasional
Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

Nasional
Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

Nasional
Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

Nasional
Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

Nasional
Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

Nasional
PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

Nasional
Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

Nasional
Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

Nasional
Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

Nasional
KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

KPK Sebut Keluarga SYL Sangat Mungkin Jadi Tersangka TPPU Pasif

Nasional
Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Timnas Kalah Lawan Irak, Jokowi: Capaian hingga Semifinal Layak Diapresiasi

Nasional
Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Kunker ke Sumba Timur, Mensos Risma Serahkan Bansos untuk ODGJ hingga Penyandang Disabilitas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com